"Masuk," titah Yusuf sambil membukakan pintu mobil mewahnya untuk Bella.
Bella mematung terheran-teran. "Ma-mau ke mana ini, Pak?"
"Masuk!" ulang Yusuf tegas.
Mau tak mau, Bella masuk dan duduk di sebelah kursi pengemudi, kemudian Yusuf ikut masuk dan duduk di belakang kemudi.
Cuma berdua? Batin Bella makin kebingungan. "Pak ... Ini mau ke mana, ya ...?" lirih Bella sambil memijat kedua tangannya di atas paha.
Tanpa penjelasan, Yusuf menginjak gas dan melajukan mobilnya membelah jalanan Jakarta yang padat merayap.
Selama di perjalanan, keduanya sama-sama diam, Bella bungkam dalam kegelisahan sekaligus ribuan tanda tanya. Satu yang pasti, aroma parfum Yusuf yang maskulin begitu menyengat hidung Bella sampai rasanya gadis itu melayang dibuatnya.
Dan setelah hampir dua puluh menit berputar-putar di jalanan ibu kota, mereka akhirnya sampai di sebuah mal besar. Setahu Bella, pusat retail itu juga milik keluarga Pak Abizard, tapi dia sama sekali tak tahu apa alasan Yusuf membawanya ke sini.
"Nga-ngapain ke sini, Pak?" tanya Bella tergagap.
"Turun." Yusuf bergegas keluar tanpa menjawab pertanyaan Bella.
Kikuk, Bella menyusul langkah Yusuf yang sudah mendahuluinya agak jauh di depan. Yusuf masuk ke sebuah butik besar yang terletak di lantai tiga. Seorang perempuan cantik yang sedang merapikan sebuah gaun yang terpajang pada manekin melirik Yusuf. Air muka gadis muda berpakaian necis itu berubah semringah.
"Yusuf ...!!" serunya sambil berlari mendekat.
Yusuf yang biasa memasang muka datar pun melebarkan senyum sambil membuka kedua tangannya, gadis berambut bob blonde itu berlari lalu menghambur memeluk Yusuf erat-erat.
"Kapan kamu datang?! Kamu nggak bilang-bilang!"
"Baru kemarin, kok." Yusuf melepas pelukan hangat itu, keduanya saling bertatapan lekat untuk beberapa detik sampai sang gadis menyadari kehadiran Bella.
"Siapa?"
"Oh ... Ini ..." Yusuf terkesiap, baru dia sadari bahwa sejak tadi mereka bahkan belum saling berkenalan. "Siapa nama kamu?"
"Be ... Bella," jawab Bella pelan.
"Kamu nggak tau siapa dia tapi kamu bawa dia ke sini?"
"Dia editor junior di GLAM, aku bawa dia ke sini untuk ngeliat trend pakaian yang lagi laku di pasaran kelas menengah ke atas," beber Yusuf.
Sekarang Bella bisa mengangguk sebab akhirnya dia paham apa maksud Yusuf, walau dia masih jengkel lantaran Yusuf tak mengatakannya sejak semula. Rasa lega Bella hanya bertahan sesaat karena sekarang giliran si gadis cantik yang menatapnya lekat dari ujung kaki sampai rambut dengan mata tak senang.
"Kamu yakin ... Dia editor?" bisiknya pada Yusuf.
"Itu dia, mungkin karena itu Papa minta aku datang ke sini," sahut Yusuf penuh percaya diri.
"Oya, kita ngopi dulu, yuk! Ngobrol dulu ... Udah lama kan kita nggak ketemu. Sambil ngopi-ngopi nanti mungkin kita bisa juga bahas kerjaan."
Yusuf melirik Bella sebentar, tampak ragu-ragu, tentu akan sangat canggung apabila dia mengajak Bella ikut serta.
"Kamu tunggu sebentar ya di sini, cek aja dulu laporan penjualan bulan ini, kami mau ngopi dulu."
