Share

Kejutan Mas

Kejutan Mas

Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, tidak ada orang yang mengawasi kami. Sopir yang tadi bersama nenek juga telah masuk duluan, jika pun hanya rekaman CCTV pasti tidak terlalu jelas.

Aku mengajak nenek ke tempat yang minim pencahayaan. Ternyata hak ku masih dipertahankan oleh nenek, sedangkan tante Ratu dan om Firman hanya mengelolanya saja.

"Untuk sekarang lebih baik kita sabar dulu, Nenek jangan bilang ya jika sudah bertemu aku kembali. jika Tante Ratu dan Om Firman tahu aku di sekitar mereka. Pasti aku akan dicelakai," ujarku. Mereka berdua tak segan menyingkirkanku.

"Yang penting kita ke notaris dulu, kamu harus menandatangani semua warisan yang telah diberikan oleh orang tuamu dan sah menjadi milikmu," ucap Nenek. Ya, di situ tertulis jika aku berusia 21 tahun maka warisan akan sepenuh menjadi milikku. Sedangkan usiaku sekaranv sudah, 25 tahun.

"Dua hari lagi kita bertemu. Nenek ada ponsel kan, aku akan memberikan nomorku untuk kita berkomunikasi."

Nenek mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, kemudian aku mengetikkan nomorku dan memberikan dengan kontak "Nana" ini nek nama kontak ku bernama Nana, Nenek ingat ya.

"Iya Nenek ingat, walaupun nenek sudah tua tapi belum pikun," jawab Nenek.

Aku sangat bersyukur sekali.

"Apakah mereka baik pada, Nenek?" tanyaku.

"Sama sekali tidak, mereka itu jahat dan penuh tipu daya, Najwa. Belasan tahun Nenek hidup bersama mereka, rasanya seperti di dalam neraka dunia," sudut mata Nenek berembun. Seberapa dalam sakit yang mereka torehkan? Aku menghela nafas, seperti dugaanku Tante Ratu dan Om Firman hanya memikirkan diri mereka.

"Tapi seingatku, mereka itu tidak mempunyai anak dulu, Nek," tanyaku menelisik.

"Memang mereka tidak mempunyai anak, Delia itu adalah anak angkat. Mereka bertiga lah yang menikmati semua harta warisanmu, Najwa. Nenek sangat sakit hati melihat mereka, tapi tidak bisa melawan semua perbuatannya. Karena mereka mengancam akan mengusir Nenek dari rumah ini, ke mana lagi Nenek akan pergi di usia senja seperti ini," keluh nenek padaku.

Kami berdua telah disakiti.

"Besok setelah Najwa mengambil semuanya, kita yang akan mengusir mereka dari sini. Nenek Sabar ya, dan Najwa pulang dulu. Ingat rahasia kita tadi," ujarku.

Nenek tersenyum dan mengangguk.

"Nenek jaga kesehatan, Najwa akan kembali ke sini pada waktu yang tepat,"

"Hati-hati sayang," ucap Nenek.

Terenyuh dengan perkataannya, rasanya tak ingin berpisah. Tapi aku harus bersabar untuk saat inin.

Kemudian aku memilih pergi dari rumah itu terlebih dahulu. Percuma saja aku meminta cerai di depan Mas Beni tadi, pasti aku akan semakin diolok oleh mereka. Dedangkan Delua saja tidak peduli pada status Mas Beni.

Aku Kembali menuju mobil. Deperti benang merah aku kembali menemukan anggota keluarga, yang lama telah terpisah dariku. Selama ini aku kesulitan mencari, karena mereka saja sudah pindah ke rumah ini, dan beda kota.

Terdengar pintu dibuka. Aku sengaja tidak menutup nya.

"Najwa, kamu belum tidur?" tanya mas Beni menghampiriku yang duduk di sofa sendirian.

Mas Beni ingin menyentuhku, namun aku menepisnya.

"Kenapa? Kita masih suami istri bukan," ujarnya seperti tidak merasa bersalah.

"Aku ingin kita bercerai, aku akan menggugatmu!" ucapku.

"Baiklah, aku juga tidak akan menahanmu untuk menggugat perceraian kita. Aku sudah mencintai Delia dan tidak bisa lagi berpaling darinya," tutur Mas Beni yang merasa tidak keberatan.

