Istri Keduaku (9)***Makan malam sudah tersaji. Aku makan bersama semua penghuni panti yang lain. Anak-anak begitu antusias, karena menu makan malam ini sedikit istimewa dari biasanya.Siang tadi, aku memberikan uang lebih untuk dapur. Sehingga malam ini, tersaji menu mewah dan banyak untuk anak-anak. Agar anak-anak tidak perlu berebutan.Anak-anak makan dengan lahap. Begitupun aku dan Fidelya. Lukman serta istrinya pun tak ketinggalan. Ibu tersenyum bahagia.Selesai makan malam, anak-anak akan dibiarkan bermain sebentar di dalam ruangan sebelum tiba waktunya mereka tidur. Aku mendorong kursi roda Ibu menuju kamarnya bersama Fidelya.Setelah sampai di kamar Ibu, aku memapahnya untuk berpindah duduk ke kasur. Karena ada aku dan Fidelya, maka malam ini, aku dan Fidelya yang menggantikan tugas Lukman dan istrinya menemani Ibu.Lukman dan Nabila sama-sama anak panti dulunya. Mereka tumbuh bersama di panti dan akhirnya mereka menikah dan mengabdikan diri ikut serta mengurus panti. Sementa
Istri Keduaku (10)***"Fi, Mas haus. Mas minta tolong, belikan air minum!" pintaku pada Fidelya setelah menepikan mobil di depan minimarket."Iya, Mas!" jawab Fidelya singkat seraya turun dari mobil. Fidelya meninggalkan tas kecilnya dan hanya membawa dompet masuk ke dalam minimarket.Setelah Fidelya menghilang di balik pintu minimarket, segera aku mengambil tas Fidelya yang tergeletak di atas kursi. Kubuka resletingnya dan mencari tasbih yang tadi Lukman berikan.Aku mendapatkannya. Setelah tasbih itu di tanganku, aku meremasnya. Akan kuhancurkan benda ini. Fidelya tidak boleh memakainya."Aakhh!"Tasbih itu terlempar. Tanganku rasa tersengat panas. Aku belum berhasil menghancurkannya. Sedangkan Fidelya sudah keluar dari minimarket. Cepat aku mengambil tasbih yang terlempar ke bawah tadi dan memasukkannya kembali ke dalam tas Fidelya. Lalu meletakkan lagi tas Fidelya seperti tadi.Fidelya masuk mobil dengan dua botol air mineral dan dua minuman dingin rasa jeruk. Fidelya lantas memb
Keluar dari kamar mandi, kudapati Fidelya ternyata sudah terlelap di tempat tidur. Mungkin Fidelya lelah. Cepat aku berpakaian.Mataku lantas tertuju pada tas kecil yang tergeletak di atas sofa. Tas kecil yang berisi tasbih dari Lukman. Cepat kuambil untuk mencari tasbih berwarna hitam mengkilap itu.Hingga semua barang di dalam tas sudah aku keluarkan tapi tasbih tadi tidak ditemukan. Apa mungkin Fidelya sudah menyimpannya? Tapi dimana? Kuletakan kembali tas Fidelya di sofa.Lalu membuka setiap laci nakas. Tetap saja tasbih itu tidak kutemukan. Aku membuang nafas sejenak. Aku yakin, tasbih tadi bukan tasbih biasa. Pasti Lukman sudah membuat tasbih itu tak bisa aku sentuh. Lukman memang menyebalkan dari dulu.Aku ikut merebahkan diri di samping Fidelya dan merenggangkan otot-otot tubuh. Jam dinding di kamar ini menunjukkan pukul 2 siang. Aku pun memejam sampai akhirnya terlelap.***"Mas!" Panggilan disertai guncangan di tubuhku, meski pelan namun mampu membangunkanku. Lantas kubuka m
Aku merapikan kemeja dan mematut diri di cermin. Sambil menyugar rambut dengan tangan yang telah diberi gel, lalu menyisirnya hingga rapi. Kutatap diriku dalam cermin. Satu kata untuk diriku. Perpect!Fidelya masuk kamar lalu duduk di bibir kasur. Bayangan Fidelya memantul dari cermin tempatku berdiri saat ini. "Mas, struk belanjaan kemarin masih ada gak?""Nggak tahu, Fi. Kemarin Mas masukin ke saku celana jeans. Semalam celananya Mas taruh di keranjang cucian kotor di ruang laundry!" jelasku sambil membalikkan badan.Fidelya menggaruk pelan rambutnya."Kenapa?" tanyaku kemudian."Kemarin sore, aku yakin banget udah beli daging sapi merah. Dua pics, masing-masing 250 graman. Tapi kok gak ada, ya?"Aku memperhatikan raut wajah Fidelya yang kebingungan. "Ya, kamu lihat aja di struknya, Fi!" ujarku."Tapi pakaian di keranjang cucian udah masuk mesin cuci, Mas. Lagi Bi Marni cuci.""Ya, udahlah, Fi. Mungkin kemarin pas di supermarket kamu sempat pilih, tapi lupa masukin ke troli. Bi Mar
