Aku hanya diam, karena saat ini dia sedang memelukku erat.***Keesokan harinya aku kembali ke rumah Mama Mas Ubay. "Bu Hana dan Mbak Alina sedang tak di rumah, Mbak," ujar security yang sedang menjaga di pos depan rumah Mas Ubay.Lelaki itu kini menempatkan dua orang penjaga di sana. Berlebihan sekali."Kemana, ya, Pak?""Saya kurang tau, Mbak,"Akhirnya aku pergi dengan rasa kecewa seharusnya hari ini aku bisa mengajak Mama keluar dan makan bersama, sembari mencari tau tentang keseharian Alina, Mama pasti tau kemana Alina biasa pergi dan makanan apa yang dia suka. Dengan begitu aku bisa merencanakan segala sesuatunya lebih sempurna.Namun, semua gagal karena mereka ternyata tak ada dirumah. Agar tidak terlalu cepat pulang, aku memilih ke rumah Tante Rosita.Sesampainya di sana, Flo yang sedang duduk di kursi roda di ruang tamu menatapku dengan tatapan tak suka."Kamu ngapain lagi, kesini, Mbak?""Mau ketemu Tante," ujarku santai lalu menjatuhkan bobot tubuh di sofa."Mama tak ada, M
POV Alina.[Mantap kerja kamu!] Aku tersenyum puas melihat rekaman cctv yang terpasang di apartemen milik Aina. Semua kegiatan yang dia lakukan bersama laki-laki simpanannya dapat kulihat. Meski begitu menjijikkan. Tak menyangka dibalik wajah cantik itu tersimpan jiwa yang liar.[Apa ada tugas lagi, Bu?][Tetap kamu mata-matai apa saja kegiatan dia.][Ok, Bu.]Aku mengetuk-ngetuk bibir dengan jari, rasanya tak sabar melihat reaksi Aina ketika video-video yang telah kurekam ini, sampai ditangan para agency yang bekerjasama dengannya. Apa jadinya seorang artis ternama hidup kumpul kebo dengan seorang laki-laki yang mengaku sebagai managernya. Pasti akan menjadi berita heboh nanti.Mama pasti akan mual melihat kelakuan Aina. Apa masih minat menjadikan perempuan itu sebagai menantu? Kita lihat saja.Mas Ubay besok akan pulang. Ini akan menjadi berita besar baginya. Dengan begitu suamiku akan terbebas dari ancaman perempuan tak tau malu itu.Aku kembali menaruh ponsel ketika terdengar tan
"Astaghfirullah, Alina! Tolong, Nak. Jangan bilang Papamu, ya! Mama mohon. Mama tak mau dimadu, Mama tak mau berbagi. Papa tak boleh mencintai wanita lain selain Mama;" Mama histeris. Aku tertawa geli. Panik ga? Paniklah masa engga!"Gapapa, Ma. Mama mau lihat orangnya?" Mama menggeleng tapi aku tanpa mempedulikan Mama tetap membuka folder galeri di ponsel, lalu memperlihatkan seorang wanita pemilik perusahaan kosmetik ternama yang wajahnya sangat cantik dan tampak masih muda."Ini, Ma. Usianya sudah 45tahun, tapi wajahnya, seperti wanita berusia 30an,"Mama melirik segan tapi penasaran."Al, Mama ga sudi! Pokoknya Mama tak mau jika Papa kawin lagi. Tolong ya, jangan kasih tau Papa," Mama terus memelas."Maaf, Ma. Ini amanah dari Bu Claudia yang wajib Alina sampaikan,""Ya Allah, Al. Mama mohon,"Akhirnya setelah sekian lama saling terdiam, Mama pamit keluar. Aku menutup mulut meredam tawa agar tak terdengar oleh Mama. Segitu aja Mama, udah panik. Apalagi kalau beneran. Karena Bu Cla
Saat sedang menikmati wajah Mama yang syok, ponselku berbunyi.Pesan di dalamnya membuatku cemas. "Kenapa, Sayang?" Ternyata Mas Ubay menangkap wajah cemasku setelah membaca pesan itu."Mas, kamu capek ga?" Mas Ubay masih menatapku bingung."Engga, kenapa emang?"jawabnya kemudian."Bisa tolong antarkan aku ke rumah Flo?"Mama terkesiap."Ngapain, Al? Yang ada nanti Mbak Rosita marah-marah lagi pada kita,""Ini pembantu Flo mengirim pesan, katanya hari ini dia diberhentikan kerja sama Bibi Rosita. Dia tak bisa lagi menjaga Flo. Sedangkan Flo seperti orang depresi, tak mau makan, tak mau ngomong hanya bergumam 'ingin mati saja' gitu, Ma,""Ya Allah, apa yang ada dipikiran Mbak Ita. Astaghfirullah ... Anaknya selamat, seharusnya dia syukuri, bukan malah di sia-siakan,""Entahlah, Ma. Flo sepertinya sudah putus asa, apalagi sikap Mamanya yang juga sudah berubah sejak ada Aina,""Apa hubungannya dengan Aina?" Mama terlihat kaget."Aina menghasut Bi Rosita untuk menyingkirkan Flo, begitu k
