Kiara bergerak ke arah Rini. “Hai, Rini.” Kini dia sudah membuang semua tata krama dan sopan santun dalam dirinya.
Rini memicingkan matanya. Salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas. “Wah, kejutan. Aku tak menyangka akan kedatangan tamu spesial. Mantan anak tiriku yang sudah lama menghilang. Mau apa kau ke sini, Nak? Meminta uang dariku? Apa kau jatuh miskin sekarang?”
“Kau pasti senang mengetahui kalau ayahku telah tiada,” desis Kiara.
Rini sengaja menghela napas pelan. Ekspresinya menyiratkan penyesalan yang dibuat-buat. “Oh, aku tahu itu, Sayang. Sungguh malang Kusuma. Aku bahkan tidak sempat berada di sisinya di saat terakhirnya. Sama seperti dirimu, ya kan?”
“Aku tidak heran. Wanita selicik dirimu memang tidak punya belas kasihan. Kau telah merampas semua harta milik ayahku dan meninggalkannya begitu saja!”
“Aku tidak melakukan kejahatan apa pun,” Rini mengangkat bahuny
Tante Ayu memeluk Kiara erat setelah mendengar perihal warisan deposito satu juta dolar dari mendiang ibunya Kiara. “Syukkurlah. Akhirnya kau bisa mendapatkan apa yang menjadi hakmu tanpa ada yang bisa mengusiknya.”Kiara mengangguk pelan. “Tante kurasa aku akan tinggal di sini lebih lama. Tante nggak keberatan kan?”“Tentu saja Tante nggak keberatan, Kiara. Kamu bisa tinggal di sini selama yang kamu mau. Tapi bagaimana dengan pekerjaanmu di Jakarta?”“Aku akan mengajukan surat pengunduran diri.” Ungkapnya. Dengan warisan yang baru saja dia dapat, hidupnya kini jauh terasa lebih mudah. Namun, ada satu hal masih mengganjal pikirannya.“Lantas, apa yang akan kamu lakukan di sini? Kamu mau melanjutkan kuliah lagi atau bagaimana?” Tante Ayu penasaran.“Aku mau menyelidiki sesuatu, Tan.”Dahi Tante Ayu mengernyit. “Menyelidiki apa?”Kiara bersedekap. Raut w
Empat Tahun KemudianBRAK!Arianto Djaya menghempaskan laporan keuangan kuartal pertama Sinar Tekstil di atas meja rapat. Ray beserta para manajer lain hanya bisa tertunduk.“Sudah tahun keempat kamu memimpin perusahaan ini, tapi kenapa keuangan perusahaan selalu defisit! Dan ini yang terparah, hampir minus!” bentak Arianto Djaya. Dadanya kembang kempis menahan amarah.Ray hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Sebagai CEO, dia memang gagal. Sejak kepemimpinannya, perusahaan kacau balau. Turn over karyawan termasuk tinggi dan mereka juga gagal menghasilkan keuntungan untuk memutar modal. Berkali-kali Ray gagal memenangkan beberapa tender besar.“Kalau performamu semakin menurun, saya akan pecat kau dari jabatan ini!” Arianto Djaya keluar ruangan dengan langkah kesal diikuti asisten pribadinya.Ray kembali ke ruangannya dengan lesu. Pikirannya begitu pening atas ultimatum papanya itu.&l
Kiara memutar kursinya begitu dia memutuskan sambungan telepon. Dia melihat Nabila yang tersenyum lebar di meja seberang.“Keuntungan kita bulan ini naik dua puluh persen!” ungkapnya dengan mata berbinar, memandangi layar laptop.“Dan kita baru saja mendapatkan reseller baru.”Nabila bersandar sambil menghela napas pendek. “Gue nggak menyangka usaha kita bisa berkembang pesat seperti sekarang. Pilihan gue untuk resign dan membangun usaha bereng lo ternyata memang pilihan yang tepat.”Empat tahun lalu, setelah Kiara mendapat warisan dari ibunya dan membongkar kejanggalan kebakaran rumah ayahnya, Tante Ayu mengambil alih operasional resor di Batam sehingga Kiara bisa kembali ke Jakarta dan kuliah.Kiara memutuskan untuk mengambil jurusan bisnis dan manajemen dan lulus 3,5 tahun kemudian sebagai salah satu lulusan terbaik. Setelah itu, terbesit keinginan untuk melamar pekerjaan di perusahaan besar.
