Hantaran Diminta Kembali Rizal mencium tangan ibunya dan segera beranjak berjalan menuju ruang depan. "Hati-hati!" seru Ibu itu sambil berdiri di ambang pintu. Rizal melewati Zain, adiknya yang sedang melakukan ritual berpamitan yang berlebihan itu dengan istrinya. Tampak Aiza mencium punggung tangan Zain dan tanpa rikuh Zain mengecup balik punggung tangan istrinya, mesra. "Dasar lebay!" batin Rizal nyinyir. "Demi apa, pagi-pagi bersikap sok mesra di depanku? Pamer?" sungut Rizal dalam hati. Lama menduda membuat Rizal menjadi tukang nyinyir. "Pak Man?" Sapa Rizal pada tukang kebunnya itu. Tapi pria itu hanya diam saja sambil mengelap kaca mobil. Rizal menepuk bahu pria itu pelan tapi reaksinya luar biasa. Pria itu tersentak kaget. "Kenapa? melamun saja?" tegur Rizal datar. "Maaf, Mas. Iya." Pria tua itu tertawa kecil. "Kenapa melamun, Pak?" tanya Rizal sambil menatap Zain yang sudah memasuki mobilnya. Rizal menunggu mobil Zain keluar dari lebih dulu baru mobil Rizal
Hantaran Diminta Kembali Lila mengetuk pintu kaca buram itu pelan. Ia mendorong pintu dan mengangguk pada pria yng duduk di meja besar itu. "Duduk!" perintah pria yang ternyata masih muda itu pada Lila. Mungkin seusia kakak ipar Lila.Lila segera duduk dengan sopan di depan pria yang kini sibuk memeriksa CV milik Lila. "Lulusan sekolah menengah, ya?" tanya pria itu tanpa menoleh pada Lila. Ia sibuk membolak-balik kertas di map itu."Kamu sudah menikah?"tanya pria dengan name tag Satria itu dengan nada datar. "Belum, Pak!"jawab Lila mantap. "Kamu sedang hamil?" Pertanyaan Lila seketika membuat Lila menegakkan badan. Mimik wajahnya langsung bersemu merah.Ia menatap pria dihadapannya itu dengan tatapan curiga. "Kok diam?"Lila tidak menjawab, ia malah menatap Satrio dengan tatapan aneh. Pria itu menyandarkan tubuhnya di kursi dan menatap Lila tajam. "Tinggal jawab "iya" atau "tidak", apa susahnya?"sergah Satria kasar."Kami ini memiliki kebijaksanaan tentang pegawai wa
Hantaran Diminta Kembali"Aku peringatkan kamu! jauhi istriku!"teriak pria itu sambil menuding wajah Rizal. Wajah Rizal merah padam. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rizal siap melayangkan tangannya. "Sabar, Pak! jangan membalas!" seru Lila panik sambil memeluk tangkai alal itu."Kalau bapak memukul, dia lapor polisi, lo!" sambung Lila lagi. Pelan gadis itu meletakkan alat pelanga dan mengambil ponsel. Ia mulai mengarahkan kamera ponsel itu dengan samar.Seketika tangan Rizal mengendur. Ia menatap pria itu lebih tenang. "Kenapa nggak jadi? ayo pukul, pukul!" seru pria itu marah. Heru segera menyeret pria itu keluar ruangan Rizal dibantu para OB itu. "Lepaskan! Kalian semua akan tahu jeleknya moral pimpinan kalian itu!"seru pria itu masih berteriak meski telah berada di halaman kantor. "Diam kagak!" Seru Heru marah Matanya menantang Pria itu nyalang.Pria itu menatap Heru dengan wajah memburu. Ia tak akan mempermalukan diri dengan bergulat dengan satpam bertubuh tinggi besa
Hantaran Diminta Kembali Lila menghempaskan tubuhnya di sofa tua itu. Sofa satu-satunya yang mereka miliki tetap menjadi tempat ternyaman ketika pulang beraktifitas dan saat bersantai dengan keluarganya. Lapisan sofa itu bahkan ada yang retak terkelupas dimakan usia. Tetapi sang pemilik masih enggan menggantinya dengan kursi lain. Memang belum ada ganti kursi yang layak dan mereka lebih memprioritaskan uang mereka untuk menyambung hidup.Lila melepas sepatu flat usangnya. Gadis itu dengan malas berjalan dan menaruh sepatunya di rak dekat pintu dapur, kemudian beranjak menuju ke meja dapur. Lila menuang air putih itu dan meneguknya cepat. Seketika air putih dingin itu membasahi tenggorokannya, dan membuatnya sedikit merasa segar. Ini adalah hari pertama bekerja yang melelahkan. Ia lelah dan lapar. Lila membuka tudung saji di meja dapur itu. Masih ada sisa masakannya tadi pagi. Masakan sederhana.Lila meneguk ludah saat ia mengingat makanan yang ia beli untuk para karyawan tad
