Luna menggendong baby Zhue yang tertidur pulas, ia hendak membawanya masuk ke dalam rumah.
Baru saja beberapa langkah, ada rasa nyeri di perut Luna. Seperti ngilu, perih dan langkahnya terasa semakin berat.
Luna memaksakan kakinya untuk melangkah lebih lebar, agar cepat sampai masuk ke dalam kamar.
Rasa sakit di perutnya semakin menjadi-jadi. Kali ini rasanya seperti luka yang teriris pisau, terasa perih.
Gendongan baby Zhue di tangannya semakin mengendur, Luna mencoba melangkahkan kakinya secara perlahan.
Tetap saja, hal itu tidak mengurangi rasa ngilu di dalam perutnya.
"Ah, sial! Kenapa sih nih perut? Sakitnya beneran nih, bukan kaleng-kaleng. Kenapa, ya?" Luna menggeram dalam hati.
Perutnya seperti akan lepas, tak menyat
Halo, Assalamualaikum.Mohon maaf, ya. Mamak baru nongol setelah hampir sebulan.Yuk, dilanjut. Jangan bosen² ya!"Sesuai perintah Bapak, saya sudah serahkan semua sampel kepada pihak rumah sakit, Pak. Untuk proses mungkin memerlukan waktu cukup lama untuk mendapatkan hasil yang akurat," ujar Pak Yatno, rekan Fathir yang dimintai tolong melakukan tes DNA."Nggak papa, saya paham. Terima kasih banyak untuk bantuannya. Jangan sungkan hubungi saya kapan pun jika memang itu diperlukan," kata Fathir mantap."Siap, Pak. Laksanakan!" Pak Yatno pamit undur diri setelah melaporkan hasil pekerjaannya.Fathir memijit keningnya perlahan, rasa lelah karena memikirkan tes DNA hampir menguras seluruh tenaganya.Setelah mengemasi berkas dan laporan, Fathir bergegas pulang ke rumah. Ia rindu dengan baby Zhue, entah kenapa, secapek dan selelah apapun dia, akan mereda setel
Waktu berjalan hampir sebulan, Fathir tak kunjung mendapat kabar perihal tes DNA. Hari ini Fathir akan ditugaskan PAM di perbatasan menemani jajaran lain. Ia berencana membawa bekal berbagai makanan, khawatir di sana tak menemukan pedagang makanan yang menetap.Fathir bingung saat membuka pintu kulkas, hanya tersedia tahu, telur dan tempe mentah di dalam kulkas. Ia menggaruk tengkuknya. Tak mungkin membangunkan Luna, mengingat sudah hampir setahun ia malas terlibat obrolan yang tak penting dengan Luna.Tapi, mau ke siapa lagi ia minta tolong?Kasihan ibu pasti capek, apa lagi semenjak kehadiran baby Zhue, ibu jadi kurang istirahat. Karena malam harus siap begadang membuatkan susu dan menggantikan diapers. Sedangkan Luna? tentu saja tidur dengan manja menikmati mimpi indah.Mau tak mau terpaksa Fathir mengetuk pintu kamar Luna, ia ingin meminta bantuan Luna untuk menyiapkan bekal dan sarapan.Terdengar suara pintu diket
"Dokter ... ini ...." Fathir sesenggukan setelah melihat hasil dari tes DNA tersebut."Apa Bapak masih kurang yakin? Mohon maaf, Pak. Kenyataannya memang seperti itu. Apa ada hal lain yang mungkin kurang jelas, ingin Bapak sampaikan?" Dokter Haris menatap Fathir dengan pandangan iba.Rasanya lutut Fathir terasa lemas, ia masih tak percaya."Apakah hasil ini benar-benar nyata, Dok?" Fathir mengayunkan kertas hasil tes ke hadapan Dokter.Dokter Haris tersenyum penuh arti, "saya siap bertanggung jawab, Pak. Seandainya ada kekeliruan dalam hasil tes tersebut."Fathir memijit pelipisnya, ia tak kuasa lagi menahan kenyataan. Dengan tertatih, ia bangkit dari kursi dan melangkah mendekati Dokter Haris untuk berpamitan."Saya permisi dulu, Dok. Terima kasih banyak atas bantuannya!" ucap Fathir seraya menyunggingkan senyum yang sedikit dipaksakan."Iya, Pak. Jangan terlalu dipikirkan, Bapak harus lapang dada
"Gimana? kamu udah dapet kabar Frans?" tanya Fathir di ruang tamu selepas bekerja.Luna menggeleng lemah, wajahnya murung."Lusa sudah sidang terakhir, nggak mungkin 'kan kamu masih tinggal di sini setelah Hakim mengetuk palu." Fathir memijat pelipisnya pelan. Ia menatap wanita yang duduk menunduk di depannya."Aku bisa cari kontrakan untuk sementara waktu," kata Luna menautkan jarinya. Hatinya seperti dihantam kiloan beton mendengar sindiran halus dari Fathir bahwa ia harus cepat pergi dari rumah."Kasihan baby Zhue, apa kamu mau dia hidup tanpa seorang Ayah?" tanya Fathir tajam."Ya 'kan kamu bisa menggantikan posisi Ayah untuk sementara, Mas," lirih Luna terdengar penuh harap."Aku nggak mau ngasih harapan lebih, aku pengen baby Zhue tau siapa ayah kandung sebenarnya," kata Fathir tegas dan lugas."Kalo untuk sementara aku tinggal di komplek boleh nggak, Mas?" tanya Luna."Nggak bisa, Lun. Setelah ketok pal