Tanpa menunggu persetujuan Yusuf, gadis cantik itu membuat keputusan sepihak lalu menarik Yusuf keluar dari butik meninggalkan Bella yang hanya bisa mematung seribu bahasa. Untunglah seorang karyawan yang sejak tadi memperhatikan percakapan mereka segera menghampiri Bella.
"Maklumlah, mereka itu emang sahabat dari kecil," ungkapnya. "Oya, aku Tania, aku manager toko, kamu beneran editor majalah GLAM?" tanyanya lagi seraya menjulurkan tangan kanan.
"Ya. Editor junior, kok. Aku Bella." Bella menyambut uluran tangannya. "Kamu tau kalau mereka sahabat dari kecil, apa kamu juga kenal mereka udah dari lama?"
Tania terperangah mendengar kepolosan dari pertanyaan dari Bella. "Kamu betul-betul nggak tau dia siapa?"
Bella menggeleng.
"Ya ampun! Kamu ini betul-betul editor majalah atau gimana?! Dia itu Leila Sevim, desainer terkenal! Kamu nggak kenal juga?!"
Bella menggeleng sekali lagi tapi lebih pelan. "Aku cuma pernah dengar namanya, jadi ... Dia itu yang namanya Leila? Aku baru tau kalau Pak Yusuf bersahabat sama dia, ya ... Sebetulnya aku nggak tau apa-apa tentang dia, sih." Lantas dia nyengir malu.
"Itu karena ibunya juga desainer ternama dari Turki, malah aku dengar-dengar katanya mereka itu bakal dijodohin."
"Oya?! O ... Aku nggak tau." Bella menanggapi sekenanya, dia sendiri tak begitu menaruh perhatian terhadap urusan pribadi atasannya, terlebih dia baru sehari mengenal Yusuf.
Tania tertawa kecil, menunjukkan barisan giginya yang rapi dan besar-besar. "Aku nggak yakin kamu ini editor majalah mode, sorry to say ya ... Tapi pengetahuan kamu soal dunia gaya kayaknya minim banget, kamu malah keliatan kayak jurnalis. Maaf."
"Nggak perlu minta maaf, kamu ada benernya, kok."
"Hm?" gumam Tania penasaran.
"Jujur aja, aku nggak terlalu tertarik sama dunia mode, dunia fashion apalah, glamour, model, trend ... Ha ..." Bella mengembuskan napas panjang. "Aku emang sebetulnya mau jadi editor buku atau ... Jurnalis, tapi pas magang di GLAM, aku malah jadi nyaman, dan nggak terasa aku udah jadi editor aja. Tapi ... Sekarang udah mulai keliatan masalahnya, aku nggak tau menahu soal mode, penjualan kami mulai turun, mungkin karena itu juga Pak Yusuf diminta datang."
Alih-alih menguatkan Bella, Tania justru tertawa.
"Malah ketawa! Emangnya lucu, ya?" tanya Bella.
"Habisnya ... Kamu terlalu rendah diri. Itu kan pekerjaan kolektif, nggak mungkin banget gara-gara satu editor, perusahaan jadi di ujung tanduk. Nggak usah nyalahin diri gitu."
Bella cuma bisa mengembuskan napas panjang, benar juga apa yang dikatakan Tania. "Makasih ya, kita baru banget kenal, tapi kamu udah baik banget sama aku."
"Santai aja kali, toh mana tau emang kamu perlu bantuan, sebagai bawahan dari Leila, udah seharusnya aku bantu kamu. Eh, tunggu bentar ..." Tania pergi sebentar mendekati meja kasir lalu mengeluarkan sebuah berkas dari laci, kemudian dia kembali dan menyerahkan kepada Bella. "Ini buku penjualan bulan lalu, bisa kamu liat."
"Nggak apa-apa aku liat?"
"Ya iyalah, kamu ke sini untuk survei, kan?"
"Makasih ..."
***
Hampir satu jam lamanya Bella menunggu sampai Yusuf kembali, dan setelah Yusuf kembali pun, mereka tak langsung pergi, mereka masih harus menuntaskan tujuan utama mereka datang ke butik milik Leila.
"Kayaknya kami harus balik sekarang, udah mau jam makan siang, Bella juga masih ada kerjaan di kantor," ucap Yusuf.
Bella menjerit dalam hati, sudah sejak tadi dia menantikan hal ini. Akhirnya dia bisa lepas dari neraka pakaian yang menyesakkan.
"Ya ... Kita baru aja ketemu lagi ..." Leila cemberut. "Tapi tunggu bentar!" Leila pergi sebentar, masuk ke dalam kantornya yang terletak di bagian belakang butik, dia kembali dengan sebuah amplop di tangan. "Fashion show buat bulan depan! Kamu harus datang!"
Yusuf menerima amplop itu dengan senyum bangga. "Kamu emang cewek hebat, La. Tiap musim kamu selalu ngeluarin sesuatu."
"Ya, dong!" Leila melirik Bella sedetik. "Kamu juga bisa datang," katanya sinis.
"Pastinya. Cewek kayak dia emang harus sering-sering diajak ngeliat fashion show supaya matanya terbuka," sindir Yusuf yang membuat Bella serasa menelan pil pahit sebesar ibu jari. "Kami balik dulu ya, La. Makasih udah mau bantu. Kapan-kapan datang ke rumah buat makan malam, ya."
"Aku pasti datang kalau diundang! Aku juga udah lama ketemu sama Om Abizard." Leila mengecup pipi Yusuf lalu mengumbar senyum lebar.
Sesaat Bella terpana, menyadari betapa cantiknya gadis itu. Jika benar Yusuf akan menikah dengannya, bukankah mereka akan menjadi pasangan sempurna? Bak seorang pangeran menikahi tuan putri, sama-sama kaya raya, serta tampan dan cantik. Sekejap timbul rasa iri yang melintas dalam benak Bella, gadis sepertinya hanyalah sebutir debu di hadapan Leila, bahkan dia bisa berada di butik ini tak lain adalah sebuah keajaiban.
Mobil mewah milik Yusuf berhenti tepat di depan sebuah rumah besar berlantai tiga dengan halaman luas yang ditumbuhi rumput jepang serta dipagari pohon-pohon taman setinggi rata-rata orang dewasa.Dengan wajah tak senang, Yusuf masuk ke dalam rumah, dan segera disambut oleh seorang pelayan paruh baya. "Pak Abizard sudah pulang, Beliau menunggu Anda di meja makan," ungkapnya tanpa basa-basi.Seolah sudah mengetahui hal tersebut, Yusuf tak bereaksi sama sekali. "Bilang saya sudah makan," katanya tawar seraya bersiap untuk menaiki anak tangga.Namun sebelum Yusuf menginjak anak tangga pertama, sebuah suara menahan langkahnya, "Kamu nggak kangen sama Papa, Yusuf?"Yusuf melirik ayahnya dengan berat hati, "Aku capek, lain kali aja ngobrolnya.""Kamu tau Papa sangat menghargai kerendahan hati kamu yang sudah bersedia untuk datang ke sini membantu bisnis Papa.""Bukan berarti semuanya udah balik normal, Pa," tegas Yusuf."Papa tau Papa bersa
