“Apa berita yang aku dengar itu benar?” Arnold kembali bertanya.
Pria itu seolah tahu, sumber dari semua hal yang membuat Grace datang. Jika semua itu benar, maka pertanyaan Arnold sama sekali tidak salah.
“A-aku benar-benar tidak tau kenapa kabar itu bisa mencuat.” Grace memasang raut sedihnya.
Akhir-akhir ini model ternama itu diterpa sebuah skandal. Banyak rumor dari berbagai pihak, yang menyebutnya menjadi seorang wanita panggilan pejabat kelas atas.
Arnold menghela napas pelan. Dia sudah tahu perihal pekerjaan sampingan yang dilakukan Grace, selain menjadi seorang model.
Bukankah dulu mereka bertemu karena pekerjaan itu?
“Ternyata kau masih melakukannya?” Arnold melepas kacamata baca yang baru dikenakan.
Grace mengangguk perlahan. Gaya hidup yang selalu mewah, memang membuat wanita itu gelap mata. Toh, selama ini dia bisa melakukan apa pun yang dia mau karena memiliki banyak uang.
&ldquo
Sudah dua hari Sofia tidak bertemu dengan Nicholas sama sekali. Entahlah, pria itu menjadi sedikit sibuk akhir-akhir ini. Perihal keputusannya mengenai kerja sama, belum juga dia beritahu.Biasanya pria itu tidak pernah bersikap seperti ini. Entah apa yang terjadi, dengan pria itu. Namun, Sofia merasa bahwa Nicholas sedikit menjauh darinya.“Mom, dad tidak datang lagi hari ini?” Ini sudah pertanyaan ke sekian kalinya yang dilontarkan anak berusia empat tahun di hadapan Sofia.Sofia hanya tersenyum sebagai jawaban. Dia tidak yakin, kapan Nicholas akan datang.Bukankah ini semua sesuai dengan keinginan hatinya? Hidup jauh dan tidak bergantung pada pria berdarah Italia tersebut. Akan tetapi, tetap saja ada sedikit rasa sakit dan kehilangan di hati Sofia.El menunduk sedih. Senyum yang diberikan oleh ibunya, sudah dapat dipahami. Entah apa yang sebenarnya terjadi di antara kedua orang dewasa itu, El sama sekali tidak mengerti. Apa dia kali
“Maaf kalau aku mengganggu. Kita bisa bicara lain kali.” Sofia berbalik.Dadanya terasa sesak, ketika melihat Nicholas melepaskan tangannya begitu saja ketika ada dirinya. Itu artinya jika dia tidak datang, pria itu mungkin akan membiarkan tangannya terus di genggam oleh wanita yang berada di hadapannya. Dan mungkin saja, selanjutnya mereka akan berbicara lebih jauh lagi.“Sofia!” Nicholas menarik lengan wanita itu, sebelum Sofia benar-benar berlalu.“Lepaskan tanganku, Nic!” ujar Sofia tanpa menoleh. Dia tidak mau Nicholas melihat wajahnya yang sedang kesal.“Bukankah kita ingin bicara?” tanya Nicholas dengan nada datar. Tidak ada perasaan bersalah dari perkataan Nicholas. Pria itu seperti tidak menganggap penting hal yang baru saja terjadi.Sofia menoleh. “Maaf, Nona.” Sofia memandang wanita yang kini tengah memandangnya penuh arti. “Nic, kau sedang bersama seseorang. Selesaikan pe
Ketika hati mulai menemukan sandaran untuk berlabuh kepada tempat yang seharusnya, bagaimana bisa dia menolak? Sekuat apa usaha yang dilakukan, cinta akan lebih kuat dari segalanya.Di sini Sofia berdiri. Di depan jendela kamarnya. Menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit malam. Berusaha memahami apa yang sebenarnya dia rasakan.Apakah ini yang dinamakan dengan cinta?Apakah ini yang dinamakan dengan cemburu?Hatinya tetap tidak bisa tenang meski dia sudah mandi berkali-kali. Harapan air yang mengalir akan membawa pergi perasaan gundah yang dirasakan, ternyata hanya sebuah harapan semata.Perasaan itu semakin membelenggu hati kecilnya. Bayangan wanita yang menyentuh dan mencium pipi Nicholas, seakan kembali membakar jiwa.Sofia seperti merasa dejavu. Dia kembali merasakan perasaan lima tahun silam, saat melihat Dev bersama dengan wanita lain. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Kali ini rasanya jauh lebih besar.“Aku harus
Sofia memeluk erat Nicholas dari belakang. Dia sudah tidak tahan diperlakukan seperti ini lagi. Dia tidak tahan dengan sikap dingin Nicholas.Nicholas terpaku. Pikiran pria itu mendadak melayang entah ke mana.“Jangan tinggalkan aku,” lirih Sofia. Suaranya terdengar parau.“A-aku ....”“Maafkan aku, Nic.” Kini air mata yang sedari tadi ditahan Sofia, keluar turun membasahi punggung Nicholas.Perasaan yang sulit diartikan. Rasa rindu yang menyeruak, membuat Sofia menepis semua tentang harga diri.Dia sadar, bahwa selama ini tidak bisa jauh dari Nicholas. Entah kapan waktu itu tiba, sehingga dia tidak sadar jika sudah mencintai pria itu. Sofia sudah jatuh dalam lautan cinta milik Nicholas.Nicholas, pria itu masih belum mengerti dengan perkataan Sofia. Tubuhnya masih membatu, membiarkan Sofia memeluknya dari belakang. Sebenarnya ada perasaan bahagia, ketika Sofia mencegahnya pulang.Namun, rasa
Cahaya matahari terasa begitu menyilaukan, bagi mata yang masih terlelap di atas tempat tidur. Wanita bertubuh mungil itu tampak mengerjapkan matanya berkali-kali.Sofia melenguh. Wanita itu bergerak dengan mata yang masih enggan terbuka. Meregangkan otot-otot tubuh yang terasa sedikit kaku.Namun, seketika matanya terbuka sempurna, ketika dia menyadari bahwa dia tertidur di sebuah tempat yang nyaman.“Aku di mana?” Sofia terlonjak kaget. Tangannya dengan cepat membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Wanita itu bernapas lega, melihat pakaiannya masih utuh menempel di badan.“Pagi, Sayang. Kau sudah bangun?” Nicholas datang tiba-tiba dari balik pintu. Lalu menghampiri Sofia.Sofia masih terdiam. Dia masih belum sadar kenapa bisa berada bersama Nicholas, di pagi hari.Nicholas tersenyum hangat kepada wanita yang terlihat begitu lucu, dengan wajah bingungnya.“Morning kiss.” Pria itu mencium singkat da
Detik terus berlalu berganti jam. Hari terus berlalu berganti minggu. Pria yang hidupnya hampir dihabiskan untuk mencari Sofia, masih belum mendapatkan informasi apa pun, sama sekali.Arnold mengetuk-ngetuk meja kerjanya. Pekerjaan yang menumpuk beberapa hari ini, membuat tubuhnya terasa begitu penat. Tak hanya itu, pikirannya jauh lebih lelah.Angan pria itu menerawang entah ke mana. Wajah anak laki-laki yang beberapa minggu lalu ditemui, masih melekat kuat dalam benaknya.Kadang kala, Arnold tersenyum sendiri jika mengingat tentang anak laki-laki itu. Wajahnya yang terlihat begitu tampan, dan sangat menggemaskan, mengingatkan pria itu akan masa kecilnya, yang selalu dipuji karena ketampanannya. Arnold sampai lupa jika dia tidak pernah menyukai anak kecil.Suara ketukan pintu membuat pria itu tersadar. Arnold sedikit membenarkan posisi duduknya. Memperbaiki lengan kemeja yang tadi dia gulung.“Masuk!”Arzan membuka pintu. Pria i
Gemerlap lampu yang menyilaukan mata, suara musik yang berdentum dengan sangat kencang, tidak menyurutkan keinginan seorang pria yang sedang duduk di meja bar. Meneguk setiap gelas kecil berisi wine yang ada di hadapannya.Arnold, kembali mendatangi tempat yang sudah lama tidak dia kunjungi. Tempat di mana dia bertemu dengan Sofia pertama kali.Merasa frustrasi dengan nasihat yang diberikan Arzan, pria berdarah Belanda itu ingin kembali mencoba hal yang selama ini dia tinggalkan.Banyak wanita yang berkali-kali mendatanginya. Siapa yang tidak mengenal Arnold Danique? Sang petualang wanita yang pernah begitu terkenal di masanya. Sang petualang wanita yang hilang semenjak lima tahun terakhir.Namun, Arnold sama sekali tidak memedulikan para wanita yang datang. Dia hanya ingin minum, dan melupakan Sofia seperti saran Arzan.“Shit! Ternyata para jalang ini masih mengenalku,” umpat Arnold setengah berbisik.Pria itu merasa sedikit ris
Nicholas kembali menginjakkan kaki di kediaman keluarga Luciano. Sudah cukup lama, dia tidak pulang ke rumah itu. Terhitung sejak kembalinya Sofia ke Indonesia.Nicholas memang sedikit malas untuk terlalu sering pulang ke rumah, hanya bertukar kabar melalui ponsel sudah cukup baginya. Mungkin karena Nicholas sudah terbiasa hidup tanpa kedua orang tua sejak remaja.Banyak pelayan yang masih saja menatap kagum tuan muda mereka. Meski mereka sudah beberapa kali melihat langsung rupa Nicholas. Wajah Nicholas yang begitu tampan, membuat siapa pun yang melihatnya langsung terpesona. Ya, dan itu memang benar adanya.Nicholas berjalan menuju ruang keluarga. Di jam seperti ini, biasanya keluarga Luciano sedang berkumpul di sana.Pria itu menyunggingkan bibir, ketika melihat seluruh keluarganya sedang duduk di dalam sana. Dia selalu benar, bukan? Meskipun tidak tinggal serumah, tetapi dia hafal bagaimana kebiasaan keluarga besarnya.“Mom, Dad!” s