#Hamil_Anak_Ular
Bab 10 : Niat Baik Radji
“Mas, kamu gak apa-apa ‘kan?” tanya Endah sambil mengelap wajah suaminya setelah mencucinya di kamar mandi.
“Ya ... kenapa-kenapalah, anakmu itu sakit jiwa! Awas saja kalau mataku sampai buta, akan kutuntut dia,” jawab Lucky kesal.
Endah menghela napas panjang, ia tak bisa juga menyalahkan Anjani kalau Lucky tak bermulut tajam. Menurutnya sama-sama salah, baik anak maupun sang suami.
Endah mengusap wajah merah sang suami sambil menyemprotkan obat, agar rasa pedas dan perihnya berkurang. Juga meneteskan obat mata ke mata Lucky.
Dengan tampang kesal, Lucky menepis tangan Endah lalu berbaring di tempat tidur dengan posisi membelakangi istrinya itu, ia merajuk. Endah tersenyum kecut lalu melangkah menuju pintu, ia akan berbicara kepada Anjani.
******
Anjani duduk di ruang tengah sambil memainkan remot televisi dan tak hentinya mengubah chanel. Ponsel di saku celana pendeknya bergetar tanda ada pesan yang masuk, segera dirogohnya benda pipih itu.
[Jani, aku ada di luar.] Itu chat dari Radji.
Anjani melengos dan mengetik balasan untuk temannya itu.
[Masuk aja, aku ada di ruang tengah lantai bawah. Lagi nonton televisi.] Anjani langsung mengirim balasan untuk temannya yang lumayan ganteng itu, tapi tak tertarik untuk menjadikannya suami. Baginya, teman ya teman dan perasaan persahabatan takkan bisa berubah jadi cinta.
Dua menit kemudian, bel rumah pun berbunyi. Anjani langsung menyuruh Bik Siti untuk membukanya. Taklama setelah itu, pria bertubuh tinggi itu telah menemuinya di ruang tengah.
“Ngapain malam-malam ke sini?” tanya Anjani saat Radji duduk di sampingnya.
“Hmm ... masalah yang tadi belum selesai. Mumpung Rully nggak ada. Gimana Jani, aku serius?” Radji meremas jemarinya yang terasa dingin.
“Udah deh, Ji, gak usah aneh-aneh! Jangan rusak persahabatan kita dengan permasalahan begini!” Anjani membenarkan posisi duduknya dan menutup perut buncitnya dengan bantal karena lagi-lagi seperti sedang terjadi baku hantam di dalam sana.
“Kamu kenapa, Jani? Kok kayaknya gelisah gitu?” Radji menautkan alis melihat ekspresi gadis berambut panjang di hadapannya.
“Ah ... biasa, anak setan di perutku lagi demo gara-gara gak kukasih makan. Aku sengaja gak mau makan, biar mereka pada mati,” jawab Anjani ketus sambil memukul-mukul perutnya.
Tiba-tiba, dari arah tangga terlihat Chiko si ular pyton sedang menuruni anak tangga. Sepertinya ia sedang mencari keberadaan sang majikan.
“Hey, itu Chiko!” Radji langsung berlari menghampiri ular sepanjang 4,5 meter itu. Dengan kesusahan, ia menarik tubuh ular terbesar peliharaan Anjani, lalu membawanya ikut mengobrol bersama mereka.
Chiko mendekatkan kepalanya ke arah perut Anjani lalu bermanja di pangkuannya. Anjani tersenyum sambil mengusap kepala hewan yang sudah ia pelihara sejak dari bayi itu. Keributan di dalam perut Anjani pun langsung mereda.
“Jani, aku serius loh. Aku memang sudah lama menyukai kamu, hanya tak berani saja untuk mengatakannya. Aku siap kapan pun kamu mau dinikahi.” Radji menatap serius ke arah Anjani.
“Radji, udah deh! Aku ucapkan terima kasih untuk niat baik kamu, tapi aku belum kepikiran untuk menikah dan perutku yang buncit ini ... aku masih memikirkan cara untuk mengempeskannya. Mending kamu pulang aja deh, aku udah mau tidur. Oh iya, bantuin Chiko naik ke atas dulu, ya!” ujar Anjani sambil menunjuk Chiko dan mengopernya kepada Radji.
Radji menghela napas, lalu menuruti perintah Anjani. Segera ditariknya badan Chiko untuk naik ke atas tangga. Endah yang sedari tadi menguping pembicaraan putrinya itu mendekat ke arah Anjani dan meringis ngeri saat melihat buntut Chiko yang masih menjuntai di anak tangga.
“Jani, Chiko itu dimasukin kandang aja deh! Mama spot jantung kalau dia terus berkeliaran di rumah ini. Dasar ular aneh dia, masa bisa nyusulin kamu ke sini! Kayaknya dia itu ular siluman deh!” ujar Endah sambil duduk di samping Anjani.
Anjani hanya mengangkat bahu dan pura-pura fokus pada tontonannya. Ia paling malas mendengar ocehan sang mama kalau menyangkut para hewan peliharaan itu.
“Jani, Tante Endah, pamit pulang ya!” ujar Radji sambil mendekat ke arah kedua ibu dan anak itu.
“Oke, Ji, hati-hati!” Anjani melambaikan tangannya.
Radji melangkah menuju pintu dan pulang. Bik Siti langsung menutup pintu dan kembali ke dapur. Endah mengeser duduknya untuk semakin dekat ke arah Anjani, lalu memegang perut buncit putrinya itu.
“Apaan sih, Ma?” Anjani menepis tangan sang mama.
“Mama penasaran saja, kok perut kamu kayak bergelombang gitu sih? Kayaknya janinnya itu emang ada banyak deh .... “ Endah mengerutkan dahinya.
Anjani hanya mengangkat bahu.
“Gimana kalau besok sore kita ke prakter Dokter Gio? Barangkali aja tuh janin udah terlihat wujudnya? Kalau benaran kamu hamil anak ular, kita minta langsung diceasar saja!” ujar Endah masih dengan mode mengerutkan dahi.
“Emang bisa kayak gitu?” Anjani menatap sang mama.
“Barangkali aja bisa, rumor kamu hamil anak ular sudah beredar di kompleks kita. Mama harap kamu jangan keluar rumah sembarangan, kecuali sama mama. Oke?!”
“Ah, palingan suami mama yang nyebarin gosip itu. Punya suami kok julidnya minta ampun gitu, ihhss ... kalau Jani punya suami kayak gitu mah, dah tak bikin santapan buat Si Rambo.” Anjani tersenyum kecut sambil melirik jengkel sang mama.
“Kamu jangan asal nuduh gitu, gak mungkin Lucky yang nyebarin. Kamu juga ... jangan suka keterlaluan ya sama ayah tirimu itu! Mama gak mau melihat kamu berlaku kasar lagi padanya. Coba, kalau matanya sampai buta ... ‘kan mama juga yang bakalan repot.” Endah menatap tajam putrinya yang hanya melengos sebal itu.
“Belain terus suaminya! Lucky emang segala-segalanya buat mama, dia ngehina aku tadi aja ... mama gak berani menegur. Jadi ... kayaknya aku gak salah nyebein terongnya mama itu.” Anjani bangkit dari sopa dan meninggalkan mamanya. Ia paling benci membicarakan masalah ayah tirinya yang mulutnya dower kayak ibu-ibu bigos.
“Jani, mau ke mana, kamu? Mama belum selesai,” ujar Endah.
“Tidur, Ma, ngantuk,” jawab Anjani tanpa menoleh ke arah sang mama.
“Jani, Mama tadi dengar obrolan kamu dan Radji .... “ Endah berlari dan berdiri di depan anak tangga, menghalangi langkah Anjani.
“Terus?” Anjani memutar bola matanya dengan malas.
“Kalau Radji serius, mama setuju.” Endah menyunggingkan senyum.
“Apaan sih, Ma? Katanya besok mau ke dokter buat diceasar, nah ... sekarang malah setuju ama ocehan Si Radji.” Anjani menggaruk perutnya yang terasa geli, janin-janin diperutnya seakan sedang menggelitik dinding perutnya.
“Ya sudah, besok kita ke rencana A dulu. Akan tetapi, kalau janinmu itu anak manusia, mama setuju kalau Radji mau nikahi kamu. Dia dari keluarga baik-baik, mama kenal sama papanya, dia juga pembisnis kayak mama.” Endah menyunggingkan senyum, ia merasa masalah Anjani sedikit menemui jalan terang.
Tanpa menjawab perkataan mamanya, Anjani melewati tubuh ramping itu lalu mulai menaiki anak tangga. Ia kurang setuju dengan opsi rencana B, ia tak mau menikah dengan temannya itu dan ia juga tak menginginkan anak aneh di dalam perutnya itu.
Bersambung ......
