Calvin menghela napas lega saat melihat Edric akhirnya muncul dari lift VIP yang baru saja terbuka. Pria itu nyaris kehabisan bahan obrolan dengan Radesh. Namun dia tidak mendapati Zura berjalan bersama Ed. Calvin langsung memahami jika percakapan mereka tidak berjalan dengan baik.
“Maaf membuat Pak Radesh menunggu lama.” Edric menghampiri mereka sambil menyampaikan permintaan maafnya.
“Tidak apa-apa, Pak Edric. Saya dan Pak Calvin juga sedang asik mengobrol.” Radesh menyahut dengan ramah. “Ah, Ibu Zura-nya ke mana?”
“Sedang ke toilet dulu, Pak. Mungkin sebentar lagi akan turun.” Edric hanya mengarang. Hanya kebetulan karena Zura juga tidak ada di sini. Besar kemungkinan gadis itu singgah ke toilet untuk memperbaiki penampilannya.
“Ohh,” gumam Radesh. “Ah ya, Pak Edric, tadi saya dan Pak Calvin sudah merencanakan dinner bersama, entah besok malam atau lusa. Semoga Pak Edric tidak keberatan.
Zura sedari tadi hanya berdiam diri di tengah tiga orang pria yang sedang sibuk membahas trading dan saham. Dia sebagai pendengar mulai bosan karena Radesh kelihatannya sangat nyaman dengan Calvin dan Edric. Zura berniat untuk mencari angin sejenak di luar gedung. Seingatnya, di bagian belakang stage vvip ini ada pintu yang mengarah ke balkon gedung. Dia kemudian berbisik kepada Radesh untuk permisi dan pria itu mengangguk sebagai tanda mengizinkan.Melihat Zura yang bangkit berdiri, perhatian Edric langsung terbagi dari Calvin yang sedang berbicara ‘Mau ke mana dia?’ Batin Edric penasaran.“Ibu Zura mau ke mana?” Mulutnya refleks terbuka dan melontarkan pertanyaan konyol itu. Namun, sedetik kemudian, dia langsung menyadarinya dan mengutuk dirinya. Sebegitu tidak inginnya dia Zura pergi. Ke manapun itu.“Dia ingin mencari angin.” Radesh yang menjawab karena Zura tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Gadis itu seperti tida
Zura merasakan jantungnya berdenyut lebih kencang mendengar bisikan Edric yang begitu persis di telinganya. Dia menegakkan kembali punggungnya dengan tempo yang wajar, karena Calvin masih menunggu jawaban atas pertanyaannya : 'Dia (Edric) bilang apa?'"Dia hanya mengigau dan dia sudah tertidur," jawab Zura. Berusaha membuat Calvin tidak khawatir. Kenyataannya memang Edric terlihat kembali tenang setelah bisikan terakhirnya.Sial. Dia tidur tenang, aku yang berdebar. Zura mengumpat dalam dirinya sendiri. Dibuangnya pandang ke arah jendela mobil. Debar-debar di dalam dadanya sekarang ini persis seperti debaran saat pertama kali Edric sering menggodanya di kantor dulu. Saat sang bos mulai menunjukkan perhatian lebih yang tidak pernah dia duga.Hufffff. Semakin sesak dadanya mengingat hal tersebut. Karena pikiran Zura sudah langsung melompat ke satu tahun setelahnya. Saat Edric tiba-tiba membuangnya karena sebuah perjodohan.Kedua mata Zura tidak dapat berboh
Meja berisi empat orang itu sejenak hening kala Edric baru saja membeberkan satu menu nasi padang secara rinci dengan sekali tarikan napas. Itu adalah menu kesukaan Zura yang baru saja ingin disebutkan Radesh juga. Alhasil Edric langsung sadar bahwa dia sudah melakukan sebuah kesalahan. Lagi. "Wah, bagaimana Pak Edric bisa tau? Benar loh, Ibu Zura sangat suka dengan menu yang Pak Edric barusan jabarkan." Kedua mata Radesh membesar bersamaan dengan senyum yang merekah di wajahnya. Menutupi kecurigaan yang sebenarnya semakin besar melihat terlalu banyak kejanggalan di sini. Apakah Zura dan Edric memang mempunyai masa lalu? Kalau iya, bukankah itu sangat kebetulan ketika mereka kembali bertemu di Dubai sebagai partner bisnis? Sebuah kebetulan yang hanya akan terjadi satu di antara seribu kisah cinta. "Ah ...." Edric menggaruk lehernya yang tidak gatal. Mampus lah. Sekarang harus bilang apa coba? Apalagi gadis di hadapannya itu kini melihatnya dengan tatapan data
Zura menatap pantulan dirinya di sebuah cermin besar yang ada di kamar mandi apartemen miliknya. Tubuhnya polos tanpa mengenakan sehelai benang pun. Wanita itu mematut lekuk tubuhnya yang begitu indah. Jangankan lawan jenis, dia sendiri saja sangat mengagumi kesempurnaan yang dia miliki. Bukan kah dulu pun Edric betah padanya gara-gara ini? Dada yang bulat dan penuh berisi, perut yang rata, lekuk pinggang yang seksi, serta bokong yang proporsional. Masih sangat jelas dalam ingatannya bagaimana Edric selalu memekik penuh nafsu ketika bokongnya bergerak-gerak di atas benda tumpul yang berada di tengah-tengah paha pria itu. Zura menelan ludahnya tanpa ekspresi. Dia adalah makhluk paling menyedihkan di dunia. See? Sekuat apapun dia mencoba untuk mengenyahkan Edric dari dalam pikirannya, dia tidak bisa. Sejak mereka bertemu kemarin pagi, hingga hari ini, terlalu banyak hal yang membuat jantung Zura bagai diremas tangan tak kasat mata. Sebenarnya dia begitu rapuh di dalam,
