Ini adalah kali pertama, Eleana dan Mikael akan pergi berdua setelah berbagai masalah muncul dalam rumah tangga mereka. Hari ini, Mikael membawa Eleana untuk bertemu seseorang.
“Sudah belum?”
Mikael menunggu dengan bosan. Eleana sedang mengeluarkan asi dalam botol kecil untuk stok saat nanti Kevin rewel. Rencananya mereka tidak akan membawa Kevin pergi karena usianya masih terlalu kecil. Eleana takut ia akan pulang lama dan Kevin rewel bersama Mom Isabelle, makanya ia menyetok banyak asi untuk sang bayi.
“Mau kubantu?” tawar Mikael.
“Tidak.”
Eleana tahu sekali, Mikael tidak akan hanya membantunya mengeluarkan asi. Dengan kesal, Eleana mencubit lengan Mikael lagi. Menyuruh lelaki itu keluar dari kamar agar ia juga cepat selesai. Jika ada Mikael, Eleana jadi agak malu.
Lima belas menit kemudian, Eleana menuruni tangga dan menemukan Mikael justru tertidur di sofa ruang tamu. Ia duduk di sebelah suaminya yang
Detak jantung Eleana bertalu begitu cepat, saat Izrael dan Kathrine dibawa ke ruang persidangan. Tadi ia sudah memberi saksi di depan hakim bersama Mikael dan Nyonya Smith. Sekarang, saatnya Izrael dan Kathrine memberikan kesaksian mereka. Eleana tidak mengerti, kenapa Izrael begitu santai di persidangan kali ini. Ia juga tidak mengira, seseorang yang menolongnya saat ia sedang kehilangan arah saat itu, berani berbuat hal senekat itu sampai membuat Eleana kehilangan orang tuanya. Awal mulainya, Izrael tidak ikut campur atas perbuatan Kathrine. Dan penculikan itu, murni tindakan Kathrine sendiri bukan dirinya. Tapi kecelakaan yang yang merenggut nyawa kedua orang tua Eleana, Izrael ikut campur dalam mencarikan seseorang yang mau dikorbankan untuk menabrak mobil kedua orang tua gadis itu, yaitu suami Nyonya Smith. Izrael melakukan itu karena mendengar Dad Abraham selalu memuji Mikael dan merasa ia dipandang sebelah mata hanya karena pekerjaannya yang menjadi do
Mempunyai seorang anak adalah hal paling mengesankan untuk Mikael. Ia belajar banyak hal dari perkembangan bayinya yang sekarang sudah berusia dua bulan. Selain menggemaskan dan terkadang juga menyebalkan karena selalu dimanja oleh Eleana, dia juga bisa menjadi alasan Mikael untuk tidak pergi ke kantor. Sore ini, Eleana mengomel lagi karena Mikael yang baru pulang kerja, langsung menggendong bayi mereka yang baru saja dimandikan oleh Eleana. Bukannya bersih-bersih dan berganti pakaian dulu, Mikael justru mengajak bicara sang putra. “El, mandi dulu. Kau membawa kuman!” kesal Eleana. “Sebentar lagi aku mandi, Baby.” Eleana menghela napas, percuma juga dimarahi. Mikael tidak akan menggubris, jadi Eleana membiarkan anak dan ayah itu bermain. “Aku akan membantu Mom memasak.” “Pergilah.” Jika sudah dengan putranya, Mikael bisa berubah menjadi ayah yang lucu dan menggemaskan. Berbeda sekali, saat dia sedang di kantor. Beberapa
Mikael tidak pernah melakukan hal semacam ini karena dirinya yang begitu kaku. Tapi demi menyenangkan hati Eleana, Mikael rela melakukan hal yang wanita sering bilang dengan romantis.“Kau yakin, tidak?” tanya Mikael.Anne mengibaskan rambutnya dengan gaya centil. Ia heran, kenapa Mikael begitu tidak percaya dengan idenya. Padahal dia dikenal dengan si pencetus ide yang bagus untuk semua pasangan di kantor ini.“Aku jamin, Nona Eleana akan terus mengatakan cinta padamu, Tuan.”Mikael mengusap dagunya, berpikir. “Baiklah akan kucoba besok. Pilihkan aku gaun yang anggun dan barang apa saja untuk membuat rencana ini berhasil.”“Siap, bos. Serahkan pada Anne.”Mikael memijat pangkal hidungnya saat Anne sudah pergi dari ruangan. Apakah rencananya akan berhasil, semoga saja Eleana suka dengan sesuatu yang sudah ia siapkan.***Mengurus Kevin adalah hal paling wajib untuk E
Semua pekerjaan sudah diselesaikan Mikael lebih awal. Dia dapat menjamin saat pergi nanti, kantor akan aman di bawah kuasa Lucas. Semua berkas penting yang harus ditanda tangani Mikael juga sudah siap. Materi untuk rapat pun sudah Mikael berikan pada Lucas. Sore ini setelah menjemput Eleana di rumah Nyonya Smith bersama Kevin—Eleana sedang belajar membuat kue kering. Mikael melajukan mobilnya ke tempat swalayan, ada suatu barang yang Mikael janjikan untuk putra kesayangannya yang sudah genap satu tahun kemarin. “Vin, kau menyukainya, Nak?” Mikael membiarkan Kevin mengambil mainan robot di rak. Sepertinya Kevin menyukai apa yang dia pegang, sampai saat Eleana ingin mengambilnya, ia menangis. Menunggu Eleana selesai memilih pakaian bayi di sudut ruangan, Mikael memilih untuk mengajak Kevin mengelilingi toko bayi ini. Di sini, semaunya sangat lengkap. Mulai dari mainan bayi, keperluan bayi dan segalanya tentang bayi, ada. Mata Mikael jatu
