Pagi hari yang berbeda, Kara tak pernah menyangka jika kehidupannya bisa berubah menjadi seperti roller coaster setelah menikah dengan Bagas. Sebelumnya kehidupannya datar-datar dan biasa saja. Tak ada yang istimewa, sampai pada waktu Papanya datang dan berkata padanya bahwa ia memiliki hutang seratus milyar yang harus segera dibayarkan. Sejak itulah semua berubah bagi Kara. Perubahan hidup yang membawanya sampai di titik ini. Rasanya baru beberapa bulan lalu Kara dan Bagas terusir dari Penthouse, pindah ke sebuah rumah mungil yang hanya beberapa bulan mereka tinggali, lalu pindah ke Los Angeles dan berakhir di sini, di rumah orang tua Bagas. Entah kemajuan atau malah kemunduran. "Hari ini kamu mau kemana?" tanya Kara pada Bagas yang sedang menikmati secangkir kopi. "Saya ada meeting dengan tim pengacara dan Pak Indra jam satu nanti," jawab Bagas setelah meletakkan kembali cangkirnya di atas meja. "Pak Indra? Who?" tanya Kara yang tak pernah mendengar nama itu. "Dia tangan kanan P
"Ini janinnya ya bu, sekarang perkiraan usia kandungan Ibu sudah tujuh belas minggu, panjangnya tiga belas senti, sekarang organ telinganya sudah hampir sempurna jadi mulai bisa mendengar suara, mau dengar detak jantungnya?" tanya dokter Nuvi sambil menggerakkan alat USG di atas perut Kara. Kara dan Bagas saling tatap lalu mengangguk, "Iya dok," jawab mereka kompak. Dokter Nuvi menggoyang-goyangkan alat USG nya selama beberapa saat untuk mencari jantung si jabang bayi. Tak lama kemudian suara detak jantung dengan ritme yang cepat terdengar nyaring dari mesin USG. Hati Kara sangat tersentuh, tanpa ia sadari airmatanya sudah mengalir deras. Kara menangis haru, di sebelahnya Bagas tersenyum dengan mata berkaca-kaca. "Bayi kita sehat Kar," bisik Bagas yang langsung membuat Kara tersenyum di tengah tangis harunya. "Kamu maunya anak kita cewek atau cowok?" tanya Kara, saat itu mereka sudah berada di dalam mobil yang akan membawa mereka menuju ke Royal Hospital, tempat Papa sedang dirawat
Satu Bulan Kemudian,"Hah? Gavin mau nikah? Sama siapa?!" tanya Kara dengan wajah terkejut luar biasa. Tak ada yang pernah mendengar Gavin sedang berpacaran atau dekat dengan wanita, namun tiba-tiba saja siang ini Bagas mengabarkan jika Gavin akan segera menikah. Saat itu mereka sedang makan siang bersama di ruang makan. Hanya ada Kara, Bagas dan Mama, sementara Papa sedang mengobrol dengan Om Aris di ruang kerjanya. Mama berdecak, "Halah! Itu bagian dari rencana dia? Biar istrinya hamil terus punya anak!" oceh Mama gusar. Bagas menatap Mamanya, "Ma, gak boleh gitu," tegur Bagas santai. Kara tak berkomentar. Satu bulan sudah Bagas dan Kara berada di Jakarta, keputusan berat harus Bagas ambil untuk menyerahkan kepemimpinan BAGGG sementara kepada Yumi sampai tiga tahun ke depan. Jika kontrak BAGGG dengan PIMCO sudah habis, rencananya Mahendra Corp akan mengakuisisi BAGGG untuk menjadi bagian dari anak perusahaan. Besok, rencananya Bagas akan kembali bekerja di Mahendra Corp dengan po
"Halo Kar, Apa kabar?" sapa Gavin saat berpapasan dengan Kara di lorong yang menuju ke ruang keluarga. Hari ini Gavin membawa calon istrinya untuk di perkenalkan ke Papa dan Mama, namun Mama tentu saja tidak peduli dan tidak mau tahu."Baik," jawab Kara datar. Ia masih belum bisa bersikap biasa setelah apa yang Gavin lakukan padanya. Gavin terdiam sejenak, matanya sempat melirik ke arah perut Kara. Dengan refleks Kara memegangi perutnya, lalu bergegas menjauh dari Gavin. Gavin mengikuti Kara dari belakang, mereka sama-sama akan menuju ke ruang utama dimana yang lain sudah berkumpul.Bagas terkejut melihat Kara muncul beriringan dengan Gavin. Kara bergegas duduk di sebelah Bagas dengan wajah agak muram. "Kamu gak pa pa kan? Gavin gak ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Bagas dengan suara berbisik. "Saya baik-baik aja," jawab Kara sambil tersenyum meyakinkan Bagas."Kenalin Kar, calon istri saya!" tukas Gavin seraya mengerling kepada wanita yang duduk di sebelahnya. Wanita tersebut terlihat
