Tok tok tok
Hendra mengetuk pintu kamar kost Anjani tanpa ragu. Ia sudah membulatkan keputusannya untuk menyelesaikan masalah Nisya dengan caranya sendiri. Dan menemui Anjani adalah cara pertama yang menurut Hendra bisa membantu ia menyesaikan masalahnya.
Tok tok tok
Hendra kembali mengetuk pintu kamar kost Anjani karena tak kunjung dapat sahutan dari sang empu.
Baru saja Hendra ingin mengetuk pintu berwarna coklat itu, namun pintu tersebut sudah terbuka lebih dulu, menampilkan Anjani yang sedang berdiri di hadapannya mengenakan daster dan rambut yang di cepol asal.
Sesaat Anjani nampak terkejut melihat kehadiran Hendra yang kembali menginjakan kakinya untuk yang kedua kali.
"Maaf mas, tadi abis tidurin Jeno, jadi lama buka pintunya." kata Anjani yang Hendra balas dengan anggukan singkat.
"Ada apa, mas?" Anjani bertanya lebih dulu sebelum mempersilahkan
Jam sudah menujukan pukul sebelas malam, tapi kedua bola mata Anjani menolak untuk menutup. Anjani tidak bisa tidur, ia merenung memikirkan Nisya. Kali ini Anjani memikirkan cewek itu bukan karena kesal dengan kelakuannya, tapi sebab merasa kasihan karena cewek itu hampir menjadi korban pemerkosaan. Nisya masih merasa tidak tenang dan ketakutan. Sebenci apapun Anjani pada Nisya, tapi mereka sesama perempuan, Anjani mengerti apa yang Nisya rasakan sekarang.Tubuh Anjani tersentak kecil merasakan tangan Arsya yang tiba-tiba melingkar di atas perutnya."Mikirin apa?" tanya Arsya membuat Anjani mendongakkan kepalanya menatap Arsya yang matanya terpejam."Gak mikirin apa-apa." jawab Anjani berdusta.Kedua mata Arsya yang terpejam kini terbuka, tangannya menarik tubuh Anjani untuk semakin dekat dengannya,"Yang bener? Kalau ada yang kamu pikirin ceritain aja sama mas ya." ujar Arsy
Arsya menginjak pedal gasnya kencang, ia mengendarai laju mobilnya diatas rata-rata. Beruntung siang ini jalanan lumayan sepi. Matahari bersinar terik di atas sana, azan dzuhur juga sudah berkumandang. Seharusnya Arsya melangkahkan kakinya ke masjid dan menikmati makan siang saat ini, tapi ada sesuatu yang membuatnya panik, pesan masuk dari Anjani beberapa menit lalu.Anjani: Mas, aku udah di jalan mau kerumah NisyaAnjani: Mas jangan marah yaTentu saja tanpa berpikir lagi Arsya langsung mengendarai kuda besinya menuju rumah Nisya. Tak lupa Arsya menyuruh Anjani untuk menunggunya supaya mereka datang kerumah Nisya sama-sama.Tak butuh waktu lama, mobil Arsya sudah terparkir di halaman kost nya dulu."Mas!" suara nyaring Anjani memanggil Arsya begitu Arsya keluar dari mobilnya. Arsya berbalik badan, mendapati Anjani yang sedang menggendong Jeno berjalan ke arahnya.Arsya meng
Anjani meringis kesakitan ketika Arsya membersihkan luka cakar di keningnya dengan alkohol. Selain menjambak, Nisya juga mencakar kening Anjani. Meskipun cakaran nya kecil, tapi efeknya cukup perih."Punggung kamu sakit gak? Biar mas panggilin tukang pijat." tanya Arsya usai menempelkan plester di luka Anjani.Anjani merenggangkan badannya, punggung nya memang lumayan sakit tadi, tapi sekarang sudah tidak begitu. "Enggak kok mas." jawab Anjani, Arsya mengangguk paham."Mas gak balik ke kantor?" tanya Anjani karena usai kejadian tak terduga di rumah Nisya, Arsya langsung membawa Anjani pulang ke kost. Tadinya Arsya menawarkan Anjani untuk ke rumah sakit atau klinik, tapi Anjani menolak. Anjani tidak ingin di tertawakan dokter dan suster karena datang kerumah sakit cuma gara-gara luka cakaran di keningnya. Tapi yang Arsya khawatirkan bukan cuma itu mengingat Nisya sempat mendorong Anjani hingga punggung istrinya itu terbentur d
"Jeno lucu banget sih, jadi anak tante Marra aja mau gak?""Kalau Jeno jadi anak kamu, berarti anak aku juga dong?"Spontan Anjani membekap mulutnya merasa mual mendengar Jeka yang menyahuti ucapan Marra barusan. Ya, Anjani sudah tiba di Jakarta sabtu siang dan langsung di sambut dengan sepasang kekasih yang menjijikan di mata Anjani."Mar, lo di pelet apa gimana sih?!" celetuk Anjani menatap Marra tak menyangka. Marra dan Jeka sudah di depan mata, tentu Anjani tidak lupa tujuan utamanya, memberi pencerahan pada Marra yang siapa tau di pelet Jeka."Buset, congor nya bos!" sahut Jeka tak terima."Terus kenapa Marra bisa mau sama mahluk astral macam lo?" balas Anjani sewot.Jeka mendelik tajam, "Jelmaan bidadara surga gini di bilang mahluk astral." Jeka memainkan alisnya memasang wajah tengil."Dih," Anjani berdecih jijik. Tapi Jeka tak merasa tersinggung sa
"Happy birthday, Rais!" ujar Anjani kemudian mengecup pucuk kepala Rais yang hari ini umurnya genap satu tahun.Rais yang sedang berada di gendongan Yogi tersenyum malu, kedua tangannya memeluk erat-erat salah satu kado miliknya."Selamat ulang tahun, jagoan!" Kali ini Arsya yang bicara, mengacak rambut Rais yang sudah di sisir rapih oleh Hanum."Om, jangan di acak-acak dong rambutku, jadi berantakan lagi kan." timpal Hanum seolah mewakilkan Rais yang belum lancar berbicara.Arsya tertawa sumbang, "Iya deh, maaf ya nih Om rapihin lagi rambutnya." kata Arsya sambil merapihkan rambut Rais yang berantakan karenanya."Tuh lihat, dedek Jeno lucu banget ya, bang." ucap Yogi sembari menunjuk kearah Jeno yang sedang di gendongan Anjani, spontan Rais menatap kearah yang Ayahnya tunjuk. Mulut anak kecil itu menganga seakan terpesona.Hanum, Yogi, Anjani dan Arsya yang melihat reaksi
"Lo udah gila ya, Chan?" sentak Anjani yang tengah naik pitam. Ibu satu anak itu tiba-tiba saja mengamuk ketika melihat kedatangan Chandra dengan anak gadis yang ia rangkul mesra.Chandra mengulum bibirnya, ia terdiam di hadapan Anjani yang sedang menghakiminya. Dan entah kenapa Chandra menciut tak berani menyahut saat Anjani memarahinya habis - habisan."Lo juga, neng!" Kini Anjani menatap gadis yang duduk ketakutan di samping Chandra. "Lo tau gak nih biawak satu udah punya bini, bentar lagi ada buntutnya."Anak gadis itulah hanya terdiam menunduk tanpa sepatah kata. Wajahnya merengut menahan tangis dan malu."Anak orang jangan di marahin, kalau mau marah ke Chandra aja." teguArsya yang Anjani balas dengan decihan."Sama dua-duanya juga salah!" jawab Anjani.Karena tak tega melihat wajah gadis itu pias, Beki mengeluarkan dompetnya. Memberika
"Kalian ini bawa bayi pulang malam - malam." ujar Gerry yang baru saja memergoki anak dan menantunya yang baru tiba di rumah usai berkelana kerumah teman lama mereka.Sekarang sudah jam sebelas malam tapi Arsya dan Anjani baru pulang kerumah bersama Jeno yang sudah tertidur pulas di gendongan Anjani. Gerry yang melihat itu tentu saja menggelengkan kepalanya, tak habis pikir kenapa mereka pulang kerumah larut malam bersama Jeno yang seharusnya sudah tertidur dengan nyaman di atas kasur empuk nya, bukan di gendongan Anjani."Maaf, pah." ujar Arsya merasa bersalah, ia mengangkat pandangannya menatap Gerry dengan tatapan memohon.Gerry berdecak, "Anjani, bawa Jeno masuk. Arsya, kamu temanin papah main catur." ujar Gerry kemudian beranjak pergi.Anjani dan Arsya yang mendengar itu saling melempar tatapan dan tersenyum tipis, kalau Gerry mengajak Arsya main catur itu tandanya Gerry sudah memaafkan mereka.
Usai kepulangan keluarga kecil Juna ke Bandung beberapa jam lalu, kini Gerry harus melepas kepergian Anjani dan Arsya karena satu jam lagi jadwal penerbangan pesawat yang akan membawa Anjani dan Arsya ke Jogjakarta.Arsya dan Anjani berangkat ke bandara di antar Gerry, Renya, Neisya dan Deka. Keempatnya meluangkan waktu untuk mengantar Arsya dan Anjani ke bandara. Sesampainya di bandara mereka duduk menunggu sembari mengobrol dan bercanda."Deka, kapan - kapan main dong ke Jogjakarta, sama Handa juga." ujar Anjani tersirat rasa meledek, ia baru saja dapat bocoran dari Renya kalau ternyata Deka berpacaran dengan Handa.Jelas Anjani mengenal Handa, sebab saudara laki-laki Handa adalah sahabat baik Anjani. Rumah mereka juga bersebelahan. Padahal dulu Handa dan Deka gemar sekali bertengkar dan menjadi rival. Tapi entah bagaimana ceritanya mereka bisa saling jatuh cinta. Entahlah, hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu