HAPPY READING***“Apartemen kamu bagus,” ucap Willi, ia melangkah mendekati sofa dan ia lalu duduk, ketika Livy menaruh cangkir kopi di meja.“Thank you. Livy juga suka di sini, karena ada balkonnya.”“Ini kamu yang pilih sendiri?”Livy mengangguk, “Iya.”“Nice. Berapa kamar?”“Dua.”“Cukup sih kalau tinggal sendiri.”Willi menatap Livy duduk di sampingnya. Wanita itu meraih gelas dan menyesap kopinya secara perlahan. Ia juga meraih gelas itu sambil memandang Livy, wanita itu mengambil remote TV di meja, sedetik kemudian TV menyala. Acara siaran TV pun terdengar.“Boleh tanya?” Tanya Livy menatap Willi.“Boleh, tanya apa?” Willi menaruh cangkir di meja, kopi yang dibuat Livy seperti kopi pada umumnya.“Menurut kamu, apa yang membuat laki-laki jatuh cinta dengan wanita?” Tanya Livy membuka obrolan.Willi menatap Livy dengan serius, ia mulai berpikir beberapa detik, “Saya tidak munafik, hampir semua pria itu makhluk visual, dan penampilan wanita menjadi utama.”“Jujur hampir semua la
HAPPY READING***“Iya, kalau udah di depan kost kasih tau aja.”Willi mematikan sambungan telfonnya, ia menjalankan mobil lalu meninggalkan area rumah. Entahlah, ia merasa bahwa untuk saat ini ia lebih nyaman bersama Anja. Ia tahu bahwa hati itu fleksible, bentuknya bisa berubah dengan cepat. Bisa jadi hari ini mereka saling cinta dan besok mereka berubah jadi benci.Cinta itu layaknya tanaman, yang harus di rawat, di kasih pupuk, dan disiram setiap hari, agar tumbuh dengan subur. Kalau dibiarkan layu dan tidak terurus, maka perlahan akan memudar. Semoga itu tidak akan terjadi pada dirinya.***Anja bersandar di tempat tidur, Willi akan datang ke sini ada perasaan cemas menghantuinya. Ia tahu kalau hubungan mereka hanya sebatas FWB, namun tetap saja membuatnya tidak berhenti berpikir. Di satu sisi pikirannya dipenuhi oleh Richad. Tadinya ia ingin tidur saja melupkan sejenak tentang dunia.Namun beberapa menit kemudian William menelfon akan ke sini, Anja berdiri menuju jendela ia mem
HAPPY READING***Willi tersenyum, ia mengubah posisi tubuhnya menyamping menatap Anja, “Waktu kecil, saya dan dia tidak ada yang special. Jadi biasa aja, setidaknya saya sudah kenal dia siapa. Dulu tubuhnya kecil menemani saya main game. Lalu bertemu lagi dan dia sudah menjadi wanita dewasa, kira-kira seumuran kamu, lebih muda dia sih satu atau dua tahun dari kamu.”“Ngobrolnya gimana? Nyambung?”“Lumayan.”“Kencan beberapa kali lagi, kamu pasti akan klik sama dia,” gumam Anja.Willi tertawa, ia menangkup wajah cantik itu, “Kamu nyuruh saya berkencan dengan dia lagi?”“Iya, buat mastiin kamu klik atau nggak sama dia.”“Dan kamu?”“Saya tetap jadi FWB kamu Willi, saya tidak akan marah walau kamu sudah menikah sekalipun dengan Livy. Namanya Livy kan?”“Iya, namanya Livy.”“Aku nggak masalah.”“Menurut kamu bagaimana?” Tanya Willi.“Ajak dia kencan sekali lagi, why not? Tapi kamu suka atau nggak sama dia?”“First impression, dia oke menurut saya.”Anja tersenyum ia menyentuh dada Willi,
HAPPY READING***“Enggak sama sekali,” ucap Anja terkekeh.“Dasar ya mesum.”“Terus lo gimana nanti?”Anja mengedikan bahu, “Tau deh, yaudah jalanin aja.”“Terus William?”“William masih jalan, tadi malam aja masih ke kostan.”“Richad dan William, oke mana?” Tanya Juliet penasaran, ia menghentikan mobilnya di coffee shop.“Sama aja sih, tipe bos maha segalanya, dialah sang pemilik semesta alam.”Juliet mendengar itu lalu tertawa geli, “Si Richad itu kayak pak Emmanuel nggak sifatnya? Atasan lo yang dulu.”“Enggak tau, kan dia baru sama gue.”“Kalau pak Emmanuel gimana?”“Pak Emmanuel selama gue kerja sama dia, lumayan keras kepala, kalau ada kerjaan lama banget selesainya, padahal gue kan time table banget. Vendor dan klien itu udah nungguin, tapi nggak peduli, dan harusnya si vendor dan klien nungguin dia. Dia suka marah-marah kalau kerjaan pihak ketiga lama. Tapi kalau udah selesai marah dia suka traktir gitu.”“Kurang lebih si Richad kayak gitu, kayak buah jatuh nggak jauh dari p
