"Mas berangkat dulu ya, Dek. Ingat, kalau keluar pakai masker, jangan sampai para tetangga ngomong yang gak enak tentang kamu," ucap Irfan sebelum berangkat.
Dia menarik kopernya dan memasukkannya ke bagasi mobil.
"Iya, Mas, aku mengerti," jawab Airin sambil berdiri di samping mobil suaminya yang sudah dipanasi mesinnya dari pagi itu.
"Mas juga, selamat menikmati ya?"
Irfan tersentak mendengar ucapan Airin. Dia seketika menoleh pada Airin dengan gugup.
"Apa maksudmu, Dek?" tanyanya. "Mas kan ke sana untuk kerja?"
Airin tertawa geli dalam hati. Dia menatap pria yang belum lama dinikahinya itu.
"Maksudku selamat menikmati perjalanannya, Mas. Kenapa Mas jadi gugup begitu?" tanya Airin lagi.
"Ooh," Irfan mengusap pelipisnya yang tiba-tiba berkeringat. "Iya, doain Mas sampai dengan selamat, ya?"
"Iya, Mas. Pasti," jawab Airin. "Cepet pulang ya, Mas?"
"Iya, begitu pekerjaan Mas selesai, Mas akan segera pulang," ucap Irfan lagi.
Airin membuang napas. Pekerjaan? Mempersiapkan acara pernikahan, foto pre wedding di Singapura, semua itu dia bilang pekerjaan? Ah, ingin rasanya dia memaki suaminya saat itu juga. Tapi sebisa mungkin dia tahan, karena pembalasan manis akan segera dia dapatkan.
Irfan bergegas memasuki mobilnya, lalu melambaikan tangan seraya menyalakan mesin. Airin masih berdiri di tempatnya, menatap mobil Irfan sampai benar-benar hilang ditelan tikungan jalan.
Airin membuang napas lagi, lalu mengambil gawainya. Belum sempat dia menelpon, gawainya sudah berdering lebih dulu.
"Aku dalam perjalanan menjemputmu," terdengar suara Bella di seberang telepon.
"Baiklah, aku akan bersiap-siap," jawab Airin.
Airin masuk kembali ke dalam rumah untuk berganti pakaian. Dia menatap ke arah cermin saat membuka pakaiannya. Sebagia tubuhnya masih penuh dengan luka bakar, hingga tampak menyeramkan. Kebakaran hebat waktu itu telah merenggut segalanya darinya.
Keluarga Airin sudah lama mengenal keluarga Irfan, meskipun jarang sekali bertemu. Airin baru bertemu Irfan sekali saat wajahnya belum menjadi seperti itu. Bahkan orang tua mereka memang sudah jauh-jauh hari berencana menjodohkan mereka, sebelum insiden kebakaran itu terjadi.
Karena itu Airin tidak bisa langsung menuduh kalau Nyonya Mia lah yang melakukan rencana pembakaran itu. Untuk apa? Bukankah dari awal mereka memang sudah berencana menjadi besan?
Lamunan Airin buyar ketika mendengar bunyi klakson mobil dari depan rumah. Airin cepat-cepat memakai bajunya, dan bersiap untuk pergi. Dia mengunci semua pintu rumah dan berjalan keluar di mana Bella sudah menunggunya.
Mobil Pajero mewah milik Bella itu langsung meluncur pelan begitu Airin masuk. Airin menatap lurus ke depan dengan pikiran yang masih berkecamuk.
"Suamimu sudah berangkat?" tanya Bella.
Airin tersenyum lalu menoleh pada Bella.
"Tumben kau berbasa basi?" Airin balik bertanya.
Bella tertawa miris, lalu menatap majikan yang sudah dia anggap adik kandungnya sendiri itu.
"Suamimu pergi ke Singapura untuk ...."
"Aku tahu," sahut Airin sambil mengalihkan pandangan ke depan lagi.
Bella sedikit tersentak.
"Kau sudah tahu? Aku mau memberitahumu dari beberapa hari yang lalu, tapi menunggu saat yang tepat."
Bella mengambil gawainya, lalu mengulurkannya pada Airin. Airin terdiam sambil melihat layar gawai Bella, lalu tersenyum miris.
Terlihat Irfan merangkul mesra Amel sambil berjalan masuki gedung bandara.
"Mereka akan melakukan foto pre wedding di Singapura," ucap Bella lagi.
Wanita yang biasanya selalu tegas dan blak-blakan dalam bicara itu menahan sebisa mungkin menahan suaranya. Dia tahu, meskipun dari luar Airin tampak baik-baik saja, hatinya pasti benar-benar terluka.
"Mereka akan melakukan pernikahan di pertengahan bulan depan. Dan kamu tahu di mana itu dilaksanakan?"
Airin menatap Bella dengan mata membulat penuh tanda tanya. Bella tersenyum miring lalu menatap Airin sesaat.
"Di Hotel Merry Land, hotel kita!"ucap Bella dengan emosi yang tertahan.
Mata Airin semakin membulat. Entah dia harus tertawa, atau menangis. Suaminya akan menikah lagi, dan acara pernikahan itu akan di laksanakan di hotel miliknya! Sungguh gila!
Mobil memasuki gedung rumah sakit besar bernuansa putih itu, dan langsung berhenti di area parkir. Bella dan Airin turun dari mobil dan memasuki gedung itu, dan langsung disambut oleh beberapa orang petugas rumah sakit.
"Nona Bella, silahkan masuk. Dokter Ae Shin Ri sudah menunggu," ucap salah satu petugas dan langsung mengiringi mereka masuk ke dalam ruangan dokter spesialis dari Korea itu.
"Selamat datang Nona Bella, Nona Airin," sapa Dokter Ae Shin Ri sambil menjabat tangan mereka berdua. "Silahkan duduk."
"Berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasi, Dokter?" tanya Bella begitu mereka duduk.
"Karena tidak perlu mengubah bentuk wajah, operasi bisa dilakukan lebih cepat," jawab Dokter Ae Shin Ri.
"Lalu, untuk pemulihannya?"
"Akan terjadi pembengkakan beberapa hari pasca operasi, tapi akan saya pastikan dalam sebulan Anda sudah bisa beraktifitas normal, dan sudah bisa memakai make up. Dalam tiga sampai enam bulan, wajah Anda sudah akan terlihat sempurna."
Bella mengangguk, lalu menatap Airin.
"Bagaimana? Apa kau sudah siap?" tanyanya kemudian.
Airin tak langsung menjawab. Dia berpikir sebentar, lalu menatap Bella seraya tersenyum.
"Berarti aku sudah bisa menghadiri acara pernikahan suamiku?" tanyanya.
Bella membulatkan mata mendengar pertanyaan Airin.
"Apa kau serius?" tanya Bella.
Airin tertawa melihat ekspresi wajah Bella.
"Aku cuma bercanda," ucapnya kemudian.
Bella tiba-tiba memegang pundak Airin lalu menatapnya dengan serius.
"Kau harus datang. Tunjukkan padanya kalau dia bukan siapa-siapa di acara itu. Aku akan membantumu," ucapnya.
Airin terdiam. Benar juga, mempermalukannya di acara pernikahan, mungkin akan sangat menyenangkan.
"Baiklah, persiapkan diri Anda. Kita akan memulai operasinya sekarang," ucap Dokter Ae Shin Ri seraya berdiri.
Airin mengangguk, lalu mengikuti Dokter Ae-Ri menuju ruang operasi.
Tunggulah, Mas. Aku akan membuat kejutan untukmu di hari pernikahanmu, ucap Airin dalam hati, sebelum dia memasuki ruangan yang serba tertutup itu.
Ara menatap luar jendela rumah sakit, sambil memangku laptopnya. Wajahnya masih dibalut perban. Diliriknya sekali lagi rekaman yang terpampang di layar laptopnya. Terlihat Irfan dan Amel berfoto dengan pakaian pengantin di samping patung singa. Airin membuang napas, lalu menutup laptopnya.Tiba-tiba gawai Airin berdering. Telepon masuk dari Irfan. Airin tersenyum miris, lalu mengangkatnya."Hallo, Dek," terdengar suara Irfan di seberang telepon. "Maaf, Mas baru sempat telepon. Sibuk sekali di sini. Kamu sudah makan?"Sudah, Mas, makan hati, batin Airin."Belum, Mas," jawab Airin."Kok belum sih, Dek? Nanti kamu sakit loh."Airin membuang napas, muak dengan perhatian yang cuma pura-pura semata."Iya, Mas. Sebentar lagi. Mas ada di mana? Kok kayak dengar suara air mancur?""Oh, iya, Mas lagi keluar kantor jalan-jalan sebentar," jawab Irfan terdengar gugup."Ke Taman Merlion, Mas?""I-iya, Mas kan kerja di Distrik Bisnis Center yang ada di dekat sini, Dek," jawab Irfan lagi."Owh, sendir
"Ayo, Mas, kita masuk," Amel menarik tangan Irfan masuk ke dalam toko.Pandangan Irfan masih belum bisa lepas dari Airin."Mas kenapa menatap ke arah wanita itu terus sih?" tanya Amel kesal. "Mas kenal dia?"Irfan tersentak kaget, lalu menatap Amel."Bukan begitu, Dek. Mas sepertinya pernah melihat wanita itu," jawab Irfan gugup."Bilang saja Mas terpesona karena dia cantik," ucap Amel lagi, mulai cemberut."Tidak, Dek, bener. Muka dia tembem begitu, jauh dari kamu lah," ucap Irfan sambil merangkul Amel, meskipun dalam hati dia mengakui kalau wanita itu memang cantik.Mereka berjalan dan berdiri di samping Airin, sehingga membuat jantung Airin berdegup kencang. Bella menyenggol lengan Airin dengan sikunya, sehingga membuatnya tersentak kaget."Bersikap biasa saja. Ingat, wajahmu sudah berubah," bisik Bella padanya.Airin menarik napas dalam-dalam, mencoba menghilangkan dirinya yang dari tadi merasa. Benar juga, Irfan tidak mungkin mengenalinya. Tak ada alasan baginya untuk merasa gugu
Para tamu undangan yang hadir masih fokus menatap Airin yang berdiri di depan microphone."Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kalian," ucap Airin seraya tersenyum manis."Apa kalian tidak mengenaliku?" tanya Airin pada Irfan dan Amel.Irfan dan Amel membulatkan mata mereka, lalu saling bertatapan. Mereka masih bingung tentang siapa wanita yang berdiri di hadapan mereka itu. Apa mungkin dia seseorang yang mereka kenal?Sementara itu Bella mengawasi semua itu dari jauh."Ayolah Airin, bongkar semuanya, permalukan mereka. Aku sudah tidak sabar ingin melempar kue pernikahan itu ke muka mereka berdua," gumannya sambil mengepalkan kedua tangan.Tiba-tiba pandangannya jatuh pada sosok pria yang berdiri tak jauh dari kedua mempelai. Mata Bella membulat dengan jantung yang berdegup kencang. Bukankah pria itu ....Bella berjalan mendekati pria itu, untuk memastikan dia tidak salah lihat. Benar saja, ternyata pria itu benar-benar Handoko, salah satu orang yang masuk dafta
Airin mencoba menenangkan dirinya agar tidak panik. Dia harus tenang agar bisa berpikir. Akhirnya dia mengambil masker di atas meja dan memakainya, lalu membuka pintu."Loh, Mas sudah pulang?" Airin pura-pura terkejut seraya mencium tangan suaminya."Kok kamu pakai masker, Dek? Mau ke mana?" Irfan balik bertanya."Mau pergi belanja sebentar, Mas," ucap Airin beralasan. "Mas pulang kok gak ngasih kabar?"" Iya, Dek. Pekerjaan Mas sudah selesai, ini mau ke kantor untuk membuat laporan," ucap Irfan sambil membawa kopernya masuk.Airin diam. Pasti ada sesuatu sampai Irfan tiba-tiba harus pulang."Katanya mau pergi belanja, Dek? Pergi saja, Mas gak apa-apa. Sebentar lagi Mas mau berangkat lagi ke kantor," ucap Irfan yang membuat Airin semakin curiga."Iya, aku pergi dulu ya, Mas?"Airin pura-pura keluar rumah, tapi dia berbelok ke samping pagar. Dia ingin tahu apa yang Irfan lakukan. Irfan tampak sedang menelpon seseorang setelah memastikan dia pergi.Tak beberapa lama kemudian tampak seb
Airin dari tadi berusaha menghubungi Bella, tapi tak diangkat. Tidak biasanya Bella tak menjawab teleponnya. Ke mana perginya Bella?Dari depan terdengar suara teriakan tukang sayur langganannya. Airin mengambil maskernya, lalu bersiap berbelanja. Tapi tiba-tiba gawainya berdering. Telepon masuk dari Bella."Bella, kamu di mana?" tanya Airin saat dia mengangkat teleponnya. "Kenapa susah sekali dihubungi?""Aku sedang ada di kota B, Rin," jawab Bella dari seberang telepon."Kenapa tiba-tiba kamu pergi ke luar kota, Bell?" tanya Airin lagi."Aku menemukan sesuatu yang mengejutkan, Rin. Aku tidak akan bisa tidur sebelum tahu."Airin membuang napas. Sifat Bella memang seperti itu. Begitu tahu sesuatu, dia akan langsung bertindak cepat tanpa berpikir macam-macam. Karena itulah dia selalu bisa mengandalkan wanita berpenampilan tomboy itu."Aku juga menemukan sesuatu, Bell," ucap Airin lagi."Kita bicarakan saat aku pulang. Ini penting, karena ada hubungannya dengan Amel," ucap Bella lagi.A
"Kamu bercanda kan, Bell? Itu tidak mungkin," ucap Airin, masih belum percaya dengan apa yang baru saja dia dengar."Aku serius, Airin. Kalau tidak, mana mungkin aku sampai memastikannya ke luar kota?""Tapi, ini tidak masuk akal, Bell."Bella terdengar membuang napas kesal."Bagaimana kalau Jumat besok kita ikuti dia? Biar kau lihat dengan mata kepalamu sendiri."Airin terdiam. Wanita seperti Amel bisa nekad menikah dengan suami orang, padahal dia sendiri masih bersuami! Ini benar-benar gila!"Baiklah, aku akan mengawasi dia, dan menelponmu begitu dia keluar rumah besok," jawab Airin sebelum menutup telepon.Airin membuang napas. Pikirannya berkecamuk. Kenapa kehidupan rumah tangganya yang dia harapkan bisa bahagia jadi begini rumit? Lamunannya buyar seketika ketika Irfan masuk ke dalam kamar."Bagaimana keadaan wanita itu, Mas?" tanya Airin dengan hati yang masih dongkol."Dia masih shock. Lain kali jangan seperti itu lagi, Dek," jawab Irfan sambil menatap kesal padanya."Kok Mas ja
Bella dan Airin berlari sekencang mungkin untuk menghentikan Rifki. Rifki tampak sangat kaget melihat kedatangan dua wanita asing itu."Kalian siapa?" tanyanya.Bella dan Airin tak menjawab. Keduanya berusaha menarik kursi roda Rifki keluar dari rel kereta, tapi tak berhasil. Benar, saat kereta mendekat besi baja itu akan berubah menjadi Medan elektromagnetik yang bisa menghentikan kendaraan apapun. Mungkin karena itu kursi rodanya terasa begitu berat.Tidak ada waktu lagi, saat kereta mulai mendekat ke arah mereka, tanpa pikir panjang lagi Bella dan Airin menarik tangan Rifki dari kursi rodanya, hingga membuat mereka bertiga jatuh terbetguling di tanah miring di samping rel.BRAAAKKK!Kursi roda Rifki terpental sejauh beberapa meter, dan ringsek tak berbentuk. Kereta melesat cepat melewati mereka bertiga yang masih terbaring di sisi rel sambil menutup muka mereka dari angin kencang dan debu yang dibawa oleh badan kereta.Cukup lama mereka menunggu hingga badan kereta habis melintas.
Airin dan Bella turun dari mobil begitu mereka sampai di rumah sakit. Para petugas ambulans menurunkan Rifki dengan memakai tandu, lalu mendorongnya menuju ruang IGD.Bella dan Airin menunggu di kursi ruang tunggu."Oh, iya, bukannya kemarin kau bilang ingin memberitahu sesuatu padaku?" tanya Bella.Airin mengambil gawainya dari dalam tas, lalu menunjukkan foto berkas yang dia dapat kemarin dari ruang kerja Irfan. Mata Bella membulat ketika melihatnya."Kalau profit perusahaan begitu kecil dan terus menurun, dari mana dia memperoleh uang sebanyak itu selama ini?" tanya Bella sambil mengerutkan kening."Itu yang mengganggu pikiranku, Bell. Tidak mungkin Amel yang membiayai semua itu, kan?" Airin balik bertanya.Bella diam dan sambil berpikir. Mereka berdua mencoba "Sepertinya aku harus lebih berusaha lagi untuk mencari semua data keuangan mendiang Papamu, Rin," ucap Bella kemudian. "Semua data pribadi mereka lenyap dalam kebakaran waktu itu, dan anehnya tak satupun data yang tersisa d