Kinara sudah cukup kesal ketika Elsa mengirimi pesan mengajak bertemu, dan tanpa rasa bersalah, gadis genit itu malah mempertemukannya dengan pria yang waktu itu di klub malam yang telah mencuri ciuman pertamanya. Parahnya lagi, pria itu juga tampak memamerkan senyum puas ke arahnya. Menyebalkan sekali, bukan?
Lalu, panggilan macam apa itu tadi?
Sweety? Pacar? Fix, nggak salah lagi. Selain bajingan, pria itu benar-benar sudah gila. Apa jangan-jangan dia pasien rumah sakit jiwa yang lepas?
Tidak ingin bertemu dan punya masalah dengan pria gila itu, Kinara berlari menjauh dari area parkiran, mencari tempat persembunyian yang dikira aman, gudang yang terletak di belakang cafetaria kampus. Lagian ngapain sih dia sampai nyari gue ke mari?
Saat sedang bersembunyi, Kinara mendengar cacing dalam perutnya berdemo minta dikasih makan. Dia pun meringis memegang perut. Lapar sekali. Kinara celingak celinguk menengok kiri dan kanan, sembari membawa langkahnya yang mengendap-endap memasuki cafetaria kampus, lalu mengambil tempat duduk paling pojok. Dalam hati dia berdoa, semoga saja pria gila itu tak mengikutinya sampai ke sini.
Akan tetapi, doa Kinara rupanya tak langsung diijabah, karena pria gila itu tiba-tiba muncul di cafe dan mengambil duduk di kursi depannya.
Wajah yang sebenarnya sangat tampan dengan bibir merah kehitaman itu menyeringai ke arahnya.
"Lo ngapain sih ngikutin gue sampai ke mari?" tanya Kinara jengkel, dengan suara pelan tapi penuh penekanan. Dia tak sudi jadi pusat perhatian apalagi ketahuan sedang bersama seorang pria.
Kalau gosip sudah menyebar, dan terdengar ke telinga Rega, bisa runyam masalahnya.
"Gue lapar, pengen makan." Pria gila yang bernama Kaisar itu menyahut enteng dengan bibir yang masih memamerkan senyum licik.
"Ya kalau lapar, lo cari makan di tempat lain dong. Jangan di sini. Ini kampus, khusus mahasiswa." Marah Kinara.
"Gue sengaja ke mari karena mau makan bareng lo," ungkap Kaisar straight to the point.
Astaga! Ingin saja Kinara menggetok kepala pria yang gelarnya makin bertambah, jadi tak tahu diri itu. Seenaknya saja mau makan bareng dia. Memangnya mereka punya hubungan apa? Pacar juga bukan. Jelas-jelas pacar Kinara itu Rega. REGA.
Menghela nafas berat, Kinara coba bersabar walaupun susah. Ia tak boleh marah-marah sampai membuat keributan apalagi memancing perhatian orang-orang di sekitar yang mungkin saja mengenalnya.
Makanan mereka datang secara bersamaan. Awalnya, Kinara malas makan sebab ada pria itu satu meja dengannya, tapi tak lama perutnya kembali berbunyi, cukup keras untuk di dengar ke telinga Kaisar.
Kinara malu bukan main, karena ketahuan kelaparan. Ia yakin pipinya sudah masak.
"Makan aja. Nggak perlu sungkan apalagi malu makan di depan gue, kalau ditunda entar malah kena sakit maag," ungkap Kaisar yang hendak menikmati makanannya. Tak lupa, dia mengedip sebelah matanya genit ke arah Kinara yang kebetulan melihat padanya.
Hmm? Kenapa dia begini? Sesaat Kinara terpana dengan perhatian Kaisar yang tentu saja belum dia tahu namanya. Pria ini rupanya ada sifat baiknya juga. Kiranya buruk semua, mengingat malam itu telah mencuri ciuman pertama Kinara dan mengajaknya bercinta. Astaga!
Atau jangan-jangan, dia bersikap baik dan manis begini sama semua wanita? Ah iya, kan kemarin dia juga bilang, tidak ada satupun wanita yang mampu menolaknya, bahkan mengantri ingin tidur bersama. Sepertinya dia memang pria seperti itu. Sekali bajingan tetap saja bajingan.
"Ngapain juga gue ngebiarin perut gue tersiksa hanya gara-gara ada lo di sini? Gue akan makan kok."
NGAP.
Kesal, Kinara menyumpal mulutnya hingga penuh dengan makan siangnya, nasi goreng seafood cabe hijau kesukaan dia bersama Rega. Matanya menatap tajam Kaisar seolah dia sedang mengunyah pria menyebalkan itu menjadi halus dan menelannya. Akan tetapi, begitu dia telah menelan makanannya, dia teringat akan sesuatu.
Rega. Pacarnya itu pasti sebentar lagi kelar dari kelas dan langsung menemuinya di cafe, seperti janjinya tadi. Bagaimana kalau Rega datang dan melihatnya bersama pria ini? Ah, Rega pasti mengira Kinara mengkhianatinya dengan pria yang lebih dewasa dan berduit.
Cepat-cepat Kinara menghabisi makanannya, dia tak peduli mulutnya gembung penuh makanan dan dilihat oleh Kaisar. Yang penting makanan habis, perutnya kenyang biar segera pergi dari sana. Sambil mengunyah, pandangannya juga melirik ke kiri ke kanan dengan was-was.
"Santai aja kali makannya. Jangan kayak dikejar setan begitu."
Peduli amat deh. Kinara terus makan sampai piringnya ludes lalu meneguk es jeruknya dengan sekali teguk sampai gelasnya kosong.
Kaisar yang terang-terangan memperhatikan Kinara tersenyum geli. Dia sama sekali tak kesal apalagi marah karena Kinara tak menggubris ucapannya tadi. Dimatanya, Kinara malah tambah menggemaskan dengan mulutnya yang menggembung. Melihatnya, Kaisar lupa soal pekerjaannya yang menggunung di kantor.
Sementara itu, Kinara beranjak dari tempatnya ketika matanya tanpa sengaja menangkap siluet Rega sedang berjalan menuju cafe. Seketika, Kinara kelabakan mencari alat untuk menutupi wajahnya. Dia harus pergi dari sana.
Kinara pergi, tapi baru beberapa langkah dia berbalik lagi dan tanpa ba-bi-bu ditariknya sekali Kaisar berlari bersama. Entahlah. Kinara juga bingung kenapa dia menarik Kaisar sekali. Padahal, kan, Rega tidak mengenal Kaisar, jadi pacarnya itu tidak akan tahu kalau Kaisar di cafe bersamanya. Duh, Kinara kenapa sih? Apa yang dia pikirkan?
Mereka tiba di parkiran lagi. Kinara menghempas tangan Kaisar yang tadi digenggamnya. Amit-amit jabang bayi.
"Nggak usah kepo kenapa gue bawa lo lari dari sana. Mending sekarang lo pulang," gerutu Kinara, kesal pada Kaisar juga pada dirinya sendiri.