#Hamil_Anak_UlarBab 11 : Janinnya Baik-baik sajaPagi pun tiba, janin-janin di perut Anjani kembali berdemo karena tak diberi makan sejak dari tadi malam. Dengan geram, digebukinya perut buncit itu. Chiko yang melengkor di sebelahnya langsung mendekat ke perutnya dan menggosok-gosokan kepalanya. Seketika itu pula, baku hantam di perut Anjani langsung mereda.Anjani mengerutkan dahi, ini sudah kedua kalinya Chiko berhasil menenangkan janin-janin setannya itu. Ia jadi curiga dan menyimpulkan hal yang tak masuk di akal.“Chiko, jangan bilang ... janin-janin ular di perutku ini benaran anakmu, ya!” Anjani menautkan alis menatap hewan bersisik itu.“Hey, kamu ini pangeran ular yang dikutuk atau genderuwo yang menyamar jadi ular?! Jawab pertanyaanku Chiko!” ujar Anjani sambil menggaruk rambut panjangnya yang terlihat acak-acakan.“Ahhh ... percuma ngomong sama kamu, dasar aku ... kayaknya udah mulai gila deh!”
#Hamil_Anak_UlarBab 12 : Rumah sakitHari ini, Dokter Gio kembali memeriksa Anjani, gadis hamil yang sering tak mau makan dengan dalih ingin alasan ingin menyiksa janin-janin ularnya agar mati kelaparan di dalam sana.“Mbak Anjani, gimana kabarnya hari ini?” tanya Dokter Gio sambil menatap pasiennya yang kini sedang fokus bermain game cacing rakus di ponsel.Anjani mengangkat wajah dan meletakkan ponselnya, walau tangan sebelah kanan masih digendong, sedang tangan kiri diinfus, ia tetap bisa memegang ponsel sebagai teman suntuknya. Maklum, mamanya hanya datang pas siang saja dan itu pun Cuma sebentar, hanya Bik Siti yang selalu setia menemaninya.“Udah mulai sakit pinggang dan sakit perut, Dok, kayaknya udah mau lahiran deh,” jawab Anjani dengan wajah datar dengan mode kebohongan.“Ah, masa?” tanya Dokter Gio sambil memegang perut Anjani.Sang dokter mengangkat alisnya, ia tahu pasiennya itu sedang
#Hamil_Anak_UlarBab 13 : Chiko Ke Mana?Dengan risi dan menahan ketakutan, Endah mendekati kamar Anjani dan memutar knop pintu. Matanya sambil menoleh ke kanan dan kiri, juga belakang karena ia merasa tak aman berada dalam kebun ular Anjani. Didorongnya perlahan pintu, lalu menutupnya kembali saat melihat ekor Chiko yang melengkor di lantai.“Ya ampun!” gumam Endah sambil memegangi dadanya.Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, Lucky keluar dan kini berdiri di hadapan Endah.“Mas, ngapain kamu di kamar Anjani?” tanya Endah.Lucky terlihat salah tingkah, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu berkata, “Eh, aku main sama Chiko, Sayang. Kamu kapan datang?”“Kamu ngomong sama siapa tadi, Mas?” tanya Endah sambil kembali mencoba mengintip ke dalam kamar dan bersamaan dengan itu kepala Chiko malah muncul di hadapannya.“Agghhh!!!” jerit Endah histeris sambil berlari menuju
#Hamil_Anak_UlarBab 14 : MelahirkanAnjani mendekati tumpukan kulit ular, itu milik Chiko, hewan kesayangannya yang sudah dua minggu ini tak ia keloni. Diraihnya lalu mengamati, memastikan apakah itu kulit asli atau hanya akal-akalan ayah tirinya saja. Dugaannya, si ular pyton dijual Lucky.“Chiko, kamu di mana? Aku udah pulang!” teriak Anjani kembali mengedarkan padangan ke sekeliling kamar.Chiko itu ular yang besar, tak mungkin ia bisa bersembunyi di kamar, begitu pikir Anjani. Untuk memastikan, digeledahnya lemari juga kamar mandi tapi si ular kesayangan juga tidak ditemukan.Anjani keluar dari kamar lalu dengan terseok-seok menuruni anak tangga. Kakinya belum bisa dibawa jalan dengan sempurna, ditambah tangan kanan juga masih digendong. Beban di perutnya semakin hari semakin bertambah, membuat ia semakin kesusahan dalam melangkah.Saat Anjani tiba di bawah, langsung digedornya pintu kamar sang mama. Ia akan memberi pelajara
#Hamil_Anak_UlarBab 15 : Bayi UlarSesuatu telah melucur dari rahim Anjani, tiga ekor bayi ular dengan versi setengah ular dan setengah manusia, tapi ada satu yang berwujud ular utuh yang bentuknya paling kecil. Satu di antaranya, ada yang berkepala ular dan berbadan manusia, dan satunya lagi berkepala manusia dan berbadan ular.Chiko menghampiri tiga bayi kembar lalu melilitnya dengan ekor. Taklama berselang, dua orang wanita berpakaian serba hitam dengan bermahkotakan kepala ular, muncul di kamar itu sambil menyimpuhkan kedua tangan di kepala sebagai salam hormat kepada sesama bangsa ular.Dengan sekejab mata, dua dayang-dayang itu langsung menghilang dengan membawa tiga bayi kembar. Chiko tak tega melihat majikannya itu terus tersiksa dengan kehamilan aneh ulah dari rajanya, kini ia lega Anjani telah terbebas dari janin-janin ular yang selalu mengaduk perut dan berharap sang raja tak berbuat yang macam-macam lagi setelah keinginannya tercapai.