"Apa-apaan itu tadi? Kamu nggak tau berapa banyak wartawan di depan? Kamu nggak sadar kamu keliatan kayak orang aneh berdiri sendirian di sudut gitu?"Bahkan sampai setelah mereka berada di aula, Yusuf tak berhenti mengomeli Bella."Ya ... sekuritinya nggak bolehin masuk, Pak.""Ya wajar! Emang itu tugas dia!" sambar Yusuf cepat sambil merogoh sakunya. "Sini hape kamu!" pintanya cepat.Walau sempat bingung, Bella buru-buru menyerahkan ponsel pintarnya kepada Yusuf, dan beberapa detik kemudian dikembalikan."Udah saya save nomor saya di situ. Hubungi kalau penting," kata Yusuf datar. Bella mengangguk sekenanya sambil memasukkan ponsel pintarnya kembali ke dalam tas tangan.Pandangan Yusuf beredar sebentar menyisir aula sebelum kembali terarah pada Bella, barulah dia sadari penampilan Bella seutuhnya. "Kamu kira ini pesta kawinan apa?" kritiknya sambil mendecakkan lidah lagi."Ma-maaf, Pak ... terlalu kasual, ya?" Bella menggaruk tengku
Bella masih terkekeh dengan tubuh sempoyongan ketika Yusuf menyeretnya ke area parkir hotel berbintang tersebut."Ngerepotin aja!" damprat Yusuf sambil menuntun Bella untuk duduk di kursi depan mobilnya.Setelah dia memasangkan sabuk pengaman di tubuh Bella, Yusuf duduk di kursi pengemudi dan mulai menyalakan mesin. Namun tiba-tiba tubuhnya tercekat, "Tunggu ... rumah kamu di mana?"Bella yang tadi masih setengah sadar dalam keadaan agak oleng kini telah sepenuhnya kehilangan kesadaran. Yusuf mendecakkan lidah sebal. "Harus ke mana cewek ini dibawa?" lirihnya memutar otak, untung terbersit satu lokasi.Satu tempat yang diyakinkan Yusuf akan aman untuk Bella, bukan rumah ayahnya tentunya, melainkan studio apartemen milik pribadinya, tempat yang kadang dikunjungi Yusuf apabila dia butuh waktu untuk sendiri.***Sinar mentari yang terik menembus kaca jendela besar, jatuh tepat di atas wajah Bella yang masih tertidur di atas sebuah tempat tidur
Masih terekam jelas di memori Yusuf, peristiwa menyakitkan yang terjadi sekitar dua puluh tahun lalu. Ketika pertama kali dia mengetahui soal wanita lain yang dimiliki oleh ayahnya. Perempuan itu diketahui bekerja di sebuah resort, dia bertemu dengan Pak Abizard saat pria itu sedang berlibur ke Bali. Cinta timbul di antara mereka meski saat itu Pak Abizard jelas telah menikah, bahkan memiliki seorang putera kecil yang belum genap menginjak usia sepuluh.Semua menjadi lebih rumit tatkala wanita ke-dua itu mengaku tengah hamil, dan datang untuk meminta pertanggung jawaban. Ibu Yusuf terguncang detik itu juga, hati istri mana yang tak teriris mengetahui dia bukanlah satu-satunya di hati suaminya.Dengan mata gelap dan tertatih-tatih, suatu malam ibu Yusuf pergi begitu saja, meninggalkan Yusuf tanpa mengucap sepatah kata perpisahan. Sampai Yusuf menginjak usia remaja, hanya sesekali dia datang menjenguk puteranya, tapi setelah Yusuf menginjak usia dua puluh, wanita itu len
"Se-sebetulnya ... Ada urusan apa ya, Pak?" tanya Bella sambil berusaha mengimbangi langkah Yusuf yang cepat.Mampus, jangan-jangan ada kesalahan lagi yang aku buat? Minimal pas jam kerja kek marah-marahnya! Pekik Bella dalam hati.Yusuf membuka pintu ruang kerja lalu menarik Bella masuk. "Saya cuma mau ditemani makan siang, itu aja," jawabnya pendek sambil menutup pintu ruang kerjanya kembali.Mata Bella terbelalak. Nggak salah dengar aku? Apa? Batinnya heran.Di dalam ruangan itu rupanya sudah tersedia meja makan bundar yang dipenuhi aneka menu serta minuman dingin yang menyegarkan. Yusuf menarik salah satu kursi untuk mempersilakan Bella duduk."Kenapa bengong? Duduk!" titah Yusuf, Bella buru-buru menurut meski masih dilanda kebingungan."Ini ... Bapak benar-benar ngajak saya buat makan?""Ya jadi? Menurut kamu ada makanan buat diapain? Dijogetin?" sambar Yusuf judes.Selama lebih dari sepuluh menit keduanya kompak diam memb