"Karena dia kaya dan cantik," timpalku.

"Kenapa, kamu iri dengan Delia seorang pramugari cantik, kaya, sangat beda jauh denganmu!" ucapan itu keluar dari muluf Mas Beni diiringi tawa kecilnya yang jelas membandingkanku dengan wanita itu.

"Sama sekali aku tidak iri. Selamat ya kamu bisa mendapatkan wanita seperti dia, semoga saja dia tidak Jatuh miskin lantas kau akan meninggalkannya," selorohku.

"Jatuh Miskin? Tentu tidak dia itu kaya raya beda denganmu, kekayaannya tidak sebanding dengan yang kamu miliki Najwa. Apalagi dia itu pewaris tunggal tujuh turunan hartanya gak akan habis!" jawab Mas Beni angkuh membanggakan Delia.

Aku tersenyum getir menanggapi ucapan Mas Beni barusan

"Aku realistis Najwa, ya Jujur aku memang realistis sebagai pria. Aku tampan aku juga layak mendapatkan istri yang lebih baik darimu!" ujarnya kembali.

"Baiklah,,silahkan pergi dari rumahku!" ucapku tanpa ragu.

Mas Beni bangkit dari duduknya. Aku menarik koper kecil yang berada di dekatku sedari tadi telah ku persiapkan, dan melemparnya ke hadapan Mas Beni.

"Itu pakaianmu sudah ku kemasi, bawalah pergi karena kamu tidak mempunyai apapun untuk dibawa lagi kecuali pakaian itu," ujarku dan di sambut seringai dari Mas Beni.

"Selamat menikmati kesendirianmu Najwa, tidak ada yang sayang padamu. Siapa yang akan menyayangi wanita aku sepertimu!" dan menatapku remeh, sekali lagi mas Beni menghinaku.

Tak apa, aku masih menerimanya, ada saatnya nanti dia akan kalah telak. Aku menuju pintu keluar cukup membuatnya diam dan pergi dari rumah ini.

Semoga kamu tidak menyesali ucapanmu barusan Mas.

Mas Beni pergi meninggalkan rumahku, rencana baru akan kumulai untuk membalas.

Aku baru saja pulang joging dan ingin membuka pagar rumah ternyata ada ibu-ibu komplek sedang belanja sayur.

"Mbak Najwa, gak belanja?" tanya Mbak Anita padaku.

"Dia gak belanja di sini, tapi di supermarket! Padahal masak juga jarang." ujar Mbak Husna yang ada di sana.

"Hati-hati loh Mbak, kalau gak mau masak. Nanti suaminya cari yang lain, jangan sibuk berkarir aja!" timpal Ibu-ibu yang lain berambut ikal.

"Memang mereka telah berpisah, kasihan adik ipar saya gak betah punya istri kayak dia. Karena terlalu sombong!" timpal Mbak Husna kembali.

Aku menghampiri mereka yang mulai membicarakan diriku.

"Coba kalian lihat ini, pencuri masuk rumah saya. Perhatikan siapa mereka," ujarku sambil memperlihatkan rekaman cctv saat Mbak Husna dan Sania mencuri di kamarku.

"Ya ampun Mbak Husna, selama ini jelekin Najwa tapi mencuri di rumahnya!" ucap Mbak Tari yang lain ikut menatap tajam Mbak Husna yang ember itu.

"Mbak siap-siap aja, nanti di ciduk polisi!" ucapku dan pergi meninggalkan tempat itu.

Raut wajah Mbak Husna padam dan merasa malu di hadapan ibu-ibu komplek, sampai ia tak sanggup berkata-kata.

Biar saja Mbak Husna panas dingin karena gertakan ku.

Aku masih di kantor, panggilan masuk dari Mas Beni. Ku. reject panggilan nya. Kemudian pesan menyusul.

[Najwa..! Kau membuatku di pecat. Mari kita bertemu dan klarifikasi pada atasanku tentang video itu.]

Aku tidak akan mau klarifikasi apapun Mas, ini baru awal.

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Hermansyah
ceritanya sih bagus sayang dalam mengetiknya banyak yang ketik.
goodnovel comment avatar
Zoeya Zunaira
cerita yang mengaduk emosi
goodnovel comment avatar
Isabella
kapaokmu kapan ..... ini cerita yg seru craft cret cret cret
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status