POV Alya"Kamu yakin nggak ke mana mana lagi, Al? Kalau kamu masih ada keperluan, bilang saja biar saya antarkan," tawar Pak Arga sekali lagi saat kami kembali naik ke mobil usai beliau sarapan pagi.Aku kembali menggelengkan kepala pelan."Nggak, Pak. Saya mau langsung pulang saja," jawabku sambil tersenyum kecil.Pak Arga manggut manggut."Baiklah, kalau begitu saya antar kamu pulang sekarang ya. Kamu masih tinggal di rumah Sinta ya? Siapa yang jaga anak kamu? Siapa namanya?" Pak Arga menatapku."Kayla, Pak," jawabku."Hmm ... nama yang bagus. Beruntung sekali Arief punya anak perempuan. Pasti cantik seperti ibunya. Oh ya, dia kamu tinggal sama siapa sekarang?" ucap Pak Arga sembari menatapku sekilas.Aku hampir saja tersedak mendengar ucapan laki laki tampan itu. Aku cantik? Apakah tidak salah dengar dan tidak terlalu berlebihan pujian itu di alamat kan padaku?Seumur umur, jangankan memujiku cantik, tidak menghina saja, Mas Arif tak pernah melakukan itu.Apa dunia memang semenakju
Pov AlyaSetelah melakukan berbagai langkah untuk mempersiapkan pembukaan cabang dan mengurus segala sesuatunya, akhirnya cabang butik milik Ibu Pak Arga pun selesai dibangun di ruko berukuran besar yang baru saja dibangun oleh Pak Arga.Hari ini genap satu minggu cabang butik di buka. Seperti hal nya butik utama, butik cabang ke tiga ini pun ramai di kunjungi para pembeli.Antusiasme para pengunjung seperti nya benar benar baik. Semua menjadikan kerja keras dan lelahku selama satu bulan ini melakukan persiapan seolah dibayar dengan tunai."Bu Alya, ada yang nyari, Bu," ujar salah seorang pegawai butik saat aku tengah menghitung arus keluar dan masuk usaha.Aku menoleh ke arah pintu ruang kerjaku yang berada di lantai atas butik lalu menatap Sita, pegawai tersebut dengan pandangan penuh tanya."Siapa?" tanyaku ingin tahu.Sita tampak bingung tapi akhirnya menyebutkan juga nama orang yang konon sedang mencariku dan ingin bertemu denganku itu."Ehm ... namanya Pak Arif, Bu. Katanya ...
POV SorayaAku menatap kepergian Mas Arif dengan senyum lebar tersungging di bibir. Akhirnya setelah drama pura pura yang harus terus aku mainkan demi mencapai satu tujuan yakni menguasai harta benda milik suami pura pura ku itu, sekarang harta benda yang laki laki itu bersama keluarganya miliki itu pun berhasil juga aku kuasai.Sekarang rumah besar milik Mas Arif dan keluarganya pun berhasil menjadi milikku juga. Bukan itu saja, tapi juga mobil miliknya yang kemarin berhasil dilarikan suamiku, Mas Alex, dari halaman parkir rumah sakit tempat mertua pura pura ku dan adik ipar yang juga pura pura itu dirawat.Mas Arif memang polos. Dia terlalu gampang di tipu hingga tak sadar kalau selama ini aku hanya mengincar harta bendanya saja.Aku memang sudah lama merencanakan hal ini bersama suami sahku, Mas Alex yang selama ini terpaksa harus tinggal di penjara akibat tertangkap polisi saat sedang melakukan perampokan di sebuah rumah dan terpaksa membunuh si empunya rumah karena melakukan perl
POV Soraya"Mas, siapa yang nelpon kamu barusan ?" tanyaku saat Mas Alex membalikkan tubuhnya lalu melangkah pelan dengan wajah tak bersalah mendekatiku.Mendengar nada suara ku yang bertanya dengan nada tajam dan dibalut rasa curiga, Mas Alex tampak terkejut dan menatapku kikuk. Kentara wajahnya yang sedikit memucat."Bukan siapa siapa, Sayang. Cuma teman yang bareng keluar lapas kemarin kok. Nanyain kabar. Kenapa emangnya? Mas pergi dulu ya. Mana uang nya? Nanti keburu sore, nggak bisa lagi Mas jalan jalan," ujarnya sambil mengangsurkan tangan ke arahku. Pura pura tenang.Aku menghembuskan nafas dengan perasaan gundah melihatnya. Hatiku rasanya sungguh tak tenang. Aku yakin tak salah dengar barusan, Mas Alex memang tengah menelpon seorang perempuan. Dan dia memanggil dengan panggilan Sayang pada perempuan yang dia telepon itu."Mas yakin itu cuma temen yang bareng keluar lapas kemarin? Mas nggak bohong?" kejarku dengan perasaan tak enak karena jujur aku tak rela jika suamiku itu ber
POV Soraya"Gimana ini, Cyn? Kita kehilangan jejak papa kamu," ujarku sembari memandang pasrah pada Cynthia yang juga terlihat geram karena sang Papa yang mengaku hendak jalan jalan ke pasar menghirup udara segar pasca keluar dari penjara nyatanya malah pergi dengan seorang perempuan lain yang bukan mamanya. Entah ke mana."Kita pulang aja, Ma. Terus kita bawa aja barang barang yang ada. Kita pergi dari rumah. Malas aku ketemu Papa lagi. Papa pembohong ternyata!" jawab Cyntia sembari memandang geram ke arah pergi dan berlalunya sang papa.Aku menoleh dan menatap kaget wajah Cyntia. Pergi dari rumah? Uang hasil penjualan mobil kemarin hanya empat puluh juta rupiah mengingat surat menyurat tidak lengkap.Lalu haruskah kami kembali tinggal di rumah kontrakan sementara Mas Alex mendapatkan rumah milik Mas Arif? Enak sekali dia. Aku yang capek nipu sana nipu sini, eh suami narapidana itu yang panen!"Nggak, Sin! Masa Mama harus pergi dari rumah itu! Masa iya mama yang capek capek nipu Om A
POV AlyaTak terasa sudah dua bulan berlalu sejak aku mengelola butik pakaian muslimah milik ibunda Pak Arga ini.Aku bersyukur karena sejauh ini pekerjaan ku baik dan Bu Dewi, ibunda Pak Arga sangat puas dengan hasil kerjaku membesarkan cabang butik ini.Surat perceraian ku dengan Mas Arif yang pada saat sidang tak sekali pun di hadiri laki oleh laki itu pun akhirnya keluar juga. Oleh sebab Mas Arif tak datang dari sejak pertama sidang meski panggilan telah dilayangkan ke alamatnya, surat cerai pun akhirnya keluar dengan lebih cepat. Aku bersyukur dengan begini, artinya aku dan Mas Arif telah benar benar berpisah dan tak ada lagi hubungan suami istri yang saling mengikat di antara kami.Sekarang aku bebas melakukan apa saja tanpa perlu merasa takut lagi pada laki laki itu.Mas Arif sendiri, sering kali mampir ke butik ini karena katanya hendak bertemu denganku, tapi aku yang merasa tak ada urusan apa apa lagi dengannya, meski kemarin masih terikat status perkawinan dengan laki laki i
POV Alya Bukan cacian dan celaan yang kudapatkan dari mereka melainkan pujian karena aku telah berhasil mengembangkan usaha ini hingga dalam waktu dua bulan, target pencapaian yang ditetapkan oleh Bu Dewi berhasil aku capai bahkan melebihi dari yang diinginkan."Sama sama, Bu. Alhamdulillah kalau kinerja saya tidak mengecewakan Ibu dan Pak Arga. Semua ini bisa tercapai tentu karena bimbingan dari Ibu dan beliau yang tak bosan bosan mengarahkan saya supaya bisa mengelola butik ini dengan baik, Bu.""Makasih banyak ya, Bu. Ibu sudah memberikan kesempatan bagi saya untuk bisa mengasah kembali kemampuan saya mengelola butik ini dengan maksimal sesuai yang kita inginkan," jawabku.Bu Dewi menganggukkan kepalanya lalu kembali tersenyum."Sama sama, Alya. Ibu juga makasih sudah dibantu. Oh ya, maaf, Alya ... bolehkah Ibu bertanya sesuatu hal yang cukup pribadi?" tanya Bu Dewi tiba tiba sambil matanya menatap penuh padaku."Bertanya hal pribadi? Apa itu, Bu?" Aku mengernyitkan kening."Hmm .
POV Arif "Gimana, Rif? Kamu sudah berhasil ketemu sama Alya belum? Kok sampai sekarang kamu belum berhasil membawa istrimu itu kembali ke rumah kita?" tanya Ibu saat aku kembali ke kontrakan tanpa mendapatkan hasil apa apa sebab berkali kali hendak menemui Alya di butik tempat dia bekerja saat ini, dia tak ada di tempat, kata para pegawainya sedang ada urusan di luar.Entah benar atau tidak, tapi yang pasti aku tak berhasil bertemu dengannya walau pun sudah memaksa masuk sebab para pegawai butik tersebut selalu menghalang halangi ku saat aku hendak masuk ke dalam ruang kerja istriku itu.Ya, istriku. Sebab aku yakin, kalau aku bisa bertemu dengan Alya dan meminta maaf padanya karena telah mengusir nya dari rumah kemarin, aku yakin hatinya pasti luluh juga.Bagaimana pun juga aku adalah bapak dari putrinya. Dia pasti akan senang bila aku kembali lagi padanya sebab putrinya tak perlu punya bapak tiri jika aku bersedia kembali lagi padanya. Lagipula aku tak yakin dia ada hubungan spesia