Jumat ini, sesuai dengan rencanaku, aku pergi ke kafe bersama Dino. Awalnya, anak ini menolak untuk ikut bersama denganku. Karena sangat jarang, bahkan mungkin tidak pernah aku mengajaknya untuk pergi ke restoran berduaan, seperti ini. Namun, dengan berbagai alasan yang aku lontarkan kepadanya. Akhirnya, Dino menyetujui permintaan Kakaknya ini. Aku juga sudah bilang kepada Naomi untuk mengajak Alessa sesuai rencanaku. Naomi yang tidak tahu apa-apa dengan rencanaku dan Barra begitu terkejut dan juga penasaranl, setelah mendengar penjelasanku. Naomi sepertinya baru tahu bahwa Dino pernah berusaha untuk mendekati Adik Sepupunya itu. Naomi pun menyetujui apa yang aku lakukan. Tidak seperti Dino, Alessa menyetujui permintaan Naomi dengan mudah. Naomi dan Alessa datang lebih dahulu dari aku dan Dino. Setelah kami bertemu di restoran, kami pun mulai memainkan sandiwara kami.
“Oh? Naomi?” Ujarku yang berpura-pura
Olimpiade yang Dino dan Alessa ikuti dimulai hari ini. Namun, penonton di olimpiade itu dibatasi, hanya orang-orang berkepentingan saja yang boleh hadir dan menonton langsung di sana. Jadi, kami hanya bisa menantikan hasil akhirnya saja dari Dino. “Halo, Bu!” Panggil Dino, yang akhirnya mengabarkan Ibu. “Bagaimana hasilnya, Nak?” Tanya Ibu penasaran. “Aku menang, Bu! Dino mendapat juara 1, Bu!” Ujar Dino dengan bangga kepada Ibu. “Hah? Juara 1?? Kamu serius, No?” Tanya Ibu, memastikan apa yang dia dengar. “Woah! Anak Ayah memang hebat! Ayah sudah menduganya dari awal bahwa kamu pasti akan memenangkan pertandingan itu.” Ujar Ayah yang mengambil alih ponsel Ibu. “Dino, Ingat!
Aku dan beberapa pegawai harus lembur hari ini, karena berbagai program baru yang rencananya akan diadakan di tahun depan. Setelah semua pekerjaanku selesai, aku langsung membereskan semuanya dan beranjak untuk pulang. Di saat aku sedang membereskan barang-barang di mejaku, Pak Oris menghampiriku. Dia mengajakku untuk pulang bersama dengannya. “Rin? Apa kamu mau aku antar pulang?” Tanya Pak Oris yang membuat mata semua orang di sekitarku langsung tertuju ke arahku. “Hmm... Aku sepertinya akan pulang bersama Yasmin, Pak.” Jawabku, menolak ajakan Pak Oris. “Eh! Maaf, Rin! Aku tidak bisa pulang bersama denganmu. Aku sepertinya tidak pulang hari ini. Huhuhu...Ternyata masih banyak hal yang harus aku kerjakan.” Ucap Yasmin yang kembali duduk di tempatnya.
“Hwuahh~ Cepat Barra! Aku sudah mengantuk.” Ujarku. “Hmm... Menurutmu apa arti kehidupan ini?” Tanya Barra kepadaku. “Hah? Mengapa kamu malah mengajukan pertanyaan kepadaku sekarang?” Ujarku yang kaget dan heran dengan Barra yang tiba-tiba melontarkan pertanyaan kepadanya. “Sudah... Jawab saja!” Perintah Barra. “Huh! Baiklah, aku akan menjawabnya. Tapi, setelah itu kau harus memberitahuku apa masalahnmu.” Ucapku kepada Barra. “Iya. Cepat Jawab!” Perintah Barra sekali lagi. “Hmm hidup? Hidup itu... Kesempatan? Em. Aku menganggap kehidupan ini adalah sebuah kesempatan. Setiap detik waktu yang kita lewati itu merupakan kesempatan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Hidup itu
07.45 “Selamat pagi!” Ujarku yang berjalan menuruni tangga dengan tubuh yang belum sepenuhnya sadar “Kamu pulang jam berapa kemarin, Rin??” Tanya Ibu sambil mengaduk kuah kaldu yang mulai mendiidih di hadapannya. “Hmm….. Jam 2?? Atau sudah jam 3, ya??” Ujarku sambil mengusap mata yang masih tak mau terbuka lebar seraya berusaha mengingat. “Jam 3, katamu!? Tidak biasanya kamu lembur sampai sepagi itu.” Ujar Ibu yang cukup tekejut mengetahui Erin pulang selarut itu. “Ahh… sebenarnya aku itu sudah pulang dari kantor sekitar jam 12 malam. Namun, tiba-tiba aku melihat Barra sedang duduk di halte bus yang aku lewati saat perjalanan pulang.” Jelas Erin yang akhirnya mulai mengingat potongan kejadian tadi malam.
Hari ini adalah hari ulang tahun bagi kedua anak kembar Kak Rio dan Kak Ariana, Caleb dan Chana. Kedua anak Kak Rio ini merupakan anak kembar tidak identik. Caleb, Sang Kakak yang lahir 15 menit lebih dahulu dari adiknya, berjenis kelamin laki-laki yang wajahnya mirip dengan Kak Ariana (menurut Ibuku). Lalu, Chana, bayi cantik yang masih tertidur sejak tadi ini memang sikapnya tampak lebih tenang dari Caleb. Wajah Chana tampaknya akan mirip dengan Kak Rio, menurut Ibuku dan aku pun setuju dengan hal ini. Hari ini merupakan ulang tahun yang pertama bagi mereka. Tak disangka, sudah satu tahun kedua anak menggemaskan ini hadir dan menghiasi kehidupan kami. Caleb dan Chana bukan lagi bayi yang hanya bisa merengek, makan atau tidur. Kedua bayi ini sudah mulai melakukan berbagai hal yang mereka mau. Mereka mulai bisa untuk menunjukkan berbagai ekspresi sesuai dengan apa yang sedang mereka rasakan. Rasa pe
Tidak di sangka, hari ini sudah masuk bulan Desember. Bulan yang akan mengakhiri satu tahun ini. Woah! Begitu banyak hal yang sudah terjadi di tahun ini. Aku seketika takjub dengan diriku. Rasa bangga mulai timbul dalam hatiku, setelah mengingat berbagai gelombang kehidupan yang berhasil aku arungi. Pikiranku mulai kembali merangkai kenangan-kenangan lama yang tersimpan rapi dalam memoriku. Berbagai kejadian mengejutkan yang aku alami di tahun-tahun sebelumnya. Seorang Artis Besar yang menginap di rumahku dengan tiba-tiba dan sekarang sudah seperti keluargaku sendiri. Penolakan tidak langsung dari Ryan yang sempat membuat kerenggangan dalam persahabatan kami. Pertemuanku dengan Naomi, perempuan yang hampir menjadi musuhku namun kembali menjadi sahabatku. Keuangan keluargaku yang mulai sulit dan membuatku seketika merasa menjadi beban bagi orangtuaku. Aku yang akhirnya memberanikan diri bekerja sebagai seorang Manajer Barra, menggantikan Kak Rio.
Beberapa jurnalis dan staf diminta untuk datang ke rumah salah satu staf perusahaan yang bekerja sama dengan kita di proyek ini. Seseorang yang akan menjadi produser untuk proyek besar ini. Kami diundang untuk makan malam di rumahnya. Berharap para staf dari masing-masing perusahaan bisa lebih dekat dan bisa mengakrabkan diri sebelum proyek ini benar-benar terlaksana. Aku dengar calon Produser kami ternyata adalah orang Indonesia. Namun, dia sudah tinggal lama di Korea Selatan bersama orang tua angkatnya yang juga merupakan orang Indonesia, namun menetap di Korea Selatan. Kemampuan berbahasa yang dimiliki olehnya diharapkan mampu mempermudah komunikasi kedua perusahaan dari negara yang berbeda ini. Namun, setelah kami tiba di rumah produser itu. Ada suatu hal yang langsung membuatku terkejut, sesaat setelah aku masuk ke dalam rumah itu.
Hari ini adalah hari keberangkatan kami dari Korea Selatan menuju Indonesia. Sesuai permintaan Bu Trisha waktu itu, dia ikut pergi bersama denganku dan para staf lain hari ini. Setelah menempuh perjalanan selama sekitar 7 jam. Kami akhirnya tiba di Indonesia dengan selamat. Aku dan para kawan sekerjaku mulai berpisah di bandara, untuk pulang ke rumah kami masing-masing. Bu Trisha akan tinggal di rumahku untuk sementara. Aku sudah mencoba untuk menghubungi Barra sejak tadi. Namun, sepertinya dia masih berada di luar negeri, sibuk dengan konser tunggalnya itu. “Ibu tidak apa, bukan? Jika harus tinggal di rumahku untuk sementara. Barra sepertinya masih sibuk dengan konsernya. Hmm... Atau Ibu mau tinggal di hotel saja?” Tanyaku kepada Bu Trisha. “Ahh tidak! Jika boleh, aku lebih memilih untuk tinggal di rumahmu