Tiga hari kemudianBudi menunggu dengan gelisah kabar tentang keberadaan Sinta di rumah kontrakan Alana. Ingin sekali ia sendiri pulang ke Semarang dan pergi ke Klaten untuk mencari di mana keberadaan sahabat anaknya tersebut. Namun, ia juga tidak bisa melakukannya, Alana dan Anita, istrinya membutuhkan support darinya. Ia tidak tega meninggalkan mereka sendirian di Jakarta. Telepon genggam Budi berdering. Ia sangat bersemangat saat mengetahui kalau Randy yang meneleponnya. Berita yang ditunggu-tunggunya akhirnya datang juga. Budi mengangkat telepon dan mendengar kabar dari Randy. Namun, kabar dari Randy membuat wajahnya berubah jadi pucat saat mendapatkan kabar tentang di mana keberadaan Sinta di Klaten. “Pakde, pangapunten. Aku sudah berusaha mencari keberadaan Sinta selama 3 hari ini di Klaten, tapi keluarganya di sana sama sekali tidak mengetahui di mana Sinta,” ucap Randy dibalik telepon. -Pakde, maaf.-Budi terdiam. Lidahnya terasa begitu kelu untuk mengucapkan satu patah kat
Seorang pria di kegelapan malam menghembuskan asap rokok dengan santai. Ia menatap keluar jendela lantai 18 melihat lampu-lampu tampak gemerlap. Perasaannya begitu dendam ingin segera menghancurkan hidup wanita yang telah membuat kehidupannya tidak lagi sama seperti dulu. Suara ketukan pintu terdengar membuatnya melirik ke samping saat asistennya, Wildan masuk ke dalam ruangannya. “Ada apa?” tanya Reynar dengan suara datar. “Pak, saya sudah menjalankan perintah anda untuk membuat perusahaan yang bekerjasama dengan percetakan Budi Utama memutuskan kontrak mereka dan harus membayar biaya kompensasi yang cukup besar.” Reynar tersenyum licik saat asistennya, Wildan memberitahukan kalau percetakan orang tua Alana mengalami kebangkrutan bahkan harus membayar kompensasi yang cukup besar. “Jadi sekarang si Budi itu memiliki banyak hutang,” ucap Reynar menyeringai. “Iya Pak Reynar. Tanah dan mobilnya sudah dijual untuk menutupi semua pembayaran dan untuk gaji karyawan,” ucap Wildan. “Ba
3 bulan kemudianTanpa terasa waktu terus berjalan, hari pun berganti, sudah 3 bulan pemeriksaan kasus Alana semua berkas-berkas sudah lengkap dan ia mengalami berbagai macam tekanan baik psikis dan fisik. Ia tak sanggup lagi menahan semua masalah yang ada, walau sudah mengatakan hal yang sebenarnya, tapi tidak ada seorang pun yang mempercayainya ucapannya.Sudah seminggu Budi kembali ke Semarang. Usaha percetakannya mengalami gulung tikar. Akibat berita yang meliput kehidupan pribadi anaknya membuat orang-orang ikut menghujat dan tidak ada yang mau menggunakan jasa percetakan Budi. Budi terpaksa menjual tanahnya untuk membayar gaji karyawan, biaya hidup, dan bia
2 bulan kemudianTanpa terasa persidangan sudah 2 bulan berlalu dan hari ini memasuki putusan. Sekarang saatnya, Alana harus menerima keputusan majelis Hakim, hari yang menentukan berapa tahun ia akan dihukum. Ia kembali duduk di kursi pesakitan, ia melirik ke arah kursi pengunjung sidang mencari keberadaan Anita, Mamanya. Sudah 2 bulan Anita tak terlihat lagi datang di Pengadilan.Saat melihat ke arah pengunjung sidang ia menjadi gugup. Merasa tidak nyaman dengan banyak mata yang menatapnya dengan berbagai pandangan. Tak bisa ia pastikan satu persatu tatapan mereka hanya bisa menundukan kepalanya tidak berani membalas tatapan mereka.
Rini dan Novi mendengarkan kisah Alana dengan takjub. Alana begitu lancarnya menceritakan semuanya dengan begitu menyakinkan sehingga mereka ikutan bersedih.“Maaf, aku membuat kalian ikutan menangis,” ucap Alana tidak enak sendiri sambil mengusap air mata di pipinya.“Aku ga nyangka gadis cantik sepertimu mengalami nasib yang begitu menyedihkan,” ujar Novi yang menangis.“Aku salah. Kalau saja waktu di bisa diputar kembali aku ga akan mau mabuk sampai Papaku harus meninggal.”“Lihat aja Alana d
Alana hanya bisa menghembuskan napasnya dengan berat. Hari ini ia akan dipindahkan ke Rutan Pondok Bambu. Ada perasaan rindu yang menggelayut dalam benaknya. Ia sangat merindukan Anita, Mamanya. Semenjak kematian Budi, Anita tidak pernah sekalipun terlihat mengunjunginya.“Kamu kenapa Lana?” tanya Rini memperhatikan wajah Alana yang tampak sedih.“Kamu memikirkan kalau sebentar lagi masuk Rutan Pondok Bambu ya?” Novi malah ikutan bertanya pada Alana.Alana menatap kedua temannya yang berada dalam satu sel tahanan dengannya. “Bukan. Kalau masalah aku masuk rutan sih mau ga mau, yaa harus aku jalani.&
Setelah berbicara dengan Hans. Reynar sibuk dalam pikirannya, semua rencana yang telah diaturnya harus berjalan sesuai keinginannya. Membuat Alana menderita seakan menjadi semangatnya.“Wildan, bagaimana renovasi Villa Rose?” tanya Reynar.“Sebentar lagi akan segera selesai,” jawab Wildan.“Semuanya harus selesai dalam waktu 3 hari!”“Baik Pak dalam 3 hari semuanya sudah selesai sesuai keinginan Anda.”
Alana tiba di rutan pondok bambu, ia mengikuti semua instruksi sipir penjara dan tata tertib di sana. Ada perasaan asing dan tidak nyaman di tempat yang tidak pernah dibayangkannya. Ingin sekali ia menangis dan berkata tidak kuat lagi menahan semua cobaan yang ada.“Aku harus kuat, aku harus kuat,” gumam Alana menyemangati dirinya sendiri. “Ga boleh nangis, ga boleh cengeng.”“Hei, Lana jangan terlihat lemah nanti bisa ditindas tahanan yang lainnya,” ucap Rini.Mendengar suara wanita yang dikenalnya membuat Alana menoleh ke samping. Ia tak percaya bisa bertemu Rini lagi.