#Hamil_Anak_UlarBab 16 : Ancaman TetanggaAnjani membuka mata, lalu mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. Kemudian melirik ke samping kanan, Chiko terlihat masih melengkor. Ia tertegun, tangan kiri mengusap perutnya.“Astaga!” Anjani langsung bangun dan terkejut melihat perutnya yang sudah kembali rata.Ia mencoba mengingat-ingat, tadi malam itu ia mimpi atau benaran sudah melahirkan. Akan tetapi, tak ada apa-apa di tempat tidur. Ke mana janin aneh yang sudah ia kandung berbulan-bulan itu? Apakah cerita dia hamil hanya sekedar mimpi saja? Masa iya ada mimpi yang durasinya amat panjang begitu.Anjani bangkit dari tempat tidur lalu melangkah menuju meja rias, menatap dirinya di depan cermin. Perut buncitnya memang benar sudah mengempes. Seharusnya ia senang, tapi ia merasa seperti ada yang hilang dari dirinya. Entah apakah itu, ia juga tak tahu.Kalau ia bermimpi, tapi luka di dahi juga tangannya yang patah ini nyata da
#Hamil_Anak_UlarBab 17 : Kehamilan EndahLucky langsung menggendong Endah ke kamar, Anjani mengikutinya dari belakang. Setelah membaringkannya di atas tempat tidur, Lucky segera mencari minyak kayu putih untuk digosok ke dahi juga hidung sang istri.“Bik, segera telepon dokter!” ujar Anjani saat Bik Siti muncul di kamar sang mama.“Ah, nggak perlu deh! Entar juga sadar kok mamamu,” ujar Lucky sambil menggosok minyak kayu putih ke hidung Endah.“Telepon aja, Bik, Dokter! Benalu ini mah gak usah didengarin, palingan aja dia senang kalau mama sampai kenapa-kenapa,” ujar Anjani.“Heh, emaknya ular, bisa gak sih nggak ngajakin berantem setiap saat?” Lucky meraih guling dan melemparnya ke wajah Anjani.‘Brug’Guling yang dilempar Lucky tepat mengenai wajah Anjani, ia mengepalkan tangan kirinya dengan geram dengan tatapan bengis.“Awas kamu, ya!” gumam Anj
#Hamil_Anak_UlarBab 18 : Radji VS RullyAnjani duduk di ruang tengah sambil menyambar remot televisi, ia merasa puas sudah berhasil mengatai anak Lucky, walau sedikit kasihan dengan mamanya. Akan tetapi, sejak pagi hatinya terasa riang saja karena janin-janin aneh di perutnya sudah tak ada lagi. Sore nanti ia anak ke klinik dokter kandungan untuk memastikan kalau rahimnya telah bersih dari kehamilan aneh itu.Walau keperawanannya sudah terbobol dan tak tahu siapa pelakunya, itu tak mengapa asalkan kehamilan anehnya sudah berakhir. Kalau tak ada pria yang mau menikah dengannya hanya karena ia sudah tak perawan lagi, mungkin ia akan terpaksa memilih antara dua temannya, Rully atau Radji. Mungkin, kalau ia menikah dengan salah satu temannya itu akan lebih asyik dan tak perlu pendekatan lagi, hoby mereka juga sama. Sama-sama menggemari mengoleksi hewan melata.Endah dan Lucky keluar dari dapur dengan bergandeng mesra seperti biasanya. Endah menyuruh Lu