Deffin mengetuk pelan pegangan kursi kerja yang didudukinya dengan jari telunjuknya, lalu ia mengatakan, "Tidak tahu."Jawaban acuh tak acuh Deffin, membuat Reynand menghela napas. Ia lupa jika yang ada di pikiran dan hati ayahnya adalah ibunya saja, yaitu Azkia.Melihat anaknya berdiri dengan wajah masam, Deffin segera bertanya, "Kamu mau ke mana?""Toilet," sahutnya singkat yang tanpa rasa sungkan untuk menutupi rasa kesalnya.Deffin tersenyum tipis. "Seharusnya kamu bisa menggunakan kekuasaanmu untuk mengendalikan gadis itu. Namun, kamu sama polosnya dengan Ibumu."Mendengar perkataan Deffin, Reynand sontak menghentikan langkahnya."Apa maksud Ayah?""Kamu ingin gadis itu seperti Ibumu bukan? Menjadi istri yang baik dan patuh terhadapmu.""Iya," sahut Reynand seraya menganggukkan kepalanya antusias."Apakah kamu juga ingin dia berhenti bekerja dan hanya di rumah saja?"Reynand mengangguk lagi. "Tapi, dari awal kita sudah berjanji untuk tidak ikut campur urusan masing-masing. Jadi
keesokan harinya.Pagi-pagi sekali Clarice sudah bangun untuk mengerjakan semua tugasnya, mulai dari menyapu, mengepel, hingga mencuci baju miliknya sendiri dan juga milik Reynand. Namun, tidak untuk memasak, karena Clarice tidak bisa memasak, jadi ia cukup pesan makanan di restoran yang berada di depan gedung apartemen ini."Akhirnya selesai," gumam Clarice seraya merenggangkan otot-ototnya.Tidak ingin terlambat datang ke tempat kerja, Clarice buru-buru pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak butuh waktu yang lama bagi Clarice untuk mandi dan merias wajah dengan ala kadarnya, hanya menggunakan bedak tipis dan lip tint saja, setelah itu Clarice langsung keluar kamar dan siap untuk berangkat bekerja."Mau ke mana kamu?" tanya Reynand yang juga baru saja keluar dari kamarnya. Dengan hanya memakai piyama dan rambut yang masih berantakan, Reynand tetap terlihat tampan di penampilannya yang paling buruk."Kerja," sahut Clarice singkat."Hei, ini masih terlalu pagi dan apakah ka
Kebahagiaan Clarice rasanya hancur seketika, ketika mendengar perkataan Barbara. Clarice memaksakan senyumnya ketika melihat wajah Barbara yang juga terlihat sedih dengan keputusannya sendiri."Clarice, maaf ...." Barbara mengulangi permintaan maafnya, entah hingga sudah ke berapa kalinya. Ia benar-benar merasa sedih karena harus kehilangan karyawan terbaiknya ini."Sebenarnya aku ingin mempertahankan kamu, namun aku tidak enak jika harus memecat Bella, karena dia lebih lama darimu. Aku, aku, benar-benar...." Barbara terisak hingga ia kesulitan melanjutkan kata-katanya."Sudahlah, Bi ... tenanglah, aku tidak apa-apa. Aku mengerti perasaanmu, Bibi jangan khawatir, aku masih bisa mencari pekerjaan lain. Tapi, jika suatu saat nanti, Bibi sudah bisa membeli toko ini, bolehkah aku bekerja di sini lagi?" ujar Clarice lembut.Barbara mengangguk dengan antusias, lalu ia memeluk Clarice lagi. "Tentu, kamu bisa bekerja di sini lagi. Sekali lagi, Bibi minta maaf ...."Setelah puas menumpahkan se
Jika saja Marcel hari ini tidak datang ke hotel, mungkin ia tidak akan pernah tahu jika Clarice tengah melamar pekerjaan di hotel miliknya. Marcel yang memiliki daya ingat yang kuat, ia bisa mengenal sosok Clarice yang sedang duduk di lobby hotel, padahal ia hanya bertemu sekali dengan Clarice, yaitu di saat pernikahannya dengan Reynand.Sedangkan Clarice, ia tidak mengenal adik dari Loretta ini. Maka ketika Marcel menanyakan maksud kedatangan Clarice lewat resepsionisnya, Clarice hanya melihatnya sekilas dengan tatapan datar.Sedangkan di sambungan telepon yang masih terhubung. Mendengar perkataan Marcel yang mengandung kalimat ejekan, membuat Reynand membelalakkan matanya seketika."Hei, jaga bicaramu! Wijaya Group tidak bangkrut, dan aku bukan suami yang pelit. Sekarang, secepatnya kamu tolak dia dan suruh dia agar cepat pulang, bilang saja aku menunggunya di rumah!" Setelah mengatakan itu, Reynand langsung mengakhiri telepon tersebut.Marcel memicingkan sebelah matanya seraya menj
Reynand sontak berdiri dari duduknya, ketika Clarice baru saja masuk ke dalam apartemen mereka. Ia hampir memuntahkan kemarahannya, namun buru-buru Reynand menelan kembali semua kata-katanya, sebab melihat raut wajah Clarice yang dipenuhi amarah."Apa maksud kamu dengan semua ini?" Clarice meraung seraya melemparkan surat lamaran kerja terakhirnya ke atas meja.Hampir saja Reynand terperanjat, namun ia harus segera memasang wajah yang lebih galak daripada Clarice."Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," sahut Reynand acuh tak acuh."Jangan berpura-pura! Jika bukan Marcel yang memberitahuku, aku tidak akan pernah tahu akal busukmu itu!"Reynand yang mendengar Clarice menyebutkan nama Marcel, ia lantas mengumpat di dalam hati. "Sial! Anak brengsek itu, selalu saja mencari masalah denganku. Awas, saja kamu!""Memang apa salahku? Aku hanya tidak ingin orang-orang berpikir buruk tentangku. Aku tidak mau dianggap menjadi suami yang pelit sebab tetap membiarkanmu pergi bekerja," sahut Reynand as
Reynand tertidur hingga senja tiba, begitu juga dengan Clarice, ia juga memilih tidur sebab kelelahan setelah berkeliling mencari kerja, dan juga ia sangat kehabisan energi sebab menghadapi Reynand yang sangat menyebalkan.Merasa lapar, Clarice segera beranjak dari tempat tidurnya, lalu kemudian ia mandi dan akan bersiap pergi mencari makan.Namun, saat Clarice keluar dari kamarnya, Reynand juga keluar dari kamarnya, yang juga dalam keadaan yang terlihat sama segarnya seperti Clarice. "Mau ke mana kamu? Aku lapar," ujar Reynand seraya mengusap perutnya sendiri."Cari makan. Kalau kamu lapar, ya makan!" sahut Clarice ketus.Reynand mendesah. "Kamu apa tidak bosan, makan di luar terus? Lebih baik kamu belajar masak sekarang. Ayo, cepat!" Tiba-tiba saja Reynand menarik tangan Clarice dan mereka berjalan menuju dapur."Hei, Reynand! Lepaskan tanganku, aku tidak bisa masak!" teriak Clarice seraya memukul tangan Reynand yang sedang menyeretnya."Kita mulai dari yang mudah saja, hanya sandw
Suasana dapur itu berubah menjadi mencekam, ketika Reynand melihat kemarahan di wajah ibunya. Namun, Reynand hanya bisa meringis dan menggaruk bagian belakang lehernya yang tidak gatal."I-- Ibu, sejak kapan Anda datang?" tanya Reynand dengan nyali yang menciut."Sejak kamu menghina menantu kesayanganku tidak berguna, dan membandingkannya dengan wanita lain!" Azkia meraung, ia begitu kesal dengan anaknya itu. Lalu, dengan cepat Azkia menghampiri Reynand dan kemudian menjewer telinga Reynand."Aduh, Bu ... Sakit, Bu. Tolong lepaskan, Reynand minta maaf.""Minta maaf, kamu malah minta maaf kepada Ibu. Memangnya hati Ibu yang kamu sakiti?" Azkia semakin menarik telinga Reynand, karena ia gemas dengan pemikiran putranya itu."Iya, iya, Bu. Ampun ... Reynand akan meminta maaf kepada Clarice, tolong lepaskan telinga Reynand ya? Ini sakit sekali," ujar Reynand memohon.Melihat anaknya tidak berbohong, Azkia terpaksa melepaskan telinga Reynand. "Huh, awas saja jika kamu begini lagi!" Ujar Azki
Reynand berdehem kecil sebelum ia mengetuk pintu yang sedikit terbuka itu dan mengatakan permisi. "Clarice ...." Lalu Reynand memanggil dengan suara pelan dan sedikit canggung. "Bolehkah aku masuk?" Lanjutnya.Clarice hanya melihatnya sekilas, lalu ia menganggukkan kepalanya acuh tak acuh, matanya lebih memilih fokus ke layar ponsel yang ia pegang.Merasa tidak ada sambutan ramah, Reynand memilih berdiri dengan kaku, lalu dengan sedikit ragu ia mengatakan, "Aku minta maaf, jika kata-kataku tadi sangat keterlaluan. Aku tidak bermaksud --" "Tidak masalah, hari ini aku memang agak sensitif. Aku juga minta maaf karena sudah menyebutmu manja juga." Potong Clarice dengan menatap Reynand sekilas dan memberikannya senyuman tipis, sebagai tanda bahwa ia benar-benar sudah memaafkan Reynand."Baiklah, kalau begitu kita sekarang sudah baikan kan?" Reynand menyodorkan tangannya, yang juga langsung disambut oleh Clarice seraya anggukan kepala, tidak lupa dengan senyuman tulusnya."Clarice, sebena