"Bagas! Astaga! Liat!" teriak Kara yang langsung membuat Bagas yang sedang mengenakan baju berlari cepat-cepat. "Kenapa Kar?!" tanya Bagas dengan panik, takut jika sesuatu terjadi pada Kara. Kara menunjuk TV dengan wajah yang masih shock, saat itu TV sedang menayangkan berita dengan Headline 'Skandal Putra diluar nikah Founder Mahendra Corp Gunawan Mahendra terungkap ke publik' yang juga membuat wajah Bagas pias seketika. Belum sempat Bagas dan Kara membahas tentang berita tersebut, interkom di kamar Bagas berdering. "Ya Ma? Iya aku dan Kara udah liat, oke Ma," tukas Bagas lalu meletakkan kembali interkom ke tempatnya. "Kar, Mama Minta kita ke ruang makan sekarang," ujar Bagas seraya cepat-cepat mengancingkan kemejanya. Kara buru-buru mengganti baju tidurnya dengan dress rumah, lalu bergegas turun ke ruang makan bersama Bagas. Situasinya benar-benar gawat sekarang! Di ruang makan Mama dan Papa sudah duduk dengan wajah yang sama-sama gelisah. "Apa diantara kalian ada yang terlibat
Rodney's Bistro terlihat cukup ramai pengunjung, Kara baru sadar jika ini adalah malam sabtu, pantas saja. "Sebelah sini Kar," ujar Bagas seraya menarik tangan Kara. Dari kejauhan Kara dapat melihat ekspresi terkejut Gavin saat melihat Kara ikut datang. "Hai," sapa Gavin kepada Kara saat Kara muncul. Kara mengangguk, ia menutup hidungnya karena mencium bau asap. "Saya gak tau kalo kamu ikut, sebentar," tukas Gavin lalu melambai memanggil seorang pelayan, "Ada meja kosong di non smoking section gak mbak? Ada yang lagi hamil," ujar Gavin seraya menatap Kara sekilas. "Oh ada kok, sebelah sini," tukas pelayan tersebut memandu mereka ke ruangan yang lain. Kara dan Bagas bergandengan tangan berjalan di belakang Gavin. Gavin menarik tempat duduk untuk Kara, "Silahkan Kar," tukas Gavin yang cukup untuk membuat Bagas melirik heran kepada Gavin. "To the point aja Vin, kamu mau ngomong apa?" tanya Bagas seraya menghempaskan tubuhnya di atas kursi di samping Kara. "Santai Gas, anggap aja kit
Butuh waktu lama untuk membujuk Papa dan Mama agar muncul di publik dan memberikan klarifikasi akan berita yang beredar mengenai Gavin si anak diluar nikah. Bagas terus menerus menekankan pada Mamanya bahwa semuanya akan lebih baik jika Bagas dan Gavin bersaing secara kompetitif. Untuk sementara waktu, Bagas meminta mamanya untuk mempercayakan semua kepada Bagas, Bagas berjanji tidak akan mengecewakan Mamanya. "Setelah press conference sialan ini apalagi yang kamu minta dari Mama?" tanya Mama dengan kesal. Bagas terdiam sejenak, begitupun Kara yang duduk di sebelahnya. "Untuk sekali ini aja Ma, ijinin Papa untuk duduk bareng Ibunya Gavin di pelaminan," ujar Bagas memberanikan diri. Wajah Mama langsung memerah, seperti yang sudah Bagas duga, Mama tak akan semudah itu berkata 'iya'. "Have you lost your mind! Apa kata orang Gas? Semua ibu-ibu arisan bakal ngetawain Mama! Tega kamu ngeliat Mama digituin!" oceh Mama dengan nafas turun naik. Bagas menghela nafas panjang, ia menatap Kara
Kara sibuk menyusun jadwalnya yang cukup padat. Ia dan Bagas merencanakan akan pindah ke Penthouse dalam waktu dekat, ditambah ia harus check up bulanan dan harus membantu Papa untuk mempersiapkan pernikahannya dengan tante Nia. "Ayok, udah siap Kar?" tanya Bagas yang melihat Kara masih duduk di depan cermin. "Gas, kita beneran gak mau gender reveal? Emang kamu gak penasaran anak kita cowok atau cewek? Kan kita bisa siapin keperluan dia dari sekarang kalau tau jenis kelaminnya," oceh Kara berusaha membujuk Bagas agar ia mau mengikuti keinginan Kara untuk mengungkap jenis kelamin bayi mereka. Bagas menghela nafas panjang, "Kita udah debat semalaman loh Kar soal ini, kan saya udah bilang, terserah kamu kalo emang mau gender reveal, tapi kalau saya gak sih gak setuju," sahut Bagas dengan wajah meledek. Kara mencibir, "Ya kalo gak setuju namanya bukan terserah," sahut Kara sebal seraya bangkit dari duduknya. Bagas tertawa, "Ya udah oke deh..." tukas Bagas yang tak ingin melihat wajah