***
Di rumahnya setelah makan malam sederhana bersama nenek, Kinara langsung meluru ke kamar. Dia sedang tidak ingin berbincang soal apapun, ingin tidur dan melupakan kejadian tak mengenakkan tadi siang. Kinara lelah merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menerima tumpangan Kaisar yang ingin mengantarnya pulang, walaupun pada akhirnya berhenti di tengah jalan.Duh, kenapa jadi membahas Kaisar lagi sih?Kinara menutup kepala dan telinganya dengan bantal berharap suara-suara aneh tidak merasukinya. Dia ingin tidur saja, semoga yang tadi itu semua mimpi.Satu menit.Lima menit.Hingga sepuluh menit waktu berjalan yang di dominasi detak jam dinding dan kesunyian malam, Kinara rupanya tak kunjung tertidur. Memejam matanya sejenak, buka lagi, pejam lagi, buka lagi, begitu seterusnya hingga ia
Nara benar-benar bermimpi indah. Saking indahnya itu mimpi, terasa seperti nyata. Seorang gadis dengan baju kaos putih kebesaran dan celana pendek yang diduga adalah dirinya sendiri sedang bermain kejar-kejaran dengan seorang pemuda tampan yang mirip Rega. Mereka bermain kejar-kejaran di bibir pantai. Anehnya, disitu ada jemuran kain yang berkibar-kibar lalu mereka berlari melewatinya.Seperti dalam drama Korea saja, kan? Ah, Kinara sampai senyam-senyum dalam tidurnya."Ayo, Ra! Kejar gue! Kalau berhasil, gue kasih hadiah." Begitu kata Rega dalam mimpinya sambil terus berlari, meminta Nara mengejarnya.Nara pun tak mau kalah, dengan sekuat tenaga dia berlari, tapi anehnya, makin dikejar, makin Rega menjauh darinya. Apa-apaan sih ini?Wajah Nara dalam tidurnya sempat merungut, karena Rega tak kunjung berhasil dia raih, padahal d
Sejenak Nara tertegun, antara kaget dan bingung hendak menjawab apa atas pertanyaan Rega. Tidak mungkin dia bilang, kalau ada penguntit yang kemarin pernah mencoba mengikutinya, kan? Yang ada, Rega malah khawatir. Tidak mungkin juga kalau dia bilang, ada pria yang naksir sama dia dan mengejarnya sampai ke rumah. "Hmm? Oh, itu nggak ada apa-apa kok. Gue cuma takut kita telat naik bus. Makanya gue nyeret lo lari-lari kayak tadi." Nara mengarang alasan, tapi kedengarannya masuk akal, dan Rega percaya. "Oh, begitu ya? Gue kira kenapa." Rega tersenyum lega dengan tarikan nafas yang mulai teratur. Sorry ya, Ga, gue terpaksa bohong. Ini demi kebaikan kita kok. Nara yang duduk di samping jendela, memilih untuk memandang ke luar, pada jalan raya yang ramai lancar di jam berangkat kerja pagi ini. Dia sedang menata hatinya yang tak enak karena sudah berbohong dengan Rega. Sumpah, tidak enak sekali berbohong dengan pacar, Nara semacam punya ketakutan tersendiri. Bagaimana kalau suatu waktu t
"Ih, gue kan udah minta maaf waktu itu. Lo nya aja yang nggak dengar.""Maaf lo bilang? Enak aja. Kesalahan lo sama gue tuh dobel tau nggak, Sa. Nggak bisa kelar dengan kata maaf doang."Nara tak main-main dengan ucapannya. Begitu melihat Elsa, dia langsung berlari sambil meneriaki nama gadis itu. Beberapa orang yang berada di sekitar melihat, tapi Nara tidak ambil pusing. Dia cuma ingin membuat perhitungan dengan Elsa. Elsa yang menyadarinya sempat berlari menghindar, tapi seolah mendapat kekuatan super, langkah Nara saat berlari jadi dua kali lebih panjang membuatnya cepat sampai pada Elsa dan langsung menjambak rambut keriting bergelombang itu. "Tapi, nggak gini juga caranya, Ra. Sakit banget tau. Mana ini rambut gue baru siap disambung, rusak deh jadinya," keluh Elsa yang kepalanya di tekan ke bawah oleh Nara dan rambutnya serasa mau lepas dari kulit kepala. Aiuuuh, sakit sekali.
Rega baru tiba di gedung belajarnya, tepatnya di lantai 3 ketika sayup-sayup dia mendengar suara keributan. Pemuda yang kesehariannya berpenampilan santai namun tetap sopan itu sontak melongo ke bawah, mencari sumber keributan tersebut. "Siapa sih yang berantem? Kurang kerjaan banget." Karena posisinya nun jauh di atas, Rega tak dapat melihat siapa yang berantem, apalagi beberapa orang tampak berkerumun. Dia pun mengangkat bahu, memilih untuk bersikap masa bodoh. Toh, tidak ada hubungan dengannya juga, kan? Lain halnya kalau yang berantem itu Nara, baru Rega rasa khawatir dan akan turun tangan melerainya. Kalau perlu, dia akan membuat lawan berantem Nara kapok biar tidak mengganggu lagi. Sampai, dua orang cewek datang dari bawah membicarakan sesuatu yang membuat Rega terasa lain. Awalnya dia tak mau ambil pusing, kini dia berakhir menguping. Eh, nggak menguping sih, karena kedua cewek itu ngobrol biasa saja, bukannya sambil bisik-bisik. "Itu yang berantem anak manajemen nggak sih?
“Ngapain lagi sih lo di sini? Masih nungguin Nara?”Elsa berada di parkiran kampus siang menjelang sore itu ketika mata jelinya tertangkap siluet wajah Kaisar berada dalam mobil yang jendelanya terbuka sebagian. Dari jarak beberapa meter saja, wajah Kaisar sudah terlihat begitu mempesona, membuat Elsa buru-buru menghampiri. Gadis itu penasaran tingkat dewa kenapa Kaisar masih saja nekat menemui Nara. Apa dia tak tahu Nara sudah punya pacar? Apa tidak ada gadis lain yang mau dipepet? Elsa sendiri, misalnya. Ck!“Ya iyalah, Nara. Siapa lagi? Nggak mungkin lo.” Kaisar melempar tatapan geli ke arah Elsa, seolah gadis itu adalah belut yang sangat dia benci. “Kali aja lo nungguin gue.” Elsa menyahut dengan percaya diri tanpa tersinggung ucapan Kaisar sebelumnya.“Jangan ngarep. Gue tuh sornya sama gadis kayak Nara, bukan kayak lo gini.” Alih-alih sebal karena berdebat dengan gadis nggak penting seperti Elsa ini, Kaisar malah membayangkan ada Nara yang duduk di sampingnya, tersenyum menggo
Kinara alias Nara ingin sekali membejek-bejek wajah sok mempesona pria yang tengah menyetir dengan santai di sampingnya, tapi dia urung melakukannya. Walhasil, dia hanya meremas kedua tangannya yang sudah kepalang gatal. Bagaimana tidak kesal? Untuk kedua kalinya, dia tak mampu mengelak ajakan Kaisar naik ke mobil mewahnya. Kaisar pasti mengira dia gadis murahan karena mau-mau saja diajak naik ke mobil. Habisnya, kalau tidak begitu, pria gila itu tak akan berhenti membunyikan klakson mobilnya. Cantika juga, gencar sekali mengirimi pesan membuat Nara menghela nafas berkali-kali. Gadis itu seolah sudah terpesona dengan ketampanan Kaisar. Duh, siapa sih yang tampan? Jangan ngomong ngaco deh thor. “Ra, kamu di bawa ke mana sama pria tampan itu? Kamu nggak beneran selingkuh sama dia, kan?”Cantika sedang mengetik...“Ra, jawab dong. Gue penasaran banget nih. Dia tampan, mapan juga, kamu jangan tergoda ya!”Cantika sedang mengetik...“Ra, jangan lama-lama ya. Aku tungguin kamu, kita ke t
“Teman lo bilang, pacar lo dari keluarga kaya raya, tapi kenapa lo harus masuk klub malam demi mencari uang?”Dengan amat sangat terpaksa, Nara mengikuti kemauan Kaisar makan siang bersama. Mereka makan di sebuah cafe berlantai 2 yang terlihat cukup ramai. Mengambil duduk di lantai atas yang terlihat sangat rapi, nyaman dan estetik. Karyawan cafe juga tampaknya sangat ramah, dan semacam telah mengenal Kaisar. Mungkin Kaisar adalah pelanggan setia cafe ini. Ah, tapi apa peduli Nara? Hingga satu pertanyaan yang terlontar dari mulut Kaisar membuat Nara merapatkan bibirnya. Selera makannya mendadak hilang. Menaruh garpu dan pisau pemotong steak begitu saja di atas meja. Meminum jus jeruk dengan sekali teguk sampai tandas. “Teman yang mana? Nggak ada ya, teman yang menjerumuskan temannya sendiri,” ketus Nara. Dia memang kesal pakai banget sama Elsa, tapi lebih dari itu dia tak mau Kaisar menerobos masuk lebih jauh dalam hidupnya. Pakai bawa-bawa Rega dan keluarganya pula. Kaisar mengan