Sepulang dari pasar, aku begitu terkejut melihat Mas Rama sudah berada di halaman rumah dan berbincang-bincang dengan pak Ahmad. Entah angin apa yang telah membawanya kemari."Assalamualaikum." Sapaku tetapi tidak dengan Niken dia langsung berlalu saja dari hadapan papanya seakan tidak pernah mengenali sama sekali."Wa alaikum salam. Niken gak kenal lagi sama Papa ya, Nak?" Tanya Mas Rama yang sedang berdiri di halaman rumah dan menatap nanar kepada anak gadis semata wayang kami."Saya tinggal dulu, Pak Rama." Pak Ahmad permisi pulang karena orang yang ditunggu Mas Rama sudah datang."Oh ya ya, Pak. Terima kasih teh manis dan gorenganya." Ucap Mas Rama sumringah. Iyalah Mas Rama bahagia karena sudah mendapat teh manis dan gorengan gratis. Kalau beli mana mau dia membelinya. Suamiku kan makhluk paling pelit sedunia. Jangankan untuk orang lain untuk dirinya sendiri aja pelitnya minta ampun.Setelah kepergian Pak Ahmad, nampaknya Mas Rama ingin mengajak Niken berbicara. Mungkin dia sudah
"Oh iya. Kenalin dong selingkuhan kamu sama aku." Setelah menyakiti dan mengkhianati masih berani juga lelaki berkaos biru itu menjumpai kami lagi. "Apa maksudmu, Dek?" "Saranku ya? Mas! Lebih baik kamu itu nikahin aja dia dan ceraikan aku. Dia itu nampaknya cocok jadi istri dan menantu ibu, dibandingkan aku hanya perempuan desa yang tidak ada kerennya sedikitpun. Wanita yang hanya bisa dikuras uangnya saja. Tetapi malu untuk diajak bertemu kawan atau kerabat." Sindir aku. "Kamu apa-apaan sih." Lelaki yang masih berstatus suamiku itu tetap tidak mengakui kesalahannya. Lelaki sok suci dan tidak tahu malu. "Mas, Aku ini bukan wanita yang bisa menghabiskan uang untuk beli skincare dan baju-baju mahal. Lagian bagaimana mau keren jika uang dari hasil aku bekerja habis buat membiayai keluarga suamiku. Ups!" Aku berpura-pura keceplosan dengan menutup mulutku dengan telapan tangan. "Selingkuhan apa sih, kamu jangan menuduh Mas macam-macam. Mas itu gak pernah selingkuh. Atau kamu itu seng
"Kamu mau kemana, Dek?" Tanya Mas Rama saat aku keluar, hendak menunggu taksi online yang sudah aku pesan sejak tadi diwaktu kami masih di dalam kamar."Mas gak perlu tau kemana kami mau pergi. Mas urus saja selingkuhan dan adik Mas yang lebih membutuhkan perhatian. Saya ini hanya orang lain jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujarku seraya berjalan menuju ke pinggir jalan untuk menunggu jemputan. Ingin rasanya segera menghilang saja dari hadapan Mas Rama. Lelakiku hanya datang saat dia butuh saja. Jika tidak, bayangannya saja tidak nampak dari hadapanku."Yang Mas nanya lain, kenapa malah jawabnya lain, Dek? Bikin naik darah aja kamu. Jangan buat kesabaran suamimu ini habis." Dengan kesal Mas Rama menonjok dinding ruang tamu sekejap aku melihat beliau menggigit kepalan tangannya. Mungkin Mas Rama sedang menahan rasa sakit. Biasalah, lelaki yang hanya berlindung diketiak mamaknya, sekarang sok jagoan. Baru segitu saja sudah kesakitan."Udahlah, Mas. Tolong jangan ganggu kami lag
"Ma, kita mau kemana, sih? Masak Mama main rahasia-rahasiaan sama anak sendiri." Tanya Niken saat kami sudah berada dalam taxi online yang akau pesan untuk berangkat ke rumah Haji Bakri. Beliau adalah seorang kontraktor yang sudah sangat berpengalaman dalam bidangnya. "Kita mau ke rumah Haji Bakri, Nak. Kamu masih ingat 'kan? Bapak-bapak yang pernah ke rumah nenek saat kakek meninggal?" Tanyaku pada Niken dan nampak anak itu sedang berfikir keras mengingat-ingat rupa orang yanag melayat waktu itu. "Oh ya ... ya. Niken ingat, Ma," ucap anakku sambil mengetuk-ngetuk dagunya seolah-olah sedang berfikir keras. Aku tersenyum sendiri melihat tingkah anak semata wayang kami. "Terus mau ngapain kita ke sana? Kan lebaran masih lama, Ma." Tanya Niken dengan polosnya. Ingin rasanya aku tertawa melihat kepolosan gadis kecilku. "Ya elah. Nak ... Nak. Masak mau silaturrahmi harus nunggu lebaran sih? Ada-ada aja anak Mama sekarang ya!" Tukasku seraya membelai lembut pucuk kepala gadis kecil penyu
