Share

3 - Penipu

Cairan kental berwarna merah, terus bercucuran di tubuh Rey. Ia tak sadarkan diri akibat bius dan ditambah benturan yang begitu kuat. Tuhan sangat baik, ia menolong umatnya yang  dalam kesusahan. Jurang tempat Rey terjatuh, ternyata berada tak jauh dari pemukiman warga. Seorang bapak tua yang sedang mencari ikan, melihat Rey yang berlumuran darah. Beberapa kali bapak itu menggosok-gosokkan kedua matanya, memastikan apakah yang ia lihat itu benar. Dengan spontan ia berteriak, "Tolong!  Tolong! Tolong!"

Beberapa warga yang sedang berjalan untuk mencari ikan, berlari dengan kencang, karena mendengar teriakan pak tua tadi.  Mereka pun menghampiri pak tua itu. 

"Ada apa pak?" tanya salah satu seorang dari mereka yang berjumlah empat. 

"Lihat, di sana ada seseorang yang terluka," ucap pak tua itu dengan menunjuk ke arah Rey. 

Dengan serempak mereka menengok ke arah yang ditunjuk pak tua itu. Dengan penuh rasa iba, mereka datang menghampiri dan menolong Rey. 

"Sepertinya dia orang kota," ucap salah satu seorang dari mereka. 

"Sudah, bawa dia dan hantarkan ke rumah sakit terdekat," ucap pak tua itu. 

"T- tapi pak, rumah sakit cukup jauh dari sini," ucap dari seseorang diantara mereka yang paling muda.

"Sudah, jangan banyak bicara. Sekarang bawa dia ke sana. Ayo, kalian angkat dia!" perintah pak tua itu. 

Mereka membawa Rey ke rumah sakit menggunakan mobil pick up. Mereka terlihat sangat tegang, dan berharap Rey akan selamat. 

Beruntunglah, dengan cepat mereka bertemu dan membawa Rey ke rumah sakit. Nyawa Rey tertolong. Wajahnya terlihat rusak, dan mengakibatkan banyak jahitan di sana. Akibat benturan yang begitu keras yang menghantam tubuhnya termasuk kepala, membuatnya amnesia selama enam bulan. Selama itu, ia tinggal bersama pak tua yang menolongnya. Setelah ingatannya pulih kembali, ia memutuskan untuk balas dendam kepada Alex. 

Saat Rey sampai di depan rumahnya, ia disambut dengan pemandangan tak sedap. Rey melihat Naina dan Alex yang sedang berada di atas balkon. Darahnya mendidih melihat seseorang yang menyerupai wajahnya, ditambah lagi Naina terlihat bermesraan dengan Alex. Rey langsung tahu, bahwa pria yang bersama Naina itu adalah Alex. 

Mulai dari situ, Rey menuduh Naina telah berkhianat kepadanya. Karena menganggap semua ini, adalah rencana mereka bersama untuk menguasai hartanya. 

Kilas balik selesai. 

***

Lampu-lampu berkilauan di atas sana. Ukiran-ukiran kuno yang indah tergantung di sekitar ruangan bernuansa eropa. Hari ini adalah pertunangan adik perempuan Rey. Namanya adalah Joy. Parasnya tak kalah menawan dari Naina. Matanya berwarna biru dan rambutnya lurus kecokelatan. Hari ini Naina sedang menyiapkan persiapan pesta pertunangan untuknya. 

"Ah, tolong letakkan yang itu di sana!" perintah Naina. 

***

Angin berhembus dengan kencang. Jendela kantor lupa ditutup sehingga membuat kertas-kertas beterbangan dimana-mana. Rey palsu atau sebut saja Alex, terlihat membeku di kursinya. Ia tidak peduli dengan keadaan sekitar. Bahkan, ia tidak tahu bahwa kertas sedang beterbangan dimana-mana. 

"Apa yang harus aku lakukan?" batinnya sambil memainkan pena di tangannya. 

Seseorang mengetuk pintu dan membuatnya tersadar dari lamunannya. Pegawai yang mengetuk pintu tadi, melihat sekeliling ruangan yang begitu berantakan. Ia menggelengkan kepala merasa heran. 

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Alex.

"Oh, ini pak. Berkas-berkas yang bapak minta." 

"Baiklah terima kasih. Ah, jangan lupa suruh seseorang untuk merapikan meja ini. "

Pria tersebut membalasnya dengan sebuah anggukan. 

"Rey? Nggak, nggak mungkin kalau dia. Dia sudah tiada," ucap Alex. 

Alex alias Rey palsu kembali mengingat kejadian enam bulan yang lalu, tepatnya sesudah kecelakaan yang menimpa Rey. Sesudah ia merubah wajahnya menjadi Rey, ia pergi ke rumah Rey pada tengah malam. Awalnya Naina merasa aneh, karena tubuh Rey yang palsu ini tidak terlihat seperti Rey yang asli. Rey yang ini terlihat memiliki tinggi yang hampir setara dengan Naina. Gaya, serta warna rambut pun berbeda. Rey memiliki postur tubuh tinggi dan rambutnya selalu tertata rapi berwarna hitam. Sedangkan, Alex memiliki warna rambut sedikit kecokelatan serta sedikit berantakan. 

"Kenapa tubuhmu tidak terlihat seperti biasanya? Kau memiliki tinggi yang hampir setara sepertiku?" ledek Naina. 

Alex membalas pertanyaan yang dilontarkan kepadanya dengan sebuah senyuman tipis.

"Ah, kamu mengecat warna rambut. Lumayan."

Alex tak membalas satu katapun ucapan Naina. Ia hanya duduk diam terpaku merasa gugup. 

"Ya jangan marah dong. Aku kan cuma bercanda," ledek Naina dengan terkekeh. 

Kertas-kertas yang berserakkan sudah ditata dengan rapi. Tetapi, Alex belum juga kembali sadar dari lamunannya. 

"Pak?" tanya pegawainya.

Sekali lagi ia memanggil. 

"Pakk? "

Alex yang tersadar dari lamunannya membalas panggilan tersebut, "Ah, iya. Sudah selesai?"

"Sudah pak."

"Terima kasih ya."

Pria bertopeng itu kembali bertemu dengan Alex. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja ia muncul di hadapan Alex. Alex merasa aneh dengan pria ini, kenapa ia selalu mengenakan topeng?

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Alex. 

Alex menutup pintu dengan kalang kabut supaya, tak ada seorang pun yang mendengar pembicaraan mereka. Pria bertopeng itu memiringkan kepalanya. Entah mengapa ia enggan membuka topengnya.

"Apa kabar?" tanya pria bertopeng itu. 

Alex menelan ludah dengan jantung yang berdegup kencang.

"Baik," jawabnya dengan cepat. 

Pria itu duduk di atas meja dan memainkan sebuah gunting di tangannya. 

"Kapan bagianku akan kau serahkan?" 

"Maksudmu?" tanya Alex. 

"Sudahlah, jangan berlagak bodoh! Selama ini aku yang membantumu. Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau. Dan sekarang aku menginginkan bagianku," jelas si pria bertopeng. 

"Tidak! bagaimana aku bisa."

Pria bertopeng itu mendesis kesal. Tiba-tiba, Alex memanggil-manggil seorang penjaga yang berada di depan ruangannya. 

Alex berteriak, "Penjaga! Penjaga! Ada orang tak dikenal masuk ke ruanganku!" 

"Bodoh! Apa yang kau lakukan?!" bentak pria bertopeng. 

Dengan cepat pria tersebut kabur lewat jendela dan turun menggunakan tali. Hebat sekali dia, selalu berhasil kabur lewat jendela. Apakah ia berguru dengan Spiderman? Ah, kurasa tidak. Mana mungkin Spiderman akan sudi mengajarinya cara memanjat dinding.

Saat penjaga datang, pria bertopeng tadi sudah pergi. Lambat, sebuah sudah terlambat. 

"Kenapa kalian lama sekali?!" bentak Alex. 

"Maaf pak."

"Sudah, pergilah! Tambahkan penjaga di sekitar ruangan saya paham?!" perintah Alex. 

"Baik pak."

"Ck, sialan! kemarin ada orang menerorku dengan secarik kain. Sekarang pria sialan itu datang." Alex mengacak-acak kasar rambutnya. 