Baik Edric maupun Zura, mereka berdua sama-sama tersentak dari sofanya masing-masing. Edric shock lantaran pesan yang dia kirim dalam sekejap mendapat tanda centang biru dan di belahan lain kota ini, Zura pun kaget karena tangannya begitu latah langsung membuka satu buah pesan yang baru masuk dari nomor baru. Apesnya lagi, setelah dia baca, sepertinya itu dari Edric. 'Sorry for tonight. Just want to show that i miss you that bad.' Zura membaca pesan itu berulang-ulang. Perasaannya kembali campur aduk. Antara senang sekaligus tidak nyaman. Di satu sisi dia tersanjung Edric mempunyai kontaknya yang sekarang. Dia juga menyukai sikap gentle pria itu yang meminta maaf akibat ulahnya tadi. Edric banget memang. Namun di sisi lain, ini menakutkan. Ini sama sekali tidak sejalan dengan prinsip dan misinya. Mencegah terjadi sesuatu yang lebih jauh, Zura menonaktifkan ponselnya lalu naik ke atas kasur, walau pikirannya dipenuhi oleh Edric. Aroma parfum laki-laki it
Selama Edric tidak berada di Jakarta, Zac, adik kandungnya akan menjadi PJ alias penanggung jawab yang ditunjuk oleh Edric di perusahaan. Bila ada sesuatu hal yang harus diurus, Zac akan turun tangan menggantikan sang kakak. Namun jika harus mengambil keputusan, Zac tetap harus melibatkan Edric.Seperti pagi ini, Zac sedang melakukan video call dengan Edric yang masih sedang molor karena di Dubai masih pukul lima pagi."Jadi menurutmu aku approve saja atau tidak, Brother?" Zac sedang meminta saran Edric tentang cabang Semarang yang meminta armada pengiriman yang baru. Katanya mobil angkutan barang mereka banyak yang sudah tidak fit. Keseringan jajan di bengkel padahal urusannya itu lagi, itu lagi. Kalau bukan rem, atau shock braker, ya olinya bocor. Itu terus."Urgent banget kah? Kalau belum jangan dulu, Zac.""Tapi kalau dihitung-hitung, biaya servis mereka selama setahun sudah bisa jadi DP mobil baru.""Makanya jangan dihitung.
Hari ini adalah hari ke ke lima Edric dan Calvin berada di kantor Eco Paper. Urusan kedua anak muda itu masih tersisa sedikit sebelum lusa kembali ke Indonesia. Biasanya, sebelum pulang, mereka akan mengadakan sebuah gathering bersama karyawan, sebagai apresiasi atas kerja keras mereka selama enam bulan terakhir. Gathering-nya lebih ke acara makan-makan yang akan dihadiri oleh semua orang, tanpa terkecuali. Seperti biasa, Hans sudah memesan sebuah tempat yang bisa menampung ratusan anggotanya. Sebagaimana permintaan para karyawan yang mayoritas laki-laki, hari ini mereka makan di restoran khas Korea. Mereka ingin memanggang daging sambil minum-minum bir. Kebetulan, di sana ada satu restoran besar yang cukup menampung banyak pengunjung. Edric dan Calvin biasanya selalu sepakat saja dengan pilihan anak buah mereka. Sekitar pukul lima sore, setelah jam kerja usai, mereka berdua berangkat menuju restoran yang dimaksud. Yang lain pun sudah berangkat dengan kendaraan
(Zona 18+. Anak kecil, ahli agama, skip!) Zura merasakan bibirnya dibungkam dengan cepat oleh Edric. Entah kapan laki-laki itu menarik lehernya untuk mempermudah ciuman mereka. Kali ini tidak ada ciuman kasar dan memaksa. Edric menyesap bibirnya dengan lembut dan penuh perasaan. Zura masih sempat ingin melepaskan diri, namun sepertinya Edric telah berhasil meruntuhkan pertahanannya. Air matanya semakin berjatuhan kala Zura menyadari dia sudah kalah. Ego yang selama ini dia bangun sekokoh mungkin, akhirnya runtuh hanya karena sebuah ciuman manis yang ditawarkan oleh Edric. Apalagi saat dia sama sekali tidak menolak, Edric tanpa permisi mengangkat tubuhnya ke atas kedua paha laki-laki itu. Pesona Edric sepertinya sudah semakin kuat menguasai diri seorang Zura Taniskha Wijaya. Kini wanita itu pun sudah ikut ambil andil dalam ciuman mereka yang semakin panas. Semuanya terjadi begitu saja, mengikuti naluri masing-masing. Edric sama sekali tidak bangga kare