~Tiga Bulan Berlalu~Ting!Suara ponsel menandakan pesan masuk. Kuraih ponsel di atas meja, rupanya pemberitahuan dari m-banking. Membuat saldo di rekeningku terus menggemuk.Aku tersenyum puas tapi satu sudut hatiku ketar-ketir. Sudah tiga bulan pernikahanku dengan Anjani, tapi Fidelya masih belum hamil juga.Padahal sudah jelas-jelas Fidelya berhenti mengkonsumsi pil KB sejak tiga bulan terakhir ini. Sejak Anjani kubawa ke rumah, Fidelya sudah ku izinkan berhenti memakai kontrasepsi. Suplemen penyubur pun setiap hari Fidelya konsumsi. Entah apa yang membuat Fidelya belum menunjukkan tanda-tanda kehamilanApa mungkin aku yang bermasalah? Ah, rasanya tidak mungkin. Sekalipun aku belum pernah memeriksakan kondisi kesuburanku, tapi aku yakin baik-baik saja. Aku pria normal. Aku sehat. Hormonku bagus.Malah dua bulan ini, aku sudah mengubah jadwal. Dua minggu dengan Fidelya dan dua minggu bersama Anjani.Otomatis malamku bersama Fidelya menjadi lebih sering dari yang awalnya terjeda kar
ISTRI KEDUAKU (14)POV FIDELYA🍁🍁🍁Setelah Mas Nuka keluar dari kamar, gegas aku mengunci pintunya. Aku melangkah menuju tempat tidur dan menghempaskan bobotku.Aku duduk menekuk lutut serta bersandar pada headboard kasur berukuran king ini. Tanganku terulur pada figura yang membingkai fotoku bersama Mas Nuka di atas nakas. Kutatap foto dalam figura yang kini berada di tanganku.Foto yang diambil 5 tahun lalu. Ketika pertama kalinya menginjakkan kaki di Negeri Malaysia. Dalam foto ini, Mas Nuka menggendongku. Dan aku tersenyum lebar seraya merentangkan kedua tanganku. Foto dengan latar belakang Menara Kembar Petronas, landmark kebanggaan warga Malaysia.Kuperhatikan lekat foto ini. Lebih tepatnya memperhatikan Mas Nuka, suamiku.Aku mengusap potretnya yang juga tersenyum lebar di foto ini dengan jemariku."Aku memahami dirimu begitu dalam, Mas. Aku mengenalmu begitu jauh. Bahkan satu titik tahi lalatmu di belakang daun telinga pun, aku tahu.""Aku sangat tahu dirimu, Mas. Aku sanga
Aku menatap layar ponsel dengan gamang. Mas Lukman, sama sepertiku dan Mas Nuka. Sama-sama anak panti. Aku berteman baik dengan Mas Lukman bahkan hingga saat ini.Setelah aku dan Mas Nuka menikah. Aku langsung menempati rumah ini. Rumah yang jauh dari panti. Karena Mas Nuka sudah menjadi orang sukses.Berbeda denganku. Mas Nuka dari dulu tidak menyukai sosok Mas Lukman. Mas Nuka selalu mengatakan kalau Mas Lukman adalah lelaki kolot dan sok suci. Entah apa yang membuat Mas Nuka tidak suka pada Mas Lukman. Tapi Mas Nuka tidak pernah terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. Mas Nuka pandai menutupi rasa tidak sukanya itu. Ya, pandai bersandiwara.Kuletakan kembali ponsel di atas nakas. Kini tanganku beralih pada laci nakas dan membukanya. Kuambil botol kecil berwarna coklat. Botol berisi suplemen yang selalu dibelikan Mas Nuka jika sudah habis.Aku membolak-balik botol itu. Sudut bibirku terangkat. Mungkin Mas Nuka pikir, aku senang dia selalu membelikan suplemen ini? Dia tidak sad
POV FIDELYA❤️❤️❤️Setelah lima tahun menikah dan setelah kedatangan Anjani di rumah ini. Tiba-tiba saja Mas Nuka mengizinkan aku untuk hamil.Wow. Amazing. Apa yang sudah Anjani lakukan dan berikan sehingga bisa membuat seorang Mas Nuka berubah pikiran?Mas Nuka bukan orang yang tanpa pendirian. Masa lalunya sebagai anak yang tidak diinginkan, menjadikan dendam yang mendarah daging bagi Mas Nuka."Mas mencintaimu, Fi! Tapi Mas tidak menginginkan anak dari pernikahan kita ini, Fi. Apa kamu bersedia menuruti, jika Mas meminta kamu untuk memakai kontrasepsi dan tidak mengizinkanmu untuk hamil?"Aku masih ingat kata-kata itu. Selalu ingat. Kata-kata yang Mas Nuka ucapkan saat malam pertama pernikahan lima tahun yang lalu. Saat aku akan memberikan seutuhnya jiwa dan raga pada Mas Nuka. Saat itu pula Mas Nuka sudah mempersiapkan kontrasepsi untukku juga dirinya."Ke—ken—pa, Mas? Kenapa aku tidak boleh menjalani kodratku untuk hamil, Mas?" Aku bertanya ragu malam itu.Mas Nuka mendengkus. D