Eleana selalu membiarkan putra kecilnya mencoba hal-hal baru, seperti duduk di atas rumput, bermain air di kolam kecil, atau bahkan mengaduk-aduk isi akuarium hanya untuk menangkap ikan kecil di sana. Seperti saat ini, Kevin mulai melakukan hal baru dengan memegang pulpen dan mencoret-coret kertas kosong. Di pangkuan Ayahnya, Kevin dengan tenang melakukan apa pun yang dia inginkan. Karena sudah aman bermain dengan Mikael, Eleana mulai meninggalkan mereka berdua untuk membuat sarapan. Mom dan Daddy Mikael sudah pergi sejak pagi tadi untuk menghadiri acara pernikahan anak rekan kerjanya. Jadi, hanya ada Eleana dan Mikael di rumah besar ini. Hari ini adalah hari weekend. Tidak banyak yang Eleana rencanakan hari ini, ia hanya akan menikmati waktu bersantai dengan suami dan putranya. “Kau sedang membuat apa?” tanya Mikael yang tiba-tiba sudah ada di belakang Eleana. Eleana mematikan blender dan menatap Mikael heran, pasalnya lelaki tidak membawa Ke
Baru pertama kali, Eleana melihat Mikael berangkat sepagi ini. Ia tidak mengerti kenapa suaminya itu terlihat buru-buru, setelah menciumnya dan mengambil jaket mantel. Eleana tetap memperhatikan Mikael yang masih mencari kunci mobil, sampai lelaki itu keluar dan menutup pintu kamar. Pandangan Eleana beralih pada benda pipih milik Mikael yang tertinggal di atas ranjang. Mungkin dia lupa membawa ponsel. Ketika Eleana hendak membuka pintu kamar untuk mengejar Mikael, dia bersama mobilnya sudah keluar dari gerbang rumah, terlihat dari kaca jendela kamar. Semenjak Kevin lahir, Eleana memang pindah ke kamar bawah. Ia hanya tidak ingin kerepotan naik turun tangga. Jadi, dia tahu jika ada yang keluar masuk gerbang. Eleana mencari tahu apa yang membuat Mikael begitu tergesa-gesa dan panik. Satu panggilan dari Lucas menjawab semuanya. Lalu pesan masuk yang dikirimkan Lucas menjawab semua teka-tekinya. [Izrael dipindahkan ke ruang inap VVIP sesuai keinginanmu, T
Abraham menutup berkas di tangannya dengan kasar. Ia menatap Mikael yang sekarang duduk dengan gelisah di hadapannya. Abraham mencoba menebak apa isi kepala putra keduanya ini. “Kenapa kau ingin menangguhkan Izrael?” Mikael menghela napas. “Aku merasa bersalah padanya, Dad.” “Aku tidak setuju.” Menurut Abraham, Izrael pantas mendapatkan hukuman atas perbuatan yang ia lakukan. Biarkan saja merugikan dirinya sendiri, itu sudah konsekuensi. Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. “Dad, Izrael depresi di penjara.” Abraham berdecak. “Biarkan saja,” ucap Abraham tegas. “Dia juga anakmu, Dad.” “Dia sudah mencoreng nama baikku!” tandas Abraham. Mikael mengusap kasar wajahnya. “Kau hanya memikirkan nama baikmu?” “Sudahlah, El. Lebih baik kau urus keluargamu dengan baik. Biarkan saja Izrael menjalani masa hukuman atas kejahatan yang dia perbuat.” “Izrael melakukan percobaan bunuh diri,” ungkap Mikae
Lima tahun kemudian .... "Mom, Vin mau beli roti itu." Eleana menolehkan kepalanya pada sesuatu yang membuat putranya tertarik. Ia kemudian menghela napas. "Nanti Mom buatkan roti bolu di rumah, ya." "Aku tidak mau Mom, nanti dimakan Dad lagi." Kemarin, Kevin meminta kue ulang tahun sebagai hadiah untuk ulang tahunnya yang ke lima tahun. Eleana secara spesial membuatkan kue itu untuk Kevin dan dia simpan di lemari pendingin. Namun, ketika Eleana pulang setelah menjemput Kevin ke sekolah, kue itu sudah hilang dari lemari pendingin. Dan, Mikael adalah pelakunya. Kevin menangis dan tidak bicara semalaman pada Eleana, menuduh Eleana jika dirinya sudah tidak menyayangi Kevin lagi. "Nanti Mom beritahu Dad, kau mengerti." Kevin menghela napas, ia menurut saja ketika Mom menggandeng tangannya meninggalkan taman yang ia lewati sebelum ke teman parkir. Padahal, roti bolu di kedai kecil dekat sekolahnya terlihat menggiurkan untuk dicicipi