Hantaran Diminta Kembali"Ibu pulang duluan, ya!" pamit Bu RT pada Lila. Wanita itu segera saja mendahului Lila menuju ke rumahnya.Lila segera mendekati mobil yang parkir di depan rumahnya itu.Lila merasa ada firasat tak baik. Ia tak nyaman melihat ibu yang terlihat berwajah muram itu. Ada sesuatu yang terjadi. Lila menoleh ke samping. Bapak sudah berdiri di halaman samping rumahnya dan tampak melepas tali jemuran itu. "Ibu dan bapak pulang?" sapa Lila keheranan. Ia hafal kebiasaan orang tuanya yang akan pulang di hari libur saja."Kamu ngapain di rumah?" teriak ibu marah. Lila tersentak melihat sikap ibu yang tiba-tiba membentaknya. Ibu bahkan mengacuhkan tangan Lila yang terulur akan menyalami ibunya itu."Kenapa, Bu?" tanya Lila heran. Lila melirik Rizal yang berjalan mendekati mereka. "Bibimu menelpon ibu, dia bilang kamu sudah merayu Dimas, suaminya Sari!" seru Ibu marah. Ibu seolah menekankan kata suami Sari itu untuk menyindirnya.Lila menoleh ke belakangnya. Keempat o
Hantaran Diminta Kembali Ibu membuka tudung saji dan menatap masakan yang terhidang di meja itu. Tumis sayuran dingin dan beberapa iris tempe goreng dingin. Ibu mengingat, ibu tadi telah kenyang makan dengan masakan yang enak dan mewah di rumah Bu Anggraini sedangkan Lila di rumah makan seadanya. Itupun hasil masakan Lila sendiri. Ibu memilih berjalan ke dapur. Melihat rak dapur.Tidak ada telor atau mi instan yang bisa dimasak. Ibu akhirnya memilih memanasi sayur untuk diberikan pada Lila. Dalam hati ibu merasa tak tega melihat Lila. Wajar jika Lila berkeras ingin bekerja dan memperbaiki kehidupan mereka. Karena gadis itu mungkin sudah lelah menjalani kesederhanaannya. Dalam hati tentu ia ingin seperti gadis seusianya yang bisa bersenang-senang dan bermain.Ibu dan bapak masih bisa makan enak di tempat mereka bekerja. Tetapi Lila setiap hari menghemat uang dan menerima apa yang diberikan orangtuanya. Pernah beberapa kali ibu membawa makanan pemberian Bu Anggraini, tapi leb
Hantaran Diminta KembaliLila menyerah. Gadis itu telah berusaha menghadang kesulitannya sendiri tapi saat ada yang memintanya untuk peduli, ia pun jatuh simpati. Ia ingat cara membalas budi dan ia yang akan menebusnya sendiri. Bu Anggraini tersenyum menatap Lila yang termangu. Ia menepuk punggung tangan Lila dengan lembut. Membuyarkan lamunan gadis itu."Ibu pastikan kamu akan baik-baik saja!" janji Bu Anggraini pada Lila. Lila mengangguk. "Lilaaa!"Mereka seketika tersentak dengan suara seruan yang nyaring itu. Gedoran keras di pintu dan suara ribut di luar rumah membuat mereka seketika berdiri. "Sari! Mau apa anak itu!" geram bapak dengan wajah marah.Lila seketika menyusut airmatanya dengan kasar"Keluar kamu!" teriak Sari sambil menggedor pintu rumah. Terdengar suara sayup seorang pria mencoba menenangkan wanita itu. Suara teriakan dan gedoran di pintu terdengar sangat bising membuat Rizal dengan cepat berdiri dan segera beranjak membuka pintu dengan gusar. Sari tampak
Hantaran Diminta Kembali Lila menumpuk kardus barang elektronik itu di pojok ruangan dengan susah payah. Rizal benar-benar memberinya pekerjaan baru, beberes rumah. Ia harus merombak total tatanan perabota rumahnya karena datangnya barang yang dikirim tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Pria itu juga mengirim barang yang tak terlalu dibutuhkan Lila. Lila memutuskan ke dapur dan membuat minuman karena ia merasa sangat haus. Dering suara telepon membuat Lila meletakkan kembali gelasnya. Lila segera beranjak kembali ke ruang tamu dan mengambil ponselnya. "Kita ketemuan di restoran Victoria jam tiga nanti." Terdengar suara berat dari ponsel Lila. "Ada apa, Pak?" tanya Lila penasaran."Bisa enggak langsung jawab "iya" tanpa bertanya alasannya apa?"sergah suara itu lagi dengan suara kesal. "Iya, Pak!" jawab Lila dengan kesal. "Kamu nggak mau, ya? Nggak ikhlas?" cecar suara itu lagi. Lila menggemeretakkan giginya kuat-kuat. "Mau, Pak. Saya suka diajak ke restoran, kok!" Se