"Maaf, Ma. Ubay akan tetap pindah dengan atau tanpa persetujuan Mama. Cukup sudah Mama menyakiti hati Alina. Seharusnya Mama berada di pihak kami. Tapi, nyatanya Mama malah memihak perempuan murahan itu!""Mama sudah tobat! Mama juga tak mau Aina menjadi menantu Mama,""Tetap ini sudah keputusan terakhir Ubay, Ma. Jika saat ini Mama tega kepada Alina. Ubay yakin akan ada Aina-aina lain yang akan membuat Mama kembali menyakiti istri Ubay,"Mama terdiam, sedangkan aku berlari mengikuti masih Ubay. Berusaha membujuknya agar tidak kasar kepada Mama, walau sebenarnya aku juga ingin melakukan hal yang sama. Tapi, memaafkan jauh lebih baik."Tak ada toleransi lagi, Sayang. Besok kita akan menempati rumah ini. Mas akan meminta orang untuk membersihkannya. Karena ini terlalu banyak debu dan kotoran,"Aku tak berani lagi menjawab. Biarlah mungkin ini lebih baik, dan menjadi sebuah pembelajaran untuk Mama,"Kami berniat melanjutkan perjalanan ke rumah Flo. Sekarang sudah mendekati jam dua. Kami
"Pembunuh, kalian pembunuh!"Aku menatap Mas Ubay, sedangkan Mama tampak pucat. Kenapa malah diteriakin pembunuh sama Bibi Rosita?"Ada apa sih, Mbak? Teriak-teriak, ini rumah sakit,"Bukannya malah tenang, Bibi Rosita mendorong tubuh Mama hingga terdorong ke belakang. Mas Ubay dengan sigap menyambut Mama hingga Mama tak terjengkang."Bi! Bibi apa-apaan! Udah syukur anak Bibi kami tolong!""Kalian yang keterlaluan! Sejak awal Flo pulang dari luar negeri, dan dekat dengan keluarga kamu. Dia ketiban sial! Jatuh dari tangga, suaminya dipenjara, dan sekarang jatuh lagi,""Lalu Bibi menuduh kita yang melakukan itu, begitu?"tantang Mas Ubay."Iya! Kalian ngiri pada Flo, kan?""Ngiri? Ngiri untuk apa? Kalau ngiri sudah dari dulu Flo kami aniaya," Bibi Rosita terdiam dan menatapku tajam."Semua sejak ada dia! Kalau saja kamu tidak salah memilih istri, tak akan ada kesialan dalam keluarga kita!""Jaga mulut Bibi! Jangan bawa-bawa istri saya. Saya bisa saja melakukan apa yang Bibi tuduhkan itu
[Baiklah, mbak. Saya akan kirim alamat di sini, ya. Makasih sebelumnya,][Sama-sama, Bu. Saya nitip Mbak Flo. Mbak Flo itu sebenarnya orang baik, hanya saja dia merasa kehidupan tidak berpihak padanya,][InsyaAllah, Mbak,]Aku pun mengirim alamat rumah ini padanya. Sengaja aku tidak memberitahu keadaan Flo, agar dia tak kepikiran.Usai mengirim pesan balasan itu, aku segera keluar. Mama dan Mas Ubay tampak serius menonton televisi. Mama terlihat syok, sedangkan Mas Ubay memilih membuang pandangan ke arah lain."Berita apa, Ma?"Mama menunjuk ke layar datar itu. Mataku sontak melebar. Di sana terlihat jelas Aina yang di bawa polisi, berita tentang kasus Aina yang diduga kumpul kebo dengan managernya, juga ada laporan percobaan bunuh diri pada seorang wanita cacat."Astaghfirullah ..." Lirihku bersamaan dengan Mama. Aku meraih tangan Mas Ubay agar melihat apa yang aku dan Mama perhatikan.Dengan jelas berita itu memperlihatkan video Aina yang mendorong Flo dari dari rumah. Video yang se
"Pembunuh, kalian pembunuh!"Aku menatap Mas Ubay, sedangkan Mama tampak pucat. Kenapa malah diteriakin pembunuh sama Bibi Rosita?"Ada apa sih, Mbak? Teriak-teriak, ini rumah sakit,"Bukannya malah tenang, Bibi Rosita mendorong tubuh Mama hingga terdorong ke belakang. Mas Ubay dengan sigap menyambut Mama hingga Mama tak terjengkang."Bi! Bibi apa-apaan! Udah syukur anak Bibi kami tolong!""Kalian yang keterlaluan! Sejak awal Flo pulang dari luar negeri, dan dekat dengan keluarga kamu. Dia ketiban sial! Jatuh dari tangga, suaminya dipenjara, dan sekarang jatuh lagi,""Lalu Bibi menuduh kita yang melakukan itu, begitu?"tantang Mas Ubay."Iya! Kalian ngiri pada Flo, kan?""Ngiri? Ngiri untuk apa? Kalau ngiri sudah dari dulu Flo kami aniaya," Bibi Rosita terdiam dan menatapku tajam."Semua sejak ada dia! Kalau saja kamu tidak salah memilih istri, tak akan ada kesialan dalam keluarga kita!""Jaga mulut Bibi! Jangan bawa-bawa istri saya. Saya bisa saja melakukan apa yang Bibi tuduhkan itu