***

Detik-detik pertunangan Joy semakin dekat. Acara tersebut akan digelar pada malam hari di kediaman keluarga Wijaya. Segala persiapan sudah siap tepat pada waktunya yaitu, selesai pada sore hari. 

"Joy! kamu kelihatan cantik banget," ucap Naina dengan menghentak-hentakan kedua kakinya. 

Memerah lah pipi Joy tersipu malu. Ia memutar bola matanya dengan cepat. 

"Ah ayolah kak, lihat kamu! kamu terlihat lebih cantik."

"Kita kan cewek jadi, semua cewek itu cantik engga ada yang ganteng," Naina dan Joy terkekeh. 

Ya, begitulah wanita. Jika dipuji mereka akan melemparkan pujiannya kepada orang lain, terus menerus seperti itu. 

"Oh, iya. Aku mau telepon kakakmu dulu ya."

Tangan Naina masuk ke dalam tasnya mencari-cari sebuah ponsel. 

"Ah, ketemu. "

"Halo Rey, nanti malem jangan lupa! Awas kalau sampai lupa."

"Hem ... mana mungkin aku lupa," jawab Alex di seberang sana. 

"Oke , sip. Aku tutup ya teleponnya. Bye!"

Alex merasa malas sekali berhubungan dengan keluarga Rey. Ia merasa seperti sedang diinterogasi oleh polisi, kalau sedang berbincang-bincang dengan keluarga Rey. Mereka sering bertanya tentang perubahan drastis yang dialaminya. Rey yang asli bersikap hangat dan senang bergurau. Sedangkan, Rey yang ini alias Alex. Terkadang terlihat freak, dan jarang tertawa. Ia selalu bersikap hangat jika sedang bersama Naina saja. Karena sekarang ia menggunakan identitas Rey, mau tidak mau, terkadang harus memaksakan perilaku yang tidak mencerminkan wataknya.

"Cape juga make identitas orang. Apa selamanya aku harus hidup kayak gini?" Alex meletakkan kepalanya di atas meja.

***

Rey terus mengamati kediaman keluarga Wijaya,  yaitu rumah kedua orang tuanya. Terlihat suasana begitu ramai dan orang-orang terlihat sedang sibuk mempersiapkan suatu acara. 

"Ada apa ini ramai-ramai?" batin Rey. 

Ingin sekali rasanya ia berlari masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Tetapi, sayangnya hal tersebut sangat mustahil.

"Lihat saja kau Naina, Alex. Aku akan mengambil kembali semua yang seharusnya milikku."

Rey mengepalkan kedua tangannya. Rahangnya mengeras dan matanya sedikit berair. Ia mencoba untuk menenangkan diri dengan pergi ke taman yang tak jauh dari rumah ayahnya. Saat usianya masih anak-anak, ketika sedang bersedih, ia pasti akan berlari ke sana. 

Rey melihat sebuah mobil BMW 320i berwarna hitam terparkir apik di sana. Ia bertanya-tanya, siapakah orang yang senang berada di sini selain dirinya. Terlihat seperti sepasang kekasih sedang bertengkar di belakang mobil.

"Aku akan tanggung jawab tenang aja ya, ini nggak akan lama. Sabar sedikit lagi ya," ucap seorang lelaki tak dikenal itu.

Rey menguping pembicaraan mereka di balik pohon besar yang cukup untuk menutupi tubuhnya. 

"Hiks, hiks. Janji ya? "

"Iya, aku cuma mau ambil harta milik Joy aja. Jangan khawatir, yang aku lakuin ini buat kita semua." 

Rey membulatkan matanya. Perasaan marah dan sedih semuanya menjadi satu. Ia tidak bisa marah karena saat ini, dirinya tidak memiliki identitas apapun. Rasanya ingin sekali menghantam pria tersebut dengan batu yang ada di bawah kaki Rey. 

"Beraninya kau main-main dengan adikku! Lelaki brengsek sudah menghancurkan harga diri wanita, kini ia ingin menghancurkan hidup adikku?! Aku akan membalasmu nanti!" Rey merekam segala pembicaraan yang sedang berlangsung di antara mereka. Celaka, bagaimana Rey mengungkap kebenaran ini? Ia tidak bisa masuk ke dalam rumah jika tidak mempunyai kartu undangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status