Setelah menempuh waktu kurang lebih 1 jam, Fathir dan Luna telah sampai di rumah Frans. Bangunan megah nan luas 3 tingkat itu terlihat sepi. Air mancur bergambar kuda terbang tampak mewah dikelilingi aliran kolam yang cukup luas. Berbagai jenis ikan hias tampak lucu dan terawat.Luna turun dari atas motor, menghampiri satpam yang berjaga di pintu gerbang.Satpam melihat gerak-gerik Luna dengan curiga karena melihat wanita itu tampak celingukan memandang ke dalam rumah melalui pagar pembatas."Selamat sore, Bu. Cari siapa?" tanya satpam tersebut."Ya, sore. Frans ada?" kata Luna sambil tetap celingukan, matanya berusaha mencari sesuatu."Pak Frans sedang ke luar kota, Bu. Tidak ada di sini, apa ada pesan untuk nanti saya sampaikan, ini dengan Bu siapa?" tanya satpam memandang Luna curiga."Kalo Bapak ada? Maksud saya Pak Handoko," tanya Luna menatap satpam dengan pandangan menyelidik.Satpam itu bergeming, ia memandang Luna dari
Fathir mendatangi kediaman Pak Handoko seperti ucapannya kemarin. Ia datang seorang diri selepas bekerja. Agar lebih leluasa tanpa kehadiran Luna.Pak satpam yang sudah hafal segera membukakan gerbang untuk Fathir masuk.Keluarga Pak Handoko sudah menyambut kedatangan Fathir. Dengan senyum tipis dan percaya diri, Fathir melangkah masuk menuju ruang tamu, dimana mereka sudah berkumpul dengan formasi lengkap."Selamat siang," ujar Fathir menjabat tangan Pak Handoko, diikuti Bu Niken, Stefani dan Frans."Cukup berani juga nyalimu, Bro. Hebat!" bisik Fathir tepat di telinga Frans sembari berjabat tangan.Frans hanya menyunggingkan senyum mengejek."Silakan duduk, kita langsung saja ke inti," kata Pak Handoko membuka percakapan."Bagaimana?" tanya Fathir menunggu jawaban.
Setelah hampir dua minggu Frans dan Luna disibukkan dengan berbagai keperluan menikah, akhirnya minggu depan mereka bisa melangsungkan pernikahan. Hanya sedikit undangan yang disebar, itupun mencakup kedua keluarga mereka, kerabat, dan keluarga besar Fathir."Untuk gaunku bagaimana, Mas? Kita beli jadi atau bikin sendiri, ya?" tanya Luna meminta pendapat pada Frans yang sedang sibuk dengan file kantor.Sesuai kesepakatan Frans dengan Papanya, untuk mendapatkan restu dari mereka, Frans harus melakukan apapun perintah Papanya. Salah satunya dengan fokus bekerja di perusahaan milik Handoko Group.Hal itu dilakukan Frans dengan sungguh-sungguh, Frans juga ingin membuktikan bahwa dirinya bisa diandalkan dan berguna untuk keluarga."Terserah kamu," kata Frans tanpa mengalihkan sedikitpun matanya dari tumpukan file di meja ruang tamu."Ih, kamu nyebelin banget, sih! Dari kemarin sibuk terus, kamu ini niat nggak nikah sama aku?" teriak Luna."
Setelah kejadian di malam itu, Luna mengurung diri di kamar.Ia tak lagi mempedulikan pernikahannya yang hanya hitungan jam.Frans terpaksa harus merayunya. Seperti sekarang, ia sudah berdiri di depan pintu Luna. Berkali-kali Frans mengetuk pintu namun Luna tak kunjung membukanya."Sayang, dih calon manten kok ngambekan sih?" ucap Fathir sembari tetap mengetuk pintu."Udah sana kamu urus aja keluargamu, nggak usah peduli sama aku!" tandas Luna dari dalam kamar."Eh, jangan teriak - teriak dong, Princess. Nanti baby Zhue bangun kasihan." Frans mengetuk pintu sekali lagi.Luna tetap saja tak mau membuka pintu. Tak kehabisan akal, Frans membujuk dengan jurus andalan. Seakan ia sudah paham kelemahan wanita yang dicintainya tersebut."Yakin nih nggak mau buka? Aku punya sesuatu, loh. Hmm ... tebel banget nih kantong aku. Yakin nggak mau shopping pasca acara nikahan nanti?" tanya Frans dengan nada menggoda. Berharap Luna luluh.