"Hai, Cantik!"Seorang pria gembul datang mendekati Alana dan mulai menggodanya."Maaf, Tuan. Tolong berlakulah sopan!" seru Alana.Alana menggeser kakinya sedikit menghindari uluran tangan nakal pria itu. Meski dia merasa takut dan ngeri, namun Alana terlihat tenang dan berusaha untuk tetap tenang."Jangan galak-galak, Cantik! Nanti kecantikanmu luntur lho kalau galak-galak," ucap pria itu lagi.Pria itu tampak mabuk karena berdiri pun terhuyung-huyung seperti pohon tertiup angin. Matanya juga merah menyalak seperti serigala hendak menerkam mangsa."Woi! Lihat gadis cantik ini!" Pria itu berteriak sembari menoleh ke arah dua pria yang sedang berbincang di seberang jalan. Sepertinya mereka adalah teman pria itu. "Lihat! Gadis ini terlihat galak!" teriaknya lagi.Alana semakin menggenggam erat tas tangannya di depan dada menutupi rasa geram, marah bercampur ngeri. Terlebih saat dua pria itu menoleh dan melihatnya, lalu berjalan mendekat.Alana merasa sangat terkejut ketika menyadari ba
"Bear, kamu cemburu?" Alana bergelayut manja pada lengan Leo. Gadis itu merajuk dan berusaha membujuk agar Leo tidak lagi memberinya wajah cemberut dan garang. Dia pikir karena suaminya itu cemburu melihat dia bersama Arga."Jangan dekati pria itu lagi, Alana! Kalau kamu bertemu lagi, maka jauhi dia!" seru Leo tidak mempedulikan wajah manja Alana. Leo memilih fokus pada jalanan dan lingkaran setir. Namun, semua sikap itu hanya semu saja, hanya untuk menutupi dan meredam rasa marah dan cemburu dalam hati. Meskipun begitu, larangan yang dikatakan pada Alana bukan main-main. Dia serius dan berharap Alana mendengar juga mematuhinya."Dia hanya membantuku. Aku juga tidak mengenalnya. Lagi pula ini salahmu! Kamu terlambat menjemput aku."Alana melepaskan tangan dari lengan Leo dan menghentakkan tubuh menjauhi Leo. Dia menjaga jarak. Kali ini dia juga merasa kesal atas sikap Leo menanggapi situasi yang hampir saja membahayakan dirinya. Namun, saat menceritakan pada L
"Ada apa?" tanya Damian setelah duduk di samping Leo.Damian melihat Leo tampak lesu dan terbebani oleh pikiran yang berat. Biasanya, setelah rapat selesai, mereka akan berbincang-bincang sejenak, namun kali ini tidak ada obrolan tersebut. Leo langsung pergi kembali ke ruang kerjanya dan duduk dengan wajah yang penuh dengan kerutan."Apakah kamu yakin anak itu memiliki nama belakang Wijaya?" tanya Leo pada Damian dengan tatapan tajam untuk memastikan kebenarannya. "Ya. Dia memiliki nama belakang Wijaya. Apa kamu mengenalnya?" Damian penasaran.Dalam hatinya, Damian merasa khawatir tentang apa yang sedang dipikirkan oleh Leo. Apakah ada sesuatu yang berhubungan dengan pemilik mobil itu sehingga Leo ingin tau dan terlihat sangat terbebani? Namun, dia tidak ingin menyimpulkan hal-hal yang belum pasti sehingga dia hanya diam dan menunggu sampai Leo membuka diri."Aku rasa tidak. Aku tidak mengenalnya. Hanya saja nama itu tidak asing bagiku," jawab Leo, namun terdengar tidak yakin. Dami
"Hai!" sapa seseorang di belakang Alana.Ketika Alana memutar kepala untuk melihat siapa yang menyapanya, suara yang terdengar asing di telinganya membuatnya merasa pernah mendengar suara itu sebelumnya. "Kamu?"Namun, rasa penasaran itu langsung berubah menjadi kejutan ketika dia melihat Arga berdiri di depannya dengan senyum lebar di wajah."Hai!" Kembali Arga menyapanya. Kali ini disertai senyum dan lambaian tangan yang ramah untuknya.Tak bisa dipungkiri, wajah tampan Arga dengan lesung pipit di pipinya berhasil menambah daya tarik dari sosok itu. Alana merasa tertegun dan sedikit kagum dengan penampilan Arga yang terlihat menawan dan manis.Meski pernah bertemu Arga dan pria itu pernah menolongnya dan bisa dikatakan dia memiliki hutang Budi, namun melihat pria itu ada di kampusnya, Alana menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri mengamati sekitar mereka."Kenapa? Kaget ya kita bertemu lagi?" tanya Arga.Melihat Alana seperti orang bingung, Arga pikir itu adalah reaksi dan sikap y
"Alana, biar aku antar kamu pulang!" Arga meraih tangan Alana dan menahannya saat gadis itu hendak bangkit dari duduk. Dia juga langsung berdiri dan bersiap untuk mengantar Alana pulang. Namun, Alana menolak tawarannya dengan sopan."Terima kasih, tapi tidak perlu. Aku bawa mobil sendiri," tolak Alana.Alana perlahan-lahan menggerakkan tangannya untuk menepis tangan Arga yang ada di lengannya. Meskipun bibirnya sedikit tersenyum, namun senyum itu hanya sebagai pemanis semata. Dia merasa kaget dan tidak nyaman dengan sentuhan tangan Arga yang membuatnya merasa terganggu. Alana berusaha untuk menjaga jarak dengan Arga agar tidak ada lagi sentuhan yang membuatnya tidak nyaman."Baiklah," jawab Arga pasrah.Dia lupa, saat datang ke restauran itu Alana juga menolak pergi bersama dan memilih pergi bersama Kalila menggunakan mobil sendiri."Kalau begitu, kita pergi ke luar bersama-sama," sambungnya.Tidak ada pilihan, Alana menolak diantarnya pulang. Maka, yang dilakukan Arga hanya jalan be
"Alana, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Tapi, tunggu aku kembali saja!" ucap Leo di seberang sana."Om? Ada apa?" Alana penasaran.Pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Leo. Namun, semakin dia mendesak, semakin Leo tidak mau memberitahunya. Tidak ada cara lain, tidak mungkin dia menyusul Leo ke luar kota hanya untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya. "Alana, jangan berpikir keras soal ini! Hanya masalah waktu saja," ucap Leo menenangkan Alana."Tapi, Om?""Sayang, kamu percaya padaku, kan?" Suara Leo terdengar lembut menenangkan."Aku percaya padamu, Bear," jawab Alana."Kalau begitu, tunggu aku kembali! Kita akan bicarakan semuanya," ucap Leo."Semuanya? Maksudnya?" Alana semakin bingung, semakin penasaran, semakin tidak mengerti. Leo membuatnya semakin tidak tenang, tapi tidak mau memberinya jawaban. Bahkan untuk sekedar memberi klu saja, dia tidak melakukannya."Sayang, nanti aku telepon kamu lagi. Aku ada urusan penting," ucap Leo mengakhiri obrolan me
"Hei! Jangan main-main!" seru Alana dengan nada yang sangat kesal. Dia merasa sangat marah dan tidak terima saat seseorang menghubunginya tanpa memberikan sapaan atau pengenalan diri. Dalam keadaan emosi yang memuncak, Alana memegang ponselnya dengan erat di depan wajah dan menegaskan peringatan pada oknum tersebut.Setelah berakhirnya panggilan telepon tersebut, Alana melempar ponselnya ke tempat tidur dan menahan napas dalam-dalam sembari berkacak pinggang. Dia merasa sangat tersinggung dan kesal karena merasa dipermainkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Meskipun begitu, Alana berusaha mengontrol emosinya dan mengatur pola napasnya agar bisa tenang kembali.Alana kemudian berbicara kepada dirinya sendiri dengan suara pelan, "Kamu pikir aku bisa kamu permainkan!"Meskipun masih merasakan kemarahan dalam hatinya, dia mencoba untuk menenangkan diri dan tidak membiarkan emosi negatif menguasai dirinya sepenuhnya.Belum juga kemarahannya benar-benar hilang, kembali ponselnya be
"Aku rasa mereka bukan orang bodoh, Leo. Mereka pasti sudah mencari dan mengumpulkan dari berbagai sumber, bahkan menggunakan segala cara untuk memastikan kalau anak itu adalah Alana," jawab Damian.Leo mengarahkan mata melihat Damian. Sorot matanya lekat. Dia pun memikirkan dan merenungkan apa yang Damian katakan dan menyetujui perkataan itu."Ambisi mereka sangat besar," ujarnya menyimpulkan."Ya." Damian pun setuju.Untuk sesaat keduanya terdiam. Meski tidak ada pergerakan, tidak ada perbincangan dan keduanya tampak tenang. Namun, sesungguhnya dalam kepala mereka, mesin pemikir sedang bekerja dengan keras untuk memecahkan masalah ini."Bagaimana dengan pengacara itu? Apa kita masih bisa mempercayainya?" Seketika Damian teringat pada pengacara keluarga Charles Wijaya Jingga, ayah Alana.Leo kembali terdiam dengan pandangan lekat pada Damian. Pertanyaan Damian tidak pernah dia pikirkan. Namun, setelah ini dia pasti akan memikirkan dan menjadikan pengacara itu sebagai salah satu targe