"Jawab dulu pertanyaanku. Kenapa kamu hanya berdua dengan anakmu, Nes? Kok seperti orang baru diusir saja. Suamimu mana?" tanya Raka dengan mata mendelik."Apa kemana-mana harus pergi sama suami? Aku ini wanita mandiri, Raka. Semua bisa aku kerjain sendiri tanpa bantuan suami atau siapapun. Apa ada yang salah jika aku pergi kemana-mana tanpa suami?" Aku balik bertanya."Iya salah lah, Nes. Kamu kan sudah berumah tangga. Masak suamimu membiarkan kamu berdua saja sama anak kecil pulang kampung. Bukan gak jauh dari tempat asal suamimu kesini. Butuh delapan jam 'kan?""Aku aja biasa aja kalau mau kemana-mana sendirian, Raka. Kamu aja yang terlalu berlebihan," jawabku santai."Bukan berlebihan, Nes. Bagaimanapun aku masih sayang sama kamu. Jadi aku gak mau kamu kenapa-kenapa." Degh ... tiba-tiba jantungku seakan berhenti berdetak. Disatu sisi ada bunga-bunga bahagia mendengar pengakuan Raka tapi disisi lain aku merasa sedih karena bagaimanapun kami tidak akan bisa hidup bersama."Apaan sih
"Biasa anak-anak. Bapak, apa kabar? Sehat ''kan?" Tanyaku basa basi seraya berdiri lalu mengulurkan tangan untuk menyalaminya. "Sehat. Alhamdulillah, Nes. Kamu bagaimana kabarnya, Nak. Dengan siapa kamu kemari? Suamimu gak ikut?" tanyanya seraya mengedarkan pandangan ke seluruh tempat. "Berdua saja sama anak saya, Pak. Mas Rama lagi banyak kerjaan makanya gak bisa ikut," ujarku menjelaskan. "Semoga kalian berdua akur-akur saja ya, Nak. Karena Bapak dengar kamu sudah gak harmonis lagi sama suamimu, apa iya?" Tanya pak Haji Bakri. Aku jadi serba salah. Malu masalah rumah tanggaku didengar oleh Raka. "Ayo Niken. Kita beli jajan." Belum sempat aku menjawab pertanyaan Pak Haji Bakri, Raka sudah memotong pembicaraan kami. "Mau kemana? Jangan pergi dulu Raka. Masak lagi ada tamu kamu malah keluyuran." Pak Haji Bakri sangat heran melihat tingkah Raka yang tiba-tiba mau pergi saja dari hadapanku. "Bukan mau keluyuran. Kasian anaknya Agnes harus mendengarkan pembicaraan pakde barusan tenta
Tidak berapa lama kami menunggu, akhirnya Raka pulang juga, yang jelas dengan Niken. Anakku sangat bahagia karena puas bermain-main ditempat bermain anak. Senyum kebahagian menghias manis disudut bibirnya."Ma, Niken dibeliin boneka sama Om Raka. Dibeliin jajan juga." Niken mengeluarkan begitu banyak jajan dan kantong belanjaan."Wih banyak banget. Udah bilang terima kasih pada Om Raka, Nak? Tanyaku basa-basi seraya melirik kearah Raka sekilas. Nampaknya dia begitu bahagia bisa jalan-jalan dengan Niken. Mungkin betul juga apa yang dikatakan Pak Haji Bakri, kalau Raka sedang rindu sama anaknya yang sudah duluan dipanggil sama Yang Maha Pencipta."Udah kok, Ma. Mana mungkin Niken gak mengucapkan terima kasih pada orang yang begitu baik terhadap kita." Ucap Niken"Om masuk dulu ya, Niken. Gerah kali. Om mau mandi dulu." Pamit Raka dan dia langsung saja berjalan masuk ke dalam rumah tanpa menoleh kearah Niken pun kearah aku. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan olehnya."Iya Om. Makasih
"Ya salahlah. Makanya jadi wanita itu harus sering-sering berkaca. Kamu itu harus intropeksi diri, kenapa suamimu tertarik dengan wanita lain? Jangan malah orang lain yang disalahkan. Malah orang lain yang kau sebut perebut suami orang. Emang suamimu itu barang, sehingga bisa direbut? Kalau bukan karena suamimu yang sudah bosan dan muak sama kamu tidak akan mungkin dia akan tergoda dengan wanita lain!"Aku langsung murka dan kutarik rambut wanita muda yang berumur kutaksir sekitar dua puluh tahunan itu. Anak masih bau kencur sudah merasa hebat, sudah berani menasehatiku. Dia tidak tahu bagaimana hidup dengan suami macam Mas Rama. Dia akan merasakan juga nikmatnya hidup dengan mertua dan ipar kesayangan calon mantan suamiku.Tanganku terus menarik rambutnya sehingga beberapa helai rontok dan melekat ditanganku."Sakit ... lepaskan rambutku, bajingan! Awas kamu akan kulaporkan kepada pihak berwajib atas kasus penganiayaan ini. Mas ... kamu kok diam aja calon istrimu dianiaya sama wewe g