“Lihat itu,” Arianto Djaya melempar koran harian dengan kasar di hadapan Ray.Ray hanya bisa menghela napas pasrah. Secara khusus, Arianto memanggil putra bungsunya itu ke rumah.Tangan Ray menjangkau koran itu. Matanya terpaku pada headline hari ini. Mendadak kepalanya pening. Lagi-lagi masalah menimpa perusahaan yang dipimpinnya.“Mereka menyoroti soal pembuangan limbah di pabrikmu.” Arianto berujar berang. “Kau tahu, wartawan itu bahkan berhasil melakukan investigasi yang mendalam. Pembuangan limbah Sinar Tekstil ternyata membahayakan warga sekitar! Kau tahu kan konsekuensinya bagi perusahaanku yang lain?!”“Maaf, Pa.”“Sudah kesejuta kalinya kau minta maaf padaku. Tapi ucapan maafmu itu hanya omong kosong belaka!” Arianto menggebrak pinggiran meja kerjanya.“Aku sudah berusaha setengah mati untuk menekan biaya operasional perusahaan. Kalau Sinar Tekstil menerapkan
Embusan angin kencang membuat butiran-butiran air hujan serta beberapa daun kering menghantam jendela kaca di ruangan Kiara. Di luar, hujan turun dengan derasnya. Sesekali petir menyambar yang membuat Kiara tersentak.Tiba-tiba saja ada satu pesan masuk di ponselnya. Dia sedikit kaget mendapati nama Gian muncul di layar. Kiara tidak bisa menahan senyumnya yang langsung mengembang begitu tahu bahwa Gian mengajaknya bertemu di sebuah café setelah jam kerja selesai.“Gimana kabar Nabila?” tanya Gian setelah menyeruput minuman hangat di hadapannya.Kini, mereka duduk di sebuah café bergaya retro dengan banyak sentuhan kayu dan pajangan-pajangan klasik yang menghiasi ruangan. Lagu-lagu akustik yang diputar seperti tertelan dengan lebatnya air hujan yang turun.“Ibunya sudah keluar dari RS, tapi Nabila masih harus tinggal beberapa hari di sana,” ungkap Kiara, mengaduk sup asparagus yang asapnya mengepul. “Sebenarnya a
“Aku sudah siap,” Kiara berdiri di hadapan Gian dengan gaun hitam tanpa lengan yang memperlihatkan sedikit pundaknya. Rambut panjang Kiara disanggul agak tinggi dengan meninggalkan beberapa anak rambut yang menggantung di belakang tengkuk. Bandul anting mutiara menggantung dengan elegan di kedua telinga Kiara.Gian membenarkan posisi jas abu-abunya sebelum mengamit lengan Kiara menuruni tangga salon.“Wow, aku terkesima,” tukas Gian. “Kamu cantik banget, Ki.”“Trims, Gi.”“Makasih ya mau menemaniku pergi ke acara gala dinner malam ini,” Gian membukakan pintu mobilnya untuk Kiara.Acara gala dinner kali ini diadakan di hotel bintang lima yang diselenggarakan oleh persatuan pengusaha di negeri ini. Kiara senang bisa menemani Gian karena di sana dia juga berkesempatan untuk memperluas networking-nya.Jantung Kiara mulai berdebar kencang begitu mereka melangka
“Oh my God, Ki, gue kangen banget sama lo!” Nabila menyeruak masuk kamar Kiara dan langsung memeluk sahabatnya itu setelah sebulan lamanya mereka berpisah.Kiara tersentak kaget saat dia sedang berbaring di ranjangnya sambil membalas pesan dari Gian. “Lho, kenapa kamu nggak nelepon aku sih? Aku kan janji mau menjemputmu hari ini di stasiun kereta.”“Nggak usah, gue nggak mau ngerepotin lo.” dia menyengir lebar. “Lagian selama ini gue udah menelantarkan lo di kantor sendirian. Tapi semua baik-baik aja kan?”Kiara mengunci layar ponselnya dan menaruhnya di atas nakas. “Keadaan terkendali kok. Jadi gimana kabar ibumu?”“Nyokap gue udah jauh lebih baik sekarang. Dan untungnya adik gue yang sedang libur semester udah dateng, jadi dia bisa jagain nyokap gue.”Lantas, Nabila mengeluarkan abon dan sekotak kue lapis khas Surabaya dari paper bag yang dibawanya.&
Di atas ranjang Kiara, Nabila mendengkur pelan. Dia tertidur pulas setelah makan siang. Sementara itu, Kiara menyandarkan kepalanya di dinding. Rasanya begitu pening. Pengakuan Nabila itu sontak membuatnya galau.Akhirnya, Kiara berbohong—tentu saja, dia tidak mungkin mengungkapkan fakta bahwa Gian adalah pacarnya. Dia hanya bilang pria yang dipanggilnya babe itu adalah teman lamanya sewaktu dia tinggal di Batam dulu. Dan mereka dalam masa penjajakan yang serius.Kiara menghela napas panjang keputusasaan. Dia tidak menyangka hubungannya akan rumit seperti ini. Dengan gelisah, Kiara langsung mengirim pesan pada Gian yang memberi tahu bahwa Kiara akan datang ke apartemennya.Tapi Gian ada meeting di akhir pekan ini dan baru pulang menjelang sore. Lantas Kiara memutuskan untuk menunggu di apartemen Gian sambil mencari cara bagaimana mengatakan semua ini.Gian sendiri telah memberi instruksi khusus pada resepsionis agar membiarkan Kiara masuk k