"Adit ,,, kamu gak tahu mereka itu siapa?" aku mulai membuka obrolan sambil menunggu Adit menyalakan mesin mobilnya."Aku tahu, mereka itu staf di kantorku. Dan keduanya adalah partner yang cocok. Setiap aku memberi mereka tugas menemui client, ya selalu hasil bagus yang di dapat," pujinya."Kamu setuju mereka menikah?" tanyaku dengan raut wajah sedikit tak bersemangat."Kenapa tidak. Sandra perempuan yang cerdas, cantik, baik. Bara, dia juga sama, selain tampan, dia juga baik. Dan prestasinya di kantor juga luar biasa," pujinya lagi. Aku hanya terdiam. "Kenapa wajahmu murung?" lanjutnya."Hem … dia itu suamiku. Dan Sandra calon istri keduanya," ucapku lemas."Kalau Bara itu suamimu, berarti dia bukan suamimu lagi! Milka bilang dia sudah mence
POV Adit[Ra, jangan bergadang … ] tulisku begitu saja tatkala aku memainkan ponsel.Menunggu ….Tidak ada jawaban ….[Ra … udah tidur?]Menunggu ….Masih tidak ada Jawaban ….Kluntang ….Jantung berdegup mendengar bunyi dari ponsel. Dengan cepat kuraih ponsel dan membaringkan diri di kasur empuk dengan sprey berwarna putih.[Kenapa, Dit?] balasnya.'Sudahlah, katakan saja dengan jujur apa yang tengah kurasakan.'
"Perfect, Tiara! Buka mata! Ingat, jangan cari kesempatan dalam kesempitan! Jangan modus! Kalau mau peluk, peluk aja. Adit rela kok," ucapnya penuh tawa."Yeeeeee!" triaku. Hampir aja kebablasan, untung masih bisa nahan diri."Sini, Ra. Kalau mau peluk. Nih, Adit sudah siap," ucapnya sembari membentangkan tangan."Huuuu … ngarep!" cetusku."Berapa Kg?""52 kg. Yeeeeeeee … makasih Dokter Adit," ucapku.Sebetulnya aku ingin memeluknya, tapi ku-urungkan. Daripada dibilang modus, lebih baik menahan diri."Ra, beresin bajunya, kita pulang hari ini," ucapnya. Ada senang ada juga sedih. Senangnya bisa ketemu keluarga, sedihnya, tidak lagi menghabiskan waktu dengan Adit.Tidak pernah kubayangkan aku menjadi secantik ini sekarang.
Dua hari ini tidak ada kabar dari Adit semenjak aku bertanya soal pekerjaan. Mana lusa harus ke pernikahan Bara. Pikiranku seketika berubah menjadi kacau, ada apa dengan Adit? Beribu pikiran aneh mulai menghinggapi otakku. Aku mulai berfikir dengan apa yang pernah Adit katakan, pasti semuanya hanya tipuan semata. Laki-laki memang pandai mengobral cinta, lagipula dari mana juga seorang Dokter yang sukses bisa menyukaiku yang cuma janda ber-anak dua. Adit itu pantasnya bersanding dengan gadis lajang sepertinya.Ini yang aku takutkan dari mencintai seseorang, takut ter-PHP ….Ingin aku menanyakan kabarnya, tapi jari ini terasa berat untuk mengetik pesan itu dan mengirimkannya.🖤Udah[Ra ,,, buka pintu sekarang. Aku ada di depan pintu rumahmu] Seseorang yang tengah kupikirkan tiba-tiba saja mengirim pesan. Karena terlalu girang, aku berlari cepat untuk menyambutnya."Ra
Tepat pukul 19.30 Aku dan Adit sampai di rumah besar Bara. Bingung kenapa mereka tidak melangsungkan pernikahan di gedung."Ra, tunggu … bedakmu dibereskan dulu. Lihat tu gara-gara air mata, make-up kamu jadi rusak." Aku mengeluarkan bedak dari dalam tas berniat untuk merapikan riasanku. Tapi, Adit mengambilnya dan mulai mengaplikasikannya ke wajahku."Nah, ini kan rapi. Cengeng si!" goda Adit menarik hidungku."Ayok turun! Jangan kebanyakan drama deh!" sungutku.Meski aku sendiri suka diperlakukan seperti ini.🖤Saat kulihat nama yang terpajang di janur kuning, ternyata nama orang tua Sandra memakai Almarhum dan Alamrhumah. Oh, pantas saja acaranya di rumah Bara.Terlihat Ilham dan kedua anakku sudah ada di depan pintu masuk. Mereka melambai ke arahku. Aku menyuruhnya masuk terlebih dahulu. Dari turun mobil hingga masuk ke dalam, Adit terus menggandeng tanganku. Sedikit ri
POV Bara.Melihat perubahan Tiara yang menakjubkan, ada rasa menyesal kenapa aku tidak memberikannya modal untuk berdandan. 'Sial …'kenapa bisa secantik itu'. Ibu dan Ida pun menyesali perubahannya. Ada rasa malu pada diri sendiri. Setelah kuceraikan istri buruk rupa itu kini berubah menjadi angsa cantik."Gimna si kamu, Bar! Itu kok Tiara bisa digandeng sama bos-mu! Gak malu kamu?" sungut Ibu. "Sudah Ibu bilang, jangan ceraikan Tiara! Apa kata teman-teman Ibu kalau mereka tahu Tiara menjadi wow setelah dicerai dari kamu! Mau di taro mana muka Ibu ini, Bar!" protesnya dengan dada yang kembang kempis menahan amarah."Sudah, Bu, malu. Ini lagi acara pernikahan Bara. Masih banyak tamu," ucapku. Ibu melirik dengan tatapan sinis menahan emosi. Hanya dengusan nafas yang keluar dari hidungnya.
[Sayang … udah siap ketemu calon mertua?] Aku yang masih sibuk dengan kerjaan, tersenyum ketika melihat pesan di ponsel. Nama Adit tertera di depan layar.Dengan cepat kubalas pesan darinya.[Sedikit takut, takut tidak mendapat restu dari orang tuamu. Mengingat, siapalah aku ini, Dit] emot sedih dibelakangnya.[Jangan takut, Sayang. Ada aku di sini] balasnya dengan emot cium.'Dasar Adit, selalu saja mampu membuatku tersenyum'Perasaanku takut, takut kalau orang tua Adit tidak dapat menerimaku.[Baiknya, pikirkan dulu keputusanmu, Dit. Jangan sampai, akhirnya menyesal][Apa yang harus aku pikirkan, Ra? Yang aku tahu, aku mencintaimu. Harus seperti apa aku
Pov AditSetelah mendengar suara Mama sambil mengetuk pintu, aku mulai membuka mata secara perlahan. Kulihat layar ponsel, Tiara juga sudah terlelap."Dit!" panggil Mama."Iya, Ma …! Sebentar!" Matakku terlihat sembab ketika bercermin."Kamu nangis?" tanya Mama saat aku membuka pintu."Maafkan, Mama sudah egois sama kamu. Tadi Mama menghubungi Ilham, Mama tanya informasi tentang Tiara. Ternyata ucapan Pak Bara tadi siang tidaklah benar," ucap Mama membuatku sedikit lega.'Bara ke sini?' emang brengsek ….'"Memang Bara tadi ke sini, Ma?""Iya, Pak Bara berceri