Kehadiran Arya ternyata sangat berpengaruh terhadap tingkah laku si kembar. Mereka selalu saja menanyakan keberadaan Arya setiap pria itu tidak mampir ke rumahnya selama dua hari.
"Ayah Arya kan juga bekerja, Ara. Gak bisa setiap hari ke sini, bunda juga lagi sibuk untuk undangan persiapan pernikahan. Katanya kalian sayang sama Bunda, jangan bandel dong!"
Namanya anak-anak pasti maunya diturutin dan tidak bisa diganggu gugat. Arya sudah mengambil hati si kembar, membuat mereka nyaman dan bahkan sudah memanggil pria itu dengan sebutan ayah Arya sejak dekat dengan Sinar.
Bagi si kembar, Arya adalah pria penyayang, tidak pelit, tidak pernah membentak bunda juga perhatiannya selangit. Mereka lebih nyaman dengan Arya ketimbang Sariti.
Meskipun sama-sama memiliki posisi orang tua sambung tetapi keduanya bertolak belakang sifatnya. Karena Sariti sudah menunjukkan sikap ketidaksukaannya terhadap si kembar, padahal saat menjadi pembantu mereka dekat si gundik.
Atas kesepakatan bersama, akhirnya Sinar mempersetujui usulan ibu Arya untuk mempercepat proses lamaran. Ia harus segera ke Jakarta demi menyambut calon mertua di rumah orang tuanya.Yang paling aneh baginya adalah Arya hendak mengantarkannya ke ibu kota, tapi tentu Sinar tak setuju karena akan membuat pria itu riwa-riwi Bandung-Jakarta berturut-turut."Kamu gak harus repot-repot nganterin aku, Mas. Aku benar-benar bisa sendiri. Lagian kan besoknya kamu ke Jakarta lagi?"Arya tetap bersikukuh pada kegigihannya. Ia tak mau terjadi apa-apa di sepanjang perjalanan. Bagaimanapun juga, Sinar adalah wanita yang sendirian bepergian apalagi dengan si kembar."Harus ikut pokoknya. Nanti kalau kamu dibegal gimana? Diculik? Dimutilasi? Ah, aku gak bisa tenang cuma diam aja di rumah."Hadeh, sikap parno Arya hanya membuat Sinar menahan tawa. Lagi pula, selama ini perjalanan Sinar setiap pulang ke Jakarta aman jaya sentosa. Tak pernah mendapat musibah, semoga s
Satu kata untuk pria bernama Arya Sagara, meresahkan! Saat ini Sinar sedang berdiri di depan pantulan cermin dengan memakai kebaya dan Siger Sunda. Ia hanya mencoba-coba saja karena di dalam pikirannya, ia hanya ingin menikah dengan proses yang biasa asalkan sah di mata agama dan negara."Cocok nggak?" tanyanya meminta penilaian."Bahkan kamu belum memakai riasan di wajahmu tapi bisa secantik ini. Apa sih resepnya?"Sinar kembali mencopot siger Sunda dari kepalanya. Menyipitkan mata karena Arya dengan gamblang memujinya di depan pegawai butik. Ia tahu betul kalau pria itu memang sengaja melakukannya."Sebenarnya kamu itu ngajakin aku ke sini buat cari cincin nikah atau cari kebaya sih? Bukannya aku udah bilang aku itu punya kebaya waktu dulu aku menikah sama Bagas, masih layak pakai, Mas Arya."Big no! Mendengar ucapan calon istrinya apalagi menyebut mantan, tentu saja Arya tidak setuju. Baginya apa pun yang mengenai mereka harus baru dan diulang d
Sekali lagi Sinar melihat sekilas seperti apa penampilannya sekarang. Ia memakai dress warna biru muda dengan motif lurik, berlengan balon dan pita di pinggang. Dress pemberian Arina, kakak kandung Arya Sagara."Bundaku cantik banget, pasti nanti ayah Arya jadi pangkling," puji Aksara.Mereka memang punya kesamaan yaitu mahir memuji Sinar. Entahlah, ia merasa Aksara malah mengikuti tingkah laku Arya sejak pria itu terjun di hidupnya beberapa minggu ini.Tak ada yang menyangka kalau Sinar sudah pernah menikah, bercerai dan bahkan punya anak. Ia masih memiliki bentuk tubuh ramping dan masih sedap dipandang."Kita ke depan yuk, kayaknya ayah Arya sebentar lagi sampai. Aurora mana?""Di kamar nenek, lagi sibuk dandan sama bibi Senja. Tahu tuh, yang lamaran siapa yang heboh siapa."Duh, kalau gini Aksara sangat mirip dengan Arya padahal tidak ada ikatan darah. Mereka pun keluar dari kamar Sinar, menunggu tamu agung dari Bandung dengan perasaan ya
Ternyata jarak Jakarta-Bandung terasa jauh juga bagi pasangan yang tengah berbunga-bunga. Baik Arya dan Sinar, mereka sama-sama saling mengungkapkan rasa sayang setelah acara lamaran."Hah, aku gak nyangka bisa segila ini mikirin Sinar. Padahal kita masih kirim pesan, video call setiap hari tapi tetap saja rindu ini makin menjadi-jadi," aku Arya.Mendengarkan curhatan pasangan yang sedang LDR memang ada manis-manisnya gitu. Yudis dan Gebby hanya menjadi pendengar setia, karena tahu kalau Arya dan Sinar sedang dipingit."Kangen banget sama dia?" pancing Gebby. Tentunya Sinar juga mencurahkan perasaan rindunya pada teman satu-satunya yang masih satu kota dengan calon suaminya."Iya. Aku gak pernah serindu ini sama orang, bucin banget kan?" kekeh Arya.Apalagi setiap hari Sinar tak selalu memegang ponsel karena sering diajak Senja bepergian untuk COD bisnis onlinenya. Hanya sekitar gang perumahan karena calon pengantin yang dipingit tak boleh bepergia
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau, saudara Arya Sagara dengan Sinar Mentari binti Mahesa Anugrah dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya Sinar Mentari binti Mahesa Anugrah dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?" tanya penghulu."SAH!" sahut para tamu undangan serempak.Sesepuh perumahan di daerah tempat tinggal Riani memimpin doa, memberikan keberkahan pada pasangan yang sudah sah barusan.Arya melirik ke arah Sinar, sudah pasti terselip rasa haru di hatinya. Istrinya mencium punggung tangannya dan pria itu merasa tersengat tubuhnya karena baginya ini adalah pengalaman pertamanya.Dielusnya ubun-ubun sang istri, memejam lalu berdoa untuk kebaikan mereka berdua. Kini baik Arya maupun Sinar sama-sama jadi pusat perhatian.Usai ijab qabul, banyak adat pernikahan yang harus dilewati. Sinar memang tahu kalau mertuanyanya menginginkan adat Sunda sesuai pakaian yang dipakainya.
Aneh, tumben si kembar sama sekali tidak rewel selama resepsi pernikahan. Bahkan mereka peka membawakan makanan dan minuman agar pasangan pengantin tidak kelaparan saat banyak tamu undangan berpamitan.Mereka mendekati Arya dan Sinar. Seakan merestui untuk memberikan waktu hanya berdua bagi pengantin baru. Duh, manisnya."Ayah Arya, kami tidur sama kakek-nenek dulu ya," ucap Aksara saat Mahesa hendak ke rumah Sinar di Bandung.Eh, maksudnya si bocil memberikan waktu berdua bagi Sinar dan Arya? Begitulah kira-kira batin sang pengantin. Pengertian banget si bocil kalau Arya memang tak tertahankan pingin iya-iya dengan sang bunda."Yakin? Bukannya kalian semalem bilang rindu banget sama Bunda sampai gak mau pisah?" pancing Sinar.Ia tahu kalau Aksara sangat paham yang dilakukan pengantin baru adalah sesuatu hal yang dewasa. Belajar dari siapa sih, anaknya?"Yakin, Bunda! Pamit dulu ya, nanti kalau ke rumah bawain makanan yang banyak!"Au
Kesiangan adalah hal yang wajar bagi pengantin baru. Bahkan Arya malas keluar dari zona nyamannya, masih terbungkus selimut dengan sang istri.Lucunya adalah Sinar memiliki tabiat tidur yang heboh. Tak bisa diam seperti dirinya, unik juga istrinya. Ia masih menatap punggung polos Sinar dari belakang."Sayang, mau bangun apa enggak?""Hmm."Ya. Sinar memang mager, sama sekali tak rela untuk membuka mata setelah semalam dibuat melayang karena perbuatan suaminya. Ah, kalau diingat-ingat bikin senyum-senyum sendiri."Kalau bahagia ajak-ajak dong, Sayang. Kelihatan banget kamu ketawa sendiri tadi."Ih, ganggu aja orang lagi halu. Sinar tahu Arya pasti paham apa yang sedang dipikirkannya sekarang."Aku masih ngantuk."Baiklah, Arya maklum. Dinginnya Bogor pasti membuat istrinya di mode off untuk diajak bercanda. Ia kembali bersembunyi di balik punggung istrinya yang hangat, tanpa sehelai kain sama sekali. Memang begitu nyaman sampai-
Setelah lima hari tinggal di Bogor, Sinar mengusulkan diri untuk mengunjungi orang tuanya yang memang liburan di Bandung. Apalagi ia memang punya janji mengadakan syukuran pernikahan dengan beberapa rekan agensinya."Semuanya udah siap kan? Baju-baju kamu gak ada yang tertinggal?""Enggak ada, Mas. Nanti kalau ada yang tertinggal kan bisa diambil lagi, Bogor-Bandung gak jauh-jauh amat kok."Baiklah, sepertinya Sinar tak keberatan diajak bolak-balik ke kota kelahirannya. Betah kali, dingin dan bikin nyaman.Mereka sudah menenteng koper mini. Arya hanya membawa beberapa baju ganti, semua bajunya sudah tersimpan rapi di rumahnya. Rumah impian yang akan ditinggalinya dengan istri dan si kembar."Bu, pamit ya. Maaf belum bisa mengobrol banyak. Nanti kapan-kapan kita main, Sinar juga kayaknya betah di sini," pancing Arya."Oh, jelas. Kan adik iparku suka yang dingin-dingin kayak Bogor. Iya kan, adik ipar?""Ah, bisa aja Kak."Riani m