ISTRI PERTAMA SUAMIKU 36"Dia tidak menjebakmu Om. Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan, menjaga calon istriku dari lelaki jahat sepertimu."Bukan hanya Mas Dany yang terkejut, akupun terpaku mendengar perkataan Adam. Tadi sebelum aku menemui Mas Dany, sama sekali tak ada pembicaraan romantis, apalagi tentang pernikahan. Ah, mungkin dia hanya mencoba membuat Mas Dany berhenti menggangguku. Ayo, jangan GeEr Livia. Kamu tak akan pernah sepadan dengannya. Usai pulih dari keterkejutannya, Mas Dany tertawa keras. Tak peduli beberapa mata pengunjung cafe menoleh mendengar suaranya."Kau mau menikahi perempuan jal*ng ini? Apa aku tak salah dengar? Kau memilih wanita bekasku?""Tutup mulutmu yang kotor itu Om. Livia mungkin pernah melakukan kesalahan. Tapi orang yang mau mengakui kesalahan dan kemudian memperbaikinya, selalu lebih mulia dari pada orang yang tak mau berubah, justru semakin menjadi-jadi."Wajah kedua lelaki itu mengeras. Jika Adam marah dengan hinaan Mas Dany padaku,
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 37Sungguh takdir buruk bagiku terus menerus bertemu dengannya, disaat aku sedang berusaha melupakan semua masa lalu yang menyedihkan, dan mencoba membuka lembaran baru. Bertemu dengannya, mau tak mau, aku kerap dihantui kenangan, dan yang terburuk adalah kenangan hari itu, ketika Renata menginjak kakiku dan menyeretku keluar rumah, sementara dia hanya diam menonton. Aku diam saja, berusaha seolah tak terganggu oleh kalimatnya. Sejak berpisah, dia sudah seringkali menyebutku jal*ng. Padahal dulu, dia sangat lembut dan selalu memperlakukanku bak seorang ratu. Baru kusadari, ternyata inilah wajah asli mantan suamiku.Mas Dany turun dari mobilnya dan menghampiriku. Sekilas dia menatap mobil yang kugunakan."Kau bahkan diberi mobil oleh Laras ya? Luar biasa."Aku menelan ludah, tak mau balas menatapnya. Dalam hati aku berdoa asar security segera datang dan mengizinkanku masuk. Dimaki Cintya lebih baik dari pada mendengar mulut tajam Mas Dany.Mas Dany ikut menatap p
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 38Di dalam lift yang terkunci, hanya ada kami berdua. Saat ini, bisa saja aku menyerangnya lebih dulu demi membalas perbuatannya padaku. Aku yakin sekali tak akan kalah darinya. Tapi aku tak mau dia menjadikan hal itu sebagai alat untuk melaporkanku ke polisi. Di dalam lift pasti ada cctv yang bisa menjadi bukti. Jadi bagaimana kalau posisinya kubalik?"Hay Renata, kita bertemu lagi." Senyumku.Kami berdiri berhadapan. Matanya menyipit melihatku, mungkin bertanya-tanya, mengapa aku bisa tersenyum melihatnya. "Apa yang kau lakukan disini perempