Mobil Felix berhenti di parkiran kawasan apartemen elit, bahkan aku saja tidak bisa membeli apartemen ini meski menjual dua apartemen milikku."Sebentar!" "Ada apa, Ruela?" tanya Felix."Apa kamu anak caebol?" tanyaku kepada Felix."Hmmmm, rahasia. Aku akan memberitahumu, jika kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih."Ais ... aku langsung tidak berkutik mendengar itu.Felix terlebih dahulu turun dari mobil lalu berjalan memutar ke arahku untuk membukakan pintu.Aku terdiam, memperhatikan apa yang akan dja lakukan.Setiap bersamanya dia berhasil membuat aku merasa istimewa dengan perlakuannya.Apa semua wanita yang pernah dekat dengannya di perlakukan sama sepertiku? Atau hanya aku yang diperlakukan seperti ini olehnya?“Silahkan, Ratuku ….” ucapnya dengan tersenyum manis.Aku menggapai tangan Felix dan segera turun, kami berjalan dengan bergandengan tangan.Sebenarnya aku malu karena orang-orang sekitar apartemen memperhatikan kami, tapi Felix sama sekali tidak mau melepaskan tang
Aku merapikan pakaianku, lalu duduk di depan televisi. Sementara Felix sedang berbicara lewat telepon yang entah dengan siapa.Dengan kaki yang sengaja ku luruskan kedepan menahan perut yang terasa begah.“Ruel …?” “Kenapa?”“Tidak, aku hanya memanggil namamu saja.”Dih … kenapa dia suka sekali bersikap seperti itu akhir-akhir ini?Aku menggelengkan kepala, tapi tiba-tiba Felix duduk disampingku. Dengan manjanya dia memelukku bahkan menenggelamkan kepalanya di l*her.“Aku ingin selalu seperti ini setiap saat, rasanya jika seperti ini rasa lelahku hilang seketika.”“Kamu seperti anak kecil yang tidak pernah mau lepas dari orang tuanya,” cibirku.“Hei, sebelumnya aku tidak pernah bersikap semanja ini kepada siapapun. Kecuali dirimu!” kesal Felix yang semakin merapatkan tubuhnya. "Baik-baik, aku minta maaf ...." ucapku."Apa kamu benar-benar merasa bersalah?""Ya ….” jawab singkatku."Apa buktinya?" Terkadang Felix seperti anak kecil, aku merasa tidak heran karena usianya juga masih t
Aku melajukan mobil dengan suasana hati yang tidak baik-baik saja.Aku benar-benar butuh tempat yang bisa membuatku nyaman serta selalu menghargaiku, bukan tempat yang hanya menjadikanku babu juga mesin ATM berjalan.Entah mau kemana tujuanku saat ini, yang jelas salah satu tempat terlintas begitu saja dalam pikiranku.Apartemen Felix, mungkin di sana aku bisa sedikit lebih tenang.Ya, sepertinya aku akan ke sana ….*****Beberapa saat kemudian akhirnya aku sampai di dalam lift menuju apartemen Felix, beruntung saat itu Felix memberitahu sandi apartemennya.Flashback on."Apa besok kamu tidak di rumah?" tanyaku kepada Felix."Aku akan keluar sebentar, bertemu dengan guruku.""Lalu bagaimana aku datang ke apartemen lebih awal?""Perhatian baik-baik, aku mengganti sandinya dengan nomor belakangmu.”"Kenapa?""Karena nomer belakang kita sama walaupun beda di tengah," ujar Felix.Aku mengangguk tanda mengerti ….Tapi jujur, aku baru sadar jika nomor kita memang sama. Itu artinya Felix mem
Aku dan Felix selesai membuat tenda tapi kami tidak bisa menyalakan api unggun, sebagai gantinya kami memakan cemilan dan minuman bir kaleng.TingSuara kaleng kami beradu, aku begitu senang seperti masalahku yang menumpuk menjadi bukan apa-apa sekarang.Setelah menghabiskan beberapa kaleng, aku mulai merasa mabuk."Apa kamu mabuk, Ruela?" tanya Felix."Hm ...."Pandanganku mulai kabur, tapi tiba-tiba Felix menc*um bib*rku."Hah ...."Apa rasa bir, semanis ini?Saat Felix melepaskan c*umannya, mata kami saling bertemu. Aku sadar bahwa Felix juga sudah mabuk. Wajahnya yang memerah terlihat sangat menggoda.Aku meraih wajahnya, perlahan bib*r kami bertemu. Aku mel*mat bib*rnya Felix mem*sukkan l*dahku kedalam mulutnya.Jujur saja aku belajar ini darinya, tapi jika di ingat-ingat lagi. Kenapa dia begitu pandai berc*uman?Semakin lama h*srat ini semakin g*la, Felix menyelinap tang
Sebenarnya ini akal-akalanku saja, agar nanti Ruela bisa datang ke apartemen. Karena lokasi kampus lebih dekat akhirnya aku meminta Ruela mengantar ke kampus dengan mobilku.Saat di dalam mobil aku terus menatap Ruela yang sedang fokus menyetir.Jujur sampai saat ini aku masih selalu berdebar, dia bukan hanya cantik tapi juga mandiri. Sikap hangatnya membuat aku semakin tenggelam dalam hubungan ini.Ruela memarkirkan mobil jauh dari gerbang kampus, tapi seketika reaksinya berubah. Sikap tenang yang tadi aku lihat berubah menjadi kegelisahan."Kamu yakin disini?" tanya Ruela."Hmmm ... kenapa?" "Ah ... tidak, hanya saja aku memiliki kenalan yang kuliah disini," jawabnya.Sebenarnya apa yang membuat ia gelisah?"Aku akan menelpon kamu jika sudah selesai," ucapku."Apa akan lama?" tanya Ruela."Mungkin, karena ada acara makan-makan juga nanti. Karena para murid akan masak dan aku menjad
Aku tidak tahu siapa orang itu, dia memakai masker, topi dan pakaiannya sangat tertutup.“Lepaskan!” ucapku dengan kasar, sembari menghempaskan tangannya. Tapi orang tersebut kembali meraih tanganku.Ia menggenggam erat dan tidak mau melepaskan tanganku dari genggamannya.“Hei, siapa kamu berani-beraninya menarik tangan Chef Felix seperti itu!” Serena berniat melepaskan tanganku, tapi ditepis dengan kasar oleh orang tersebut.Orang itu menurunkan sedikit maskernya, dan seketika aku terdiam.“Ini aku, kita pulang sekarang!” bisiknya."Ru ...."Ruela? Kenapa dia berpenampilan seperti ini?Ia mendekap mulutku lalu menarikku menjauh dari Serena.Aku menggenggam balik tangan Ruela, dan berjalan dengan sedikit pusing menuju parkiran.****Dengan kasarnya ia menyuruh aku duduk dan memasangkan sabuk pengaman.BrughRuela membanting pintu mobil dengan keras, tapi kepalaku benar-benar pusing."Bisa-bisanya kamu duduk berdua dengan wanita lain, saat menunggu aku menjemputmu!"Aku menoleh ke arah
Aku mendapatkan panggilan dari Mia setelah pulang dari mengantar sup untuk Felix, dan meminta aku untuk bertemu di apartemennya.Karena takut aku meminta Calista menemaniku pada hari itu.Mia yang bersembunyi dari ayahnya setelah menjadi buronan, meminta tolong untuk membantunya.Mia bilang ayahnya menemukan saat di depan toserba lalu mengikutinya ke apartemen, sehingga ia tidak berani keluar apartemen.Aku membelikan kebutuhan Mia dan mengajaknya untuk tinggal sementara dengan Calista.Di apartemen Calista"Tidurlah, Mia ...."Mia mengangguk, dan aku meninggalkannya agar ia lebih leluasa.Saat aku keluar dari kamar, aku melihat Calista yang sedang berbicara di telepon."Apa yang terjadi, Felix?"Kenapa dia memanggil nama Felix?Setelah seharian sibuk mengurus Mia, aku memang belum sempat membalas pesan dari Felix bahkan aku sama sekali tidak merespon panggilan darinya."Ada apa, Calista?" tanyaku."Felix meminta aku membawamu ke bar," jawab Calista.Aku membuka ponselku dan melihat p
Aku segera pergi, sebelum Felix menyerangku kembali.Entahlah, dari mana pikiran itu muncul. Hingga tanpa sadar aku menc**m pipi Felix secara tiba-tiba.Dengan langkah yang lebar, aku terus mengembangkan senyum. Antara malu juga lucu.Aku mengendarai mobil, membelah jalanan menuju Cafe yang tidak jauh dari Bandara.Aku tahu, Ibu tidak mungkin mau menemuiku di rumah. Apalagi setelah dia mengetahui kebej*tan Frans.Perjalanan yang cukup ramai, tapi tidak menimbulkan kemacetan. Aku sampai hanya beberapa menit saja.Segera memarkirkan Mobil, lalu keluar mencari keberadaan Ibu.Tidak jauh dariku, aku melihat ada orang-orang yang berkerumun. Sepertinya ada kegaduhan."Dasar wanita tidak tahu diri! Sudah aku anggap anak malah tega-teganya kau menus*k anakku dari belakang!"Degh!Bukankah itu suara Ibu?Aku berusaha menerobos orang-orang, melihat apa yang sebenarnya terjadi, dan siapa yang membuat kegaduhan.Astaga .... Ibu! Ternyata Ibu bersama Renata dan juga Frans ...."Jal*ng sepertimu t