HAPPY READINGBeberapa saat kemudian Richad sudah tiba di office, ia melewati koridor. Tatapannya teralihkan pada sosok Anjani yang berada di meja kerjanya. Wanita itu menyadari kehadirannya, dan mereka saling berpandangan satu sama lain. Jujur masih membekas dalam ingatannya tentang ciuman mereka tadi malam. Ia melangkah tanpa senyum dan melewati Anjani, lalu masuk ke dalam ruangannya.Ia masuk, menatap sekretaris mantan ayahnya masih bekerja di sana. Sebenarnya pekerjaan wanita itu sudah cukup baik, namun sudah saatnya dia berkembang dengan posisi lain. Ia tidak akan membiarkan sekretarisnya itu selalu berada di zona ini dan dia memiliki potensial untuk jabatan lain. Ia akan memindahkan dia ke staff ahli dan ternyata sekretarisnnya mau. Saat ini HR, sedang hire sekretaris baru untuknya.“Ini pak berkas-berkas yang perlu bapak tanda tangani.”“Terima kasih,” ucap Richad, ia memandang ke arah map yang berisi beberapa laporan.“Oiya, kamu tolong panggil Anjani ya, suruh ke ruangan say
HAPPY READINGSeperti biasa, makan siang kali ini ia menemani Richad luch, yang sepertinya ini akan menjadi rutinitasnya sehari-hari. Namun apa daya pria itu selalu menghampirinya di kubikel. Ia menjadi pusat perhatian oleh seluruh karyawan yang berada di sana. Ia sampai bingung bagaimana menjelaskan kepada pak Richad kalau yang dia lakukan itu membuatnya tidak enak oleh karyawan lain, bahkan ada beberapa karyawan yang biasanya biasa-biasa kepadanya, kini terlihat segan, karena statusnya saat ini dekat dengan pak Richad. Jika seperti ini ia menjadi kurang leluasa, dengan predikat dekat dengan pak Richad.Anja meneguk sparkling water, ia menatap pak Richad. Ia berharap pria itu tidak membahas tentang ciuman mereka tadi malam. Masalah ciuman di umur segini, bukan menjadi persoalan besar untuknya. Ia sudah 30 tahun, dan itu bukan pertama kalinya ia lakukan dengan seorang pria. Mereka bukan anak ABG lagi, ia yakin Richad juga sudah pernah melakukan hal lebih dari itu. Tadi malam ia sudah
HAPPY READING***Anja menatap Richad, ia sekarang paham di balik sikap egoisnya pria itu bertanggung jawab. Ia tahu kalau pria yang bertanggung jawab akan senantiasa menepati janji yang dia buat. Tentu saja ia sebagai wanita ingin mendapatkan pasangan yang bertanggung jawab. Dan yang paling penting pria seperti Richad pasti pria yang mendambakan pernikahan dan keluarga yang utuh.Ia pernah membaca tweetan twitter pepatah mengatakan kalau menikahlah dengan pria yang mau menghubungi kembali setelah bertengkar. Menyelesaikan masalah dan kembali mengingatkan padanya bahwa betapapun sulitnya keadaan dia tidak akan meninggalkan. Dia enggan lari dari kenyataan dan bertanggung jawab atas perasaan. Dia akan menjadikan keluarga harmonis sebagai prioritas hidupnya. Itu sudah membentuk dogma dalam hidup pria itu.Ia akui kalau Richad dan William memiliki arah yang berbeda dalam pandangan sebuah hubungan. Namun jika boleh memilih tentu semua wanita menyukai pandangan Richad, dia bertanggung ja
HAPPY READING***Ia melihat papi, Tobias dan Felix sudah duduk di kursi, di hadapan mereka sudah tersusun rapi table manner. Ia lalu duduk si samping mas Felix. Ternyata mereka Mereka hanya perlu menunggu keluarga William hadir di sini, katanya sebentar lagi tiba. Livy melihat jam di tangannya menunjukkan pukul 18.50 menit.“How do you feel?" Tanya Felix kepada adiknya, karena ini merupakan keputusan yang tepat bahwa adik satu-satunya maju duluan untuk menikah. Memang kata orang kalau anak perempuan itu memang mudah diatur.“Fine, agak nervous sih.”“Bukannya kemarin udah ketemu?” Tanya Tobias kepada adiknya.“Udah, tapi kan ini beda, rame-rame. Mana ada orang tuanya juga.”“Semangat dong,” sahut Felix.“Ini nih gara-gara mas Tobi sama mas Felix, harusnya mas berdua nih yang nikah duluan.”Tobias dan Felix tertawa, “Kita berdua sibuk dek.”“Sibuk apaan.”“Sibuk kerja, ngurusin perusahaan.”“Dasar ya. Emang umur mas yang hampir kepala empat gini, emangnya nggak punya pacar.”“Punya ba