Martin's POV."Pak, besok persiapkan mawar merah sebanyak seratus tangkai," perintah Martin pada pak kebun yang sedang menyiangi bunga di taman labirin. "Lalu berikan pada Helen. Dia sudah tahu apa yang akan dilakukan dengan bunga mawar itu.""Baik Tuan Martin. Akan saya lakukan sesuai perintah anda.""Bagus," kata Martin sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya kemejanya. "Sudah itu saja. Sekarang lakukan tugasmu.""Baik. Permisi Tuan Martin," ucap pak kebun seraya undur diri dan melakukan tugasnya kembali.Martin menekan nomer cepat milik atasannya, Tuan Maximilian. Dalam deringan ketiga, terdengar suara datar atasannya."Ya Martin?""Saya sudah kosongkan jadwal anda mulai besok hingga hari Senin. Besok Pak Umar akan mengantarkan anda ke villa untuk bertemu dengan Nona Marigold.""Akhirnya.. setelah kamu menyiksaku dengan agenda pekerjaan tanpa henti. Kamu sama sekali tidak membiarkan aku bersenang-senang dengan istri baruku. Sebenarnya yang menjadi bos itu kamu atau aku?" gerutu Max
"Kita sudah tiba, Tuan Max." "Oh sudah sampai ya," gumam Max sambil menguap dan mengucek matanya. Dirinya sempat tertidur selama perjalanan dari kota menuju ke villa ini. Selesai meeting terakhir pukul sembilan malam, Max langsung berangkat ke villa ini. Meski tubuhnya lelah, namun sesuatu yang bergairah dalam tubuhnya membuatnya bersemangat. Cklek. "Terima kasih, Pak Umar," ucap Max yang melangkah keluar dari mobil. Udara dinginnya malam langsung menyambut Max. "Hmm segarnya," gumamnya sambil merenggangkan tubuhnya dan menghirup dalam-dalam udara menyejukkan ini. "Ehem." Max melirik ke samping, melihat seseorang yang datang mendekat dengan wajah cemberut. Dia adalah Martin, asisten pribadinya. Sewaktu berangkat pukul sembilan malam tadi, Max langsung mengabari Martin bahwa dirinya akan segera tiba di villa. Max segera menutup ponselnya, tanpa mendengarkan tanggapan Martin. Lihat hasilnya sekarang... "Kenapa anda datangnya malam-malam begini?" keluh Martin kesal. "Kupikir anda a
Ada sesuatu yang mengganggu tidur nyenyaknya. Seseorang sedang menarik-narik tubuhnya. Ini pasti gara-gara kebanyakan minum minuman yang rasanya asam manis, akibatnya sekarang dirinya pun mabuk berat, kepala terasa ringan dan melayang. Tetapi semuanya itu sangat menyenangkan dan membuatnya ketagihan.Tiba-tiba kedua tangannya terangkat ke atas dan... diikat? Marigold mencoba menggerakkannya tangannya, tetapi tidak bisa. Rasa sakit dari tangan yang diikat terasa begitu nyata. Ini.. ini bukan mimpi. Kepanikan mulai menerjang dirinya dengan kuat mengalahkan perasaan lemas akibat mabuk. Kemudian mata Marigold terbuka dan mendapati...Seorang laki-laki yang bertelanjang dada sedang menjulang diatas tubuhnya. Laki-laki ini sedang menindihnya dan mengikat kedua tangannya di kepala ranjang. Mata Marigold membelak horor. Apa.. apa yang sedang terjadi disini? Kenapa dirinya berada dalam rengkuhan seorang laki-laki asing?Marigold langsung berteriak panik. "Aaakkkhh tolong....""Teriak saja," ba
Maximilian sudah melakukan sepuluh putaran di kolam renang villa. Tubuhnya yang tegang penuh antisipasi membuatnya frustasi. Max masih melakukan putaran hingga lima belas kali, ketika asisten pribadinya berdiri di pinggir kolam sambil membawa handuk jubah berwarna putih."Waktunya sarapan, Tuan Max.""Pergilah dulu. Aku ingin menyelesaikan dua puluh putaran," jawab Max yang tidak berhenti sejenak pun dari berenangnya.Max mengabaikan Martin yang tetap berdiri di tempatnya. Max tetap berenang hingga genap dua puluh kali putaran penuh. Nafasnya sedikit terengah-engah ketika berhenti di tepi kolam. Kemudian Max mengangkat tubuhnya dari kolam renang. Direnggutnya dengan kasar, handuk putih yang diulurkan Martin padanya"Aku akan mandi sauna dulu," katanya sambil melilitkan handuk putih di pinggangnya. Sedangkan dada telanjang yang tegap dan perutnya yang membentuk six pack samar, menjadi pemandangan indah bagi para staf wanita yang sengaja berseliweran di sekitar area kolam."Baiklah," ja
"Tuan Max tersinggung mengetahui bahwa aku terpaksa menikahinya.""Tapi kan memang kalian berdua itu menikah kontrak dan tidak saling mencintai. Tidak ada alasan untuk tersinggung," bantah Nina mulai emosi, membela sepupunya yang disakiti oleh tuan milyader."Aku sudah berusaha menjelaskan padanya," kata Marigold sambil mondar-mandir di depan Nina, lalu berbalik menghadap dinding dan menyembunyikan wajahnya disana. "Aku mengikuti acara pemilihan itu, berarti aku bersedia menjadi istrinya. Jadi, aku bingung kenapa tuan milyader tersinggung ketika bertanya apakah aku tertarik padanya atau pada kekayaan nya.""Lalu, apa jawabmu?""Eng.. kujawab TIDAK.""Dasar bodoh!" geram Nina merutuki sepupunya yang lelet. "Kenapa kamu jawab begitu? Dia kan..""Semalam aku mabuk, ingat? Dan itu ulah siapa yang mengadakan acara bersenang-senang hingga mabuk?" sela Marigold yang tidak terima dikatai oleh Nina."He-he-he.."Marigold berdecak kesal, lalu melanjutkan ucapannya, "Karena mabuk semalam, pikira
Cklek. Brak.Pemilik ruangan mendongak dan terkejut mendapati pintu ruang kerjanya diserbu seseorang yang kurang ajar. Maximilian Alexander melemparkan penanya ke meja kerja, lalu bersandar di kursinya. Sambil bersedekap, dirinya menunggu apa gerangan yang membuat asisten pribadinya menerobos masuk ruang kerjanya. Selama ini, Martin selalu bersikap layaknya robot yang menyebalkan. Sopan dan dingin."Aku perlu penjelasan, Max."Alis Max semakin meninggi mendengar interupsi Martin yang juga menggebrak meja dengan kedua tangannya. "Penjelasan tentang apa? Seingatku aku tidak berhutang PENJELASAN apa pun padamu," jawab Max kalem namun penuh penekanan."Aku sudah mengatakan padamu agar bersikap lembut pada gadis itu. Dia masih polos dan juga dalam kondisi mabuk," desak Martin yang kembali menggebrak meja kerja Max. "Kenapa kamu berbuat kasar padanya?""Kasar?" ulang Max dengan nada suara yang tajam. Max tidak suka dirinya direcoki masalah privasi ranjangnya, termasuk asisten pribadi sekali
Marigold menyamankan dirinya di jok mobil Rolls-Royce. "Padahal sofa empuk di apartemenku sudah nyaman, tapi ini.. jok mobil mewah ini dua kali lebih nyaman lagi. Pantatku bisa lupa berdiri jika nyaman begini," desah Marigold yang memejamkan matanya. Marigold tidak memperhatikan bahwa tingkahnya yang polos membuat Pak Umar, sopir dari Rolls-Royce ini tergelak pelan. Kata Pak Umar, Edelweis mansion yang adalah kediaman dari tuan milyader itu berjarak kurang lebih dua jam perjalanan dari villa. Mobil mewah yang membawa Marigold sedang meluncur ke sana. Marigold akan memulai hidup barunya bersama tuan milyader dan keenam istri lainnya. Marigold menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan untuk menetralkan dadanya yang mulai berdegup dua kali lipat. Marigold melipat kedua tangan di dada sembari mengamati jalanan. Kerutan di kening bertambah dalam, saat tiba-tiba apa yang terjadi dengan 'malam pertama' nya dengan tuan milyader, kembali terlintas di benaknya. Sesuatu ya
"Boleh kakak ceritakan sedikit tentang para istri dari Tuan Max?""Cerita? Aku bukan orang yang tepat bercerita," tolak Amarilis seraya menggeleng.Marigold menyatukan kedua telapak tangannya ke depan wanita cantik itu, seolah seperti memohon. "Please, bantulah aku. Kupikir sebelum aku masuk ke dalam mansion itu, setidaknya aku sudah punya gambaran seperti apa lawan yang akan kuhadapi. Itu poin yang sangat penting dalam sebuah pertandingan. Dengan mengukur kekuatan lawan, aku bisa menilai kekuatanku sendiri, apakah perlu upgrade atau tidak."Mata Amarilis semakin berbinar. Bagaimana bisa, gadis ini menganggap sesuatu di dalam mansion itu seperti di dalam sebuah pertandingan? Tetapi memang benar, semua wanita di dalam mansion akan bertanding ketat untuk memperebutkan perhatian tuan milyader. Hadiah dari pertandingan itu adalah menikmati cinta semalam bersama Tuan Max.Ini akan menjadi sangat menarik. Gadis ini tidak akan hanya menceriakan suasana mansion yang muram, tetapi juga mencera