Share

Bab 07. Berjumpa Makan Malam

Mama Fani telah membawa berbelanja keperluan pribadi anak perempuannya di Nagoya Mall, Batam. Terletak di Kota Nagoya yang merupakan pusat peradaban di Batam alias ibu kota dari pulau strategis internasional tersebut.

Mama Fani tinggal di Batam sudah hampir satu tahun. Tidak ada seorang pun yang paham apa alasan utama kepergiannya ke Batam di usia yang menjelang setengah baya. Termasuk Jeta sendiri dan dua saudari kembarnya.

Wanita itu meninggalkan kampung halaman setelah kedua putri kembar miliknya yang bernama Rara dan Riri menikah. Mama Fani sudah berstatus janda ditinggal mati sejak lama. Tidak pernah menikah lagi hingga kini. Hampir setahun belakangan, wanita itu tinggal di Batam dan belum pernah kembali ke Jawa. Bahkan saat kedua putri kembarnya sebentar lagi melahirkan.

Juga meninggalakan Sandra Jelita, bungsu yang masih duduk di bangku mahasiswa, kala mulai memasuki semester akhir di kuliahnya. Hingga kini lulus gemilang sebagai sarjana kedokteran. Yang rencananya akan mengambil sarjana lanjutan demi mendalami profesi sebagai seorang dokter spesialis di bidangnya.

"Apa anak Mama sudah ada calon?" Mama Fani bertanya dengan memandang lembut Jelita. Gadis itu hanya menggeleng dengan tersenyum sangat manis. Mereka baru selesai makan siang di sebuah restoran dalam Nagoya Mall. Kini berdiri di teras mall menunggu taksi yang sudah dipesan online oleh Mama Fani.

"Kalo teman dekat lelaki gitu … pasti adalah, kan?" Mama Fani memandang dengan ekspresi menggoda.

"Emmh, memang adalah mungkin, Ma. Tapi bukan calon, soalnya dia belum ngelamar-ngelamar …," jawab Jeta setengah bercanda dan mengeluh. Ada raut kecewa di wajah cantiknya.

"Hei, anaknya mama sedang sangat jatuh cinta, ya?! Sampai ngarep ingin dilamar …. Siapa laki-laki yang beruntung itu? Berani sekali lambat-lambat, nggak mau gerak cepat …. Ditikung baru tau rasa, kan?!" Mama Fani merespon serius sekaligus terkejut.

"Aduh, Ma … Belum tentu juga dia ngelamar, terus aku langsung mau. Soalnya dia bukan orang kalangan kita, Ma." Jeta berbicara sambil membuang pandangan. Tampak garis resah di wajahnya.

"Maksudmu apa sayang? Dia sangat kaya? Keluarga sangat terpandang?" Mama Fani menebak dengan tatapan yang serius. Tampak betapa sayangnya wanita itu pada Jelita.

"Lebih dari itu, Ma. Dia dari keluarga priyayi. Salah satu keluarga pewaris pesantren di sana. Ini berat banget bagiku …," keluh Jeta seraya memencet ujung hidung mungilnya yang runcing.

"Hush, nggak boleh ngerasa diri kerdil dibanding manusia lain, Jeta. Semua manusia itu sama, dimuliakan ... sekaligus tempatnya salah. Mungkin lelaki yang kamu suka pun begitu. Kita tidak tahu, apa yang ada di dada dan kepalanya. Di mata orang tampak sempurna, bisa jadi dia pun banyak kurang. Hanya Allah saja yang tahu akan salah dan aibnya. Tugas kita cukup berprasangka baik saja, Jeta."

"Lagipula, untuk masalah perasaan dan lamaran, semua tergantung jodoh, sayang. Siapa tahu jodoh kamu adalah keluarga priyayi itu, tapi belum waktunya melamar. Atau kita nggak nyangka jika jodoh kamu ternyata justru bersembunyi di Batam. Tiba-tiba kamu jatuh cinta pada lelaki di sini, bisa saja kan …?"

Mama Fani berbicara dengan raut sungguh-sungguh. Sesekali juga tersenyum saat Jeta melebarkan mata terkejut atau saat tidak berkedip menyimak ucapannya.

"Apa yang Mama Fani bilang seratus persen benar semua. Memang benar, aib orang hanya Tuhan yang tahu. Serta jodoh, memang tidak bisa disangka. Tapi tetap saja kita punya gambaran lelaki idola, kan, Ma? Tapi serta merta kita jadi merasa kecil, tidak selevel …," ucap Jeta. Meluahkan apa yang dia rasakan selama ini.

Keberhasilannya mencuri perhatian seorang Gus, yakni Azrul Farhan, bukanlah bahagia melulu yang dia rasakan. Namun, perang batin dan rasa tahu dirilah yang acapkali berkecamuk di jiwa.

"Ish, tidak boleh seperti itu. Ingat, Jeta … Allah hanya menjodohkan kita dengan orang yang sebagaimana kita dan sesuai dengan kita. Kamu paham, kan?" Mama Fani kembali membesarkan hati Jeta. Anak gadisnya pun kemudian mengangguk dengan senyuman. Tanpa disadari juga, ucapan mamanya justru memberi rasa luka.

Taksi yang sedang mereka tunggu pun datang. Membawa dua wanita beda usia meluncur meninggalkan pusat perbelanjaan di Nagoya Mall. Menuju area perumahan asri di pojok kota Batam Centre milik Fani.

👣

Jeta mematut diri di depan cermin almari yang memuat bayang seluruh badan. Tersenyum pada kembaran dirinya di sana. Merasa puas dengan baju yang dipilih dan dibeli tadi pagi. Sangat serasi dengan potongan tubuh serta wajah cantiknya yang memiliki kulit mulus, cerah dan bersih.

Sayang sekali, bukanlah Gus Azrul yang akan dia temui malam ini. Tetapi, hanya lelaki asing yang justru meresahkan dan menakutkan baginya. Yang tidak dimengerti, Jeta berusaha berpenampilan menarik di pertemuan mereka malam ini.

Telah ada mobil biasanya yang terparkir di luar pintu pagar sana. Milik lelaki itu beserta sopirnya sekalian. Jeta buru-buru menutup pintu rumah dan dikuncinya. Pintu pagar pun telah dia kaitkan di pengunci. Itu adalah pesan seru Mama Fani sebelum meluncur duluan meninggalkan Jeta yang masih bertukar baju di kamarnya.

Blak!

Jeta menutup pintu setelah duduk menghenyak di kursi. Sopir yang sudah dia kenal dan hapal itu meluncur laju setelah melempar satu senyum hangat pada Jeta. Menuju ke jalanan besar yang mengarah ke pusat kota Batam Centre.

"Di mana bos kamu, Bang?" Jeta bertanya, tidak tahan terbenam lengang.

"Sudah menunggumu di tempat yang Abang pilih, Kak Jeta," sahut lelaki muda alias sang sopir. Memandang Jeta di kaca sekilas.

"Sebenarnya, siapa nama dia? Kamu pun tidak pernah ngasih tahu jika aku tanya namanya," gerutu Jeta sambil memandang wajah lelaki muda itu di kaca spion.

"Sebentar lagi sampai, Kak Jeta. Coba tanya lagi saja ke nara sumber langsung. Atau barangkali minat ingin tahu namaku, Ilyas namaku, Kak," ucap lelaki itu dengan senyum canda tetapi masih bernada sopan. Jeta hanya tersenyum masam dan mengangguk.

Mobil telah dibelokkan ke sebuah rumah makan berlantai dua di pusat kota Batam Centre. Kini sudah berhenti diam di depan terasnya. Sopir yang mengaku bernama Ilyas sedang melepaskan sabuk pengaman.

"Masuk saja ke bagian dalam, Kak Jeta! Si Bos sudah menunggumu bersama keluarganya di meja sana!" Ilyas berseru sebelum gadis itu benar-benar turun.

Jeta tidak menyahut lagi saat menutup pintu dan benar-benar meninggalkan Ilyas di mobil tanpa melempar basa-basi segaris senyum pun. Otaknya hanya bekerja maksimal saat mendengar bahwa lelaki asing itu bersama keluarga. Untuk apa?! Huh, kesal sekaligus penasaran sekali dibuatnya.

"Hei Jeta, sini …!" Satu seruan nyaring dengan suara yang familiar pun menyambut saat kepala Jeta celingukan.

Sangat terkejut, seruan yang memang adalah Mama Fani, tidak hanya berdua dengan seorang lelaki. Tetapi, ada satu laki-laki lagi yang duduk di meja bersama mereka. Adalah lelaki aneh yang saat itu sedang Jeta cari-cari.

"Ternyata kamu pun makan malam di sini, Jeta?!" Mama Fani berdiri menyambut Jeta yang perlahan mendekat. Wajah Jeta terlihat bingung, antara menatap Mama Fani, dengan menatap Mr. Batam yang memang sedang Jeta buru.

🙏🍎🙏

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status