"Bel, mau balik?" tanya Taufan yang menyetop mobilnya di depan bella yang sedang berdiri di depan gedung kantor majalah GLAM."Ya iyalah, jadi mau ngapain lagi? Aku lagi nunggu taksi pesanan datang," jawab Bella, memang gadis itu termasuk salah seorang yang tak pernah berani untuk latihan mengemudikan sepeda motor maupun mobil, semenjak kecelakaan yang pernah dia alami waktu pertama kali latihan menyetir."Ayo masuk, aku antar aja. Ngapain sih kamu ke mana-mana naik taksi, buang-buang uang," ajak Taufan sambil membukakan pintu mobilnya untuk Bella.Bella sempat kagok, ini pertama kali Taufan terang-terangan menawarkan tumpangan untuknya. "Ayo, Bel ... aku antar, tenang aja, nggak bakal ngebut-ngebut, kok." Taufan membujuk sekali lagi.Meski kikuk, Bella melangkahkan kaki kanannya, hendak masuk ke dalam mobil Taufan. Namun, sebelum dia sempat masuk ke dalam mobil sedan putih itu, sebuah tangan besar meraih pergelangan tangannya."Ayo pulang," ucap Y
Pak Abizard menggeretakkan rahangnya, matanya mengobarkan api, seolah jika tidak ada siapapun di sana maka dia akan dengan gampang melayangkan tinju ke muka Yusuf, sementara Yusuf sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda gentar sedikit pun."Apa-apaan ini?" Seorang wanita tua yang tampak anggun dengan leher dipenuhi perhiasan yang berkilau akhirnya mendekat untuk menengahi. "Kalian jangan bikin ribut, apa nggak malu kalian dilihat sama para tamu?" wanita tua itu lalu menatap Bella yang langsung membenarkan posisi berdirinya dengan kagok. "Siapa?" tanyanya pelan."Oma, ini Bella, pacar aku," ungkap Yusuf sambil memeluk pinggang Bella dengan tangan kanannya.Nenek Yusuf terbelalak tak percaya. "Pa-pacar? Bukannya kamu udah ... sama Leila ...?" Oma tergagap ikut bingung."Halo, Oma. Nama saya Bella," sapa Bella takut-takut."Ah sudahlah, nanti aja kita bahas, sebentar lagi kita ada acara potong kue. Jangan dilanjut lagi ribut-ributnya, punya malu sed
"Tunggu ... Ini kita mau ke mana?" tanya Bella yang mulai merasakan keganjilan sebab Yusuf tak kunjung melepas tangannya.Masih dengan muka sekeras batu, Yusuf menarik Bella menuju area parkir."Pak ... Saya mau pulang ke rumah aja, ini ... Bapak mau ajak saya ke mana?" tanya Bella mulai takut-takut.Yusuf mendorong Bella masuk ke dalam mobilnya lalu dia sendiri ikut masuk. Lantaran terlalu panik, Bella nekat membuka pintu mobil kembali yang dengan sigap langsung dihalangi oleh Yusuf. "Kamu bisa tenang sebentar?! Saya cuma mau ditemani minum! Kamu ngerti?!" Mata Yusuf berkilat-kilat, tersimpan amarah sekaligus putus asa.Bella bisa mnegerti kekalutan yang dirasakan Yusuf, amat wajar bila sekarang dia gundah gulana. Bella mengiba, satu sisi hatinya ingin menemani Yusuf dan menghiburnya, tapi di sisi lain dia menolak ide itu, sebab rasanya dia hanya dijadikan sebagai pelampiasan belaka, sebagai pengganti Leila yang tidak bisa menenangkan badai di dalam hati