Mobil Satria memasuki area parkir sebuah kafe, sebelum turun dari mobil Handa melihat sekeliling kafe, seakan tak menemukan alasan yang tepat Satria mengajaknya datang ke tempat tersebut. "Resepsinya di sini? Atau ngurus katering?" tanya Handa, memberondong Satria. "Saya lapar, kita makan siang dulu," jawab Satria sambil melepas sabuk pengamannya dan segera keluar. Handa pun segera mengikuti Satria, tetapi saat ia akan membuka pintu mobil, dengan sigap Satria sudah membukakannya. Handa tampak salah tingkah menerima perlakuan Satria, bahkan setelah keluar dari mobil, Satria segera meraih pinggang Handa lalu melingkarkan tangannya dan mereka berjalan memasuki kafe layaknya sepasang kekasih. Saat Handa berusaha melepaskan tangan Satria, Satria justru semakin mempererat pegangannya. "Nggak usah berlebihan, Mas." Lama-lama Handa merasa tidak nyaman dengan perlakuan Satria kepadanya. "Aku ini calon suamimu," ucap Satria dengan nada dingin dan pandangan tetap lurus ke depan. Handa tak i
Handa dan Satria kini telah sampai di bridal, Handa sedang mencoba kebaya pengantin berwarna putih gading dan bawahan kain batik. Tubuh mungil Handa tidak pas dengan kebaya yang dipesan Hanin. Hanin memang mempunyai lekuk tubuh yang nyaris sempurnya sedangkan Handa cenderung kurus dan flat. Handa dan Satria terpaksa memilih kebaya yang sudah jadi karena memang waktu yang sudah sangat mepet, dan kebaya tersebut tinggal dirapikan sedikit untuk membuatnya pas di tubuh Handa. Satria memainkan ponselnya membuka-buka kembali foto prewedding dengan Hanin yang mengenakan kebaya pengantinnya. Gambaran pasangan pengantin yang menjadi impian banyak orang, raga yang nyaris sempurna dalam balutan pakaian yang mewah, senyum bahagia yang merekah dari kedua bibir mereka, dan pandangan saling memuja terlihat jelas dalam foto-foto di ponsel Satria. Pintu ruangan yang digunakan Handa fitting kebaya terbuka, pantulan bayangan Handa tanpak jelas di cermin. Itu wajah Handa, tubuh Handa, mata Satria tak sa
Mobil Satria melaju kencang dalam gelapnya malam yang berhiaskan lampu jalan, wajahnya tampak lelah beberapa kali ia menyugar rambutnya dan mendengus kesal. Dia menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya dengan kasar. Satria memijit-mijit pelipisnya, tetapi tetap saja tidak mengurangi beban yang ia rasakan. Bahkan umpatan-umpatan pun keluar dari mulutnya, tetap saja tidak mampu merubah suasana hatinya yang sedang kacau. Penyesalan terbesar hari ini adalah saat secara tak sengaja matanya menatap tubuh Handa yang berbalut kebaya pengantin. Tubuh mungil itu terlihat sangat menarik. Entah karena tubuh Handa yang memang mempesona ataukah sang perancang yang begitu hebat hingga baju rancanganya mampu membuat pemakainya tampil nyaris sempurna. Mobil Satria memasuki perumahan untuk kelas menengah di pinggiran kota, lalu berhenti di pekarangan rumah dua lantai. Satria membunyikan bel rumah, tak lama kemudian pintu terbuka. Hanin muncul dari balik pintu dan segera menyambut Satria. Satria mem
Satria keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalut handuk di pinggangnya. Dia berdiri berdiri berkacak pinggang di depan satu stel jas pengantin yang sudah disiapkan di atas tempat tidurnya. Hari ini dia akan menikah, meskipun dua kakak beradik itu telah mengisi hatinya, tetapi Satria tetap berharap dia akan menikah dengan sang kakak. Menikah dengan Hanin adalah sesuatu yang sudah ia rencanakan dan merupakan impiannya. Bukan hanya lamanya kebersamaan dengan Hanin tetapi hubungan mereka sudah terlalu jauh.Satria mengambil ponsel di atas nakas, lalu menulis pesan yang dikirim ke "HANINDYA".@SatriaArga[Aku menunggumu Untuk menikah denganku hari ini]Satria tersenyum saat di samping pesan yang ditulisnya sudah ada tanda dua centang biru, yang menunjukkan bahwa pesan tersebut sudah dibaca. Belum sempat Satria meletakkan ponselnya, ponsel itu berbunyi dan tampak ada pesan dari "HANDA".@Handa[Masih ada waktu untuk mundur]@SatriaArga[Tidak]@Handa[Sudah siap menjalani pernikahan ta
Ballroom hotel sudah didekorasi dengan mewah dan megah untuk pelaksanaan akad nikah dan resepsi pernikahan. Dengan latar pelaminan, Satria sudah duduk di depan penghulu. Tampak Gunawan duduk di dekatnya sebagai saksi pihak Handa. Satria dan Gunawan saling berpandangan, tak berapa lama kemudian Satria mengalihkan pandangannya tampak tidak nyaman.Beberapa kali pandangan Satria tertuju pada pintu masuk ballroom, sampai detik ini dia masih berharap akan menikah dengan Hanin. Satria berharap Hanin segera tiba di hadapannnya dan melanjutkan pernikahan yang sudah mereka rencanakan selama ini. Satria berusaha menutupi rasa gugupnya, tangannya menyentuh saku celana memastikan cincin pernikahannya dengan Hanin telah ia bawa. Semua pandangan kini beralih ke arah Handa yang memasuki ruangan diapit oleh Gunadi dan Marini. Bahkan Satria pun segera berdiri memandang Handa dan menyambut calon pendampingnya, getaran dalam hatinya tak bisa ia pungkiri, bahkan tanpa ia sadari pandangan mata penuh puja
Akad nikah berjalan dengan lancar, begitu juga resepsinya. Kedua mempelai dan keluarganya tampak bahagia dan selalu melemparkan senyum pada setiap tamu yang datang. Senyum yang mampu menutupi gejolak di hati mereka, perasaan yang tidak mampu mereka ungkapkan. Senyum yang menjadikan mereka pelakon yang handal."Kau tampak menikmati acara ini." Satria berbisik di telinga Handa sambil melihat para tamu undangan yang sedang menikmati hidangan."Serasa cosplay Mas." Handa menatap Satria dan tersenyum lebar. "Kebaya ini membuat saya merasa sedang Kartinian. Tak ada alasan untuk tidak menikmatinya." Jawaban yang aneh bagi Satria, dia tak habis pikir gadis yang baru saja ia nikahi menganggap pesta pernikahan mereka layaknya perayaan Hari Kartini.Beberapa kali perayaan hari Kartini yang dia jalani, Handa terpaksa menggunakan kebaya Laksmi, istri Gunawan. Selain itu dandanannya pun sangat sederhana, hanya dengan polesan bedak, lipstik seadanya serta rambut yang dicepol ditutup hairnet dan dihi
Handa dan Satria duduk di sofa, di depan mereka tampak cincin pernikahan yang rencananya akan digunakan untuk pernikahan Hanin dan Satria. Handa dan Satria duduk berdampingan dan menatap nanar cincin berlian tersebut."Terasa aneh saat mengetahui Mas Satria masih berharap Mbak Hanin datang ke pernikahan, tetapi selama ini Mas Satria tidak pernah berjuang untuk menemukan Mbak Hanin.""Aku mohon tunda kepulanganmu ke Semarang, tolong lakukan untuk mama." "Maaf Mas." Handa menggelengkan kepala. "Meski kita tidak saling mencintai, sebagai perempuan ... jujur ... hati saya sakit dengan apa yang Mas Satria lakukan." Handa dan Satria saling berpandangan sementara waktu, dan tak lama kemudian mereka kembali menatap cincin yang berada di depan mereka. "Saya tahu saya tidak diinginkan." Handa menjeda kalimatnya. "Ada atau tidak ada kesepakatan, memang sebaiknya saya segera kembali ke Semarang, saya mengejar masa depan saya, dan Mas Satria kembali mengejar Mbak Hanin.""Han..." Satria meraih ta
Selama berjalan di koridor hotel, Satria merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. Bagaimana tidak, ia dengan mudah menyetujui permintaan Hanin untuk membuktikan cintanya dengan menghancurkan hidup Handa, tanpa mengetahui sosok Handa terlebih dahulu. Dan yang terjadi sampai saat ini Handa justru terlihat tetap tegar menghadapi pernikahan ini, hanya sentuhannya yang membuat Handa bergetar ketakutan dan tampak menderita. Tetapi sialnya justru Satria yang lebih tersiksa dengan gairah yang mulai menjalari tubuhnya saat berdekatan dengan Handa. Apalagi saat ini mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri, egonya mengatakan bahwa dirinya berhak melakukan apapun pada wanita yang kini berstatus sebagai istrinya. Satria menyugar rambut hitamnya, ia tampak frustrasi bahkan penampilanya kini sedikit berantakan. Seperti kata Handa, seharusnya malam ini ia menikmati malam panas penuh gairah bersama istrinya, wanita yang dinikahinya. Tetapi untuk menikmatinya bersama Handa, sepertinya tidak mun