"Terus Aa' nyesel?"
"Nggak juga.""Kenapa? Kan Aa' kehilangan banyak uang," sahut Dina."Karena sejumlah uang yang hilang itu tidak ada harganya dibanding kepuasan yang saya dapatkan, " jelas Al.Lagi-lagi Dina hanya tersenyum tak berdosa. Ada bahagia dalam hatinya, karena harapan dan usaha yang ia lakukan ternyata tak sia-sia."Kalau memang belum disentuh kenapa nggak diminta balik uangnya sama tante Merry?"dengan polos Dina kembali bertanya."Nggak sempet, nggak kepikiran kesana juga,* jawab Al apa adanya."Pasti gara-gara Aa' dah kepikiran Dina terus, kan? Jadi nggak sempet mikir apa-apa lagi? Mikirnya asal cepet pulang aja, iya kan A'?" goda Dina membuat seorang lelaki kulkas mendadak bersemu merah."Nggak usah kege-eran!""Udah Aa' ngaku aja deh!" Dina terus menggoda."Lagian kamu kenapa biarin saya pergi kalau memang berniat mencegah?''tanya Al mengalihkan pembicaraan."Karena ak"Kenapa diblokir?" tanya Al heran.Sesaat Dina hanya terdiam, pandangannya kosong, tampak ia sedang ketakutan."Din, are you okey?" pertanyaan Al kembali menyadarkan Dina."Oh, A', aku nggak apa-apa kok," sahutnya kikuk.Al memperhatikan gerak-gerik Dina, gestur tubuh Dina yang semula tenang berubah menjadi gelisah, walau ia berusaha untuk menutupinya, tapi Al dapat merasakannya. Setiap hari hidup berkutat dengan ribuan karyawan yang bermacam-macam membuatnya pandai membaca keadaan."Hei kamu tenang dulu," ucap Al menenangkan.Dina menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya."So, coba jelaskan pada saya, itu tadi nomor saudara kamu? Kakak kamu?"tanya Al pelan.Dina mengangguk."Lalu kenapa malah kamu blokir?" tanya Al heran, ia mulai menyadari ada sesuatu yang tak beres dengan hubungan keluarga Dina."Dia suka ganggu aku A', aku nggak mau lagi diganggunya," jawab Dina dengan pandangan kos
"Ngomong-ngomong siapa seseorang yang mengatakan tentang filosofi air mata itu ke kamu, sepertinya orang yang sangat berarti dalam hidup kamu, sampai kamu mengingatnya begitu baik. Apa itu ibu atau ayah kamu?" tanya Al penasaran."Kenapa Aa' bertanya seperti itu? Pasti karena kata-katanya memang mengena di hati ya?" tanya Dina membuat Al berpikir."Ya, bisa di bilang begitu. Dia memandang air mata dari sisi lain, berbeda dengan kebanyakan orang pada umumnya," sahut Al."Ya Aa' betul, dan orang yang mengatakannya bukanlah Ayah atupun Ibu, sebab Ayah dan Ibu tak pernah memberiku nasihat tentang air mata, karena semasa mereka masih hidup, mereka sangat menyayangiku, sedikitpun tak akan membiarkan sesuatu membuatku sedih apalagi menangis.Aku mengetahui filosofi itu saat merasa terpuruk sepeninggal Ayah dan Ibu. Lalu seseorang datang dengan sebuah kalimat yang membuatku bangkit dan menjadi lebih kuat sampai saat ini," jelas Dina membuat Al semakin pen
Part 15"Oma video call, Din," ucapnya masih terkejut sembari melihat dirinya dan Dina yang masih sama-sama tak berbusana."Astaga, gimana ini?" pekik Al mulai kelimpungan."Duh, Oma ini selalu deh, mengganggu di waktu-waktu sakral," gerutu Al membuat Dina terkekeh. Al buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya dan Dina. Kemudian dengan cepat mengangkat video call dari Omanya, sebelum wanita sepuh itu ceramah agama sebab panggilannya yang tak kunjung mendapatkan jawaban.[Halo, Oma.] [Halo, Al, kamu kenapa? Sakit?][Nggak kok, Oma, Al sehat.][Terus ngapain kamu pakai selimut rapet gitu? Nggak ada hujan nggak ada angin juga.][Di sini dingin, Oma. Oma ada apa, tumben video call malam-malam?][Besok kan hari minggu, ajaklah istri kamu main ke rumah Oma, biar Oma ada temannya nonton drakor. Mana istri kamu sekarang?]Al dan Dina saling berpandangan sesaat, setelah itu dengan ragu Al mengarahkan kamera ke arah istrinya.[Halo, Oma,] sapa Dina canggung, merasa tak nyaman har
"Oppa ... Bangun yuk!" ucap Dina mencoba membangunkan suaminya. Dipijat-pijatnya pelan lengan kekar suaminya, membuatnya semakin enggan menjauh dari bantal."Aduh, Din, masih pagi ini, mendingan kamu tidur sini temani saya," jawab Al dengan mata terpejam seraya menepuk-nepuk tempat di sisinya."Ayo A', kita harus ke rumah Oma, lho, aku juga udah masak banyak tadi, buat sarapan bareng Oma," rayu Dina lagi, kali ini dengan memijat-mijat kepala Al, membuat Al semakin terpejam keenakan."Dah, ke rumah Omanya gampang, ntar siangan aja. Lagi pula Oma dah ada yang masakin sarapan. Mendingan kita tidur dulu, nikmati hari minggu ini," ajak Al dengan suara seraknya, ia kembali meraih guling dan memeluknya."Ah, si Aa', masa iya liburan di kasur aja sih? nggak saru tau A'," gerutu Dina sembari memijat punggung Al yang kini tengah memunggunginya, membuat Al malah ngelekor keenakan."A' ....""Hem?""Aa' ingat nggak semalam ada gempa
"Hai, Beb ...," teriak seorang wanita cantik sesaat setelah Alfaro sampai di ruang tamu, wajahnya memang cantik, tapi suaranya cempreng mirip suara panci yang jatuh dari ketinggian dua meter. Sangat memekakkan telinga, membuat Dina yang mendengarnya memejamkan mata merasakan telinga yang tiba-tiba berdengung.Wanita dengan tubuh kurus tinggi cungkring itu kemudian berlari menghambur memeluk Alfaro, kemudian bercipika-cipiki tanpa merasa berdosa, membuat Dina yang melihatnya merasa ilfeel seketika. Namun sebagai seseorang yang baru di kehidupan Al, ia berusaha tenang dan mengontrol emosinya. Ia ingin tahu siapakah wanita dengan pakaian sexy di hadapannya ini. Dan apa hubungannya dengan suaminya.Meski instingnya sebagai seorang istri auto mode On dan kasih warning, namun Dina tetap berusaha tenang dan berbaik sangka. Lagi pula ia belum tahu betul bagaimana suaminya itu bersosialisasi dengan orang lain, mungkin saja hal itu memang sering mereka lakukan, walau dalam hati kecilnya Dina me
"Maaf ya, Mbak, kalau geli tuh bergidik, kalau mengibas-ngibaskan tangan begitu namanya kepanasan," celetuk Dina membuat Vio sontak menghentikan akitivitasnya. Dan Al? Ia semakin tak dapat menahan tawanya melihat bocah tengilnya itu meladeni Vio.Udah udah, Din, mendingan kamu siap-siap, ambil barang bawaan kamu, kemudian kita berangkat ke rumah Oma," sahut Al tak ingin suasana di antara dua wanita itu semakin memanas."Oke, Sayang," sahut Dina tersenyum, membuat Al sedikit terkejut mendengar panggilan baru untuknya, "setelah Om, Oppa, Aa', sekarang sayang?" batin Al merasa heran, walau ia tahu Dina melakukan itu hanya untuk memanas-manasi Vio, tapi ada hangat menyapa hatinya kala mendengar Dina memanggilnya dengan sebutan Sayang.Sedangkan Vio semakin dibuat kepanasan melihat kemesraan mereka."Duduk, Vi," ucap Al mempersilakan Viona kembali duduk."Al, beneran deh gua heran sama Lo, bisa-bisanya sih Lo nikahin cewek kek Dina? buntelan n
Dina berjalan beriringan dengan suaminya, memasuki rumah Oma yang bak istana. Sedangkan Vio, ia masih sibuk dengan barang bawaannya di garasi, dibantu dengan pak Umang–Satpam di rumah Omanya."Assalamualaikum, Oma," sapa Dina saat melihat sang Oma menyambut kedatangan mereka di ambang pintu."Waalaikumsalam, Din, Al, ayo masuk-masuk," jawab Oma dengan raut bahagianya. Dina kemudian melangkah masuk, mencium tangan sang Oma penuh hormat, yang dibalas pelukan hangat oleh Oma Rose.Oma Rose kemudian memandang Dina penuh makna, "Oma senang deh sama kamu, Din. Cucu Oma banyak, tapi tiap mereka ke sini mana ada yang mau cium tangan Oma kaya kamu begini, paling cium pipi sebentar setelah itu kabur sendiri-sendiri," ucap Oma Rose sembari melirik Al menyindir.Tanpa basa-basi, Al segera mendekat ke arah Oma, kemudian melakukan apa yang baru saja dilakukan oleh Dina."Nah, gitu dong jadi cucu. Hormat dikit ma orang tua," sahut Oma Rose dengan nada
"Mbak Jum masak apa hari ini? Aku mau masakan Mbak Jum aja lah, jijik lihat masakan Dina," sahut Vio membuat Oma menggeleng-gelengkan kepala."Mbak Jum tadi masak nasi goreng, Non, mau Mbak ambilkan?" tawar mbak Jum."Iya, Mbak." Mbak Jum pun segera bergegas mengambilkan Vio nasi goreng buatannya.Sedangkan Al yang sudah tak sabar ingin segera mencicipi masakan istrinya, dengan cepat menyenangkan nasi ke piringya, tapi Dina yang berada di sisinya segera mencegah."Biar Dina ambilkan A'," ucapnya kemudian mengambil alih piring di tangan Al."Segini kurang A'?" tanya Dina."Kurang, tambahin dikit lagi," sahut Al membuat Oma dan Vio keheranan."Gila lo, Al, porsi sarapan lo udah kaya pak tukang," sahut Vio ceplas ceplos."Iya, Al, sejak kapan kamu jadi suka sarapan nasi? Mana banyak betul porsinya," sahut Oma Rose juga merasa heran."Sejak Dina masak nasi untuk sarapan," sahut Al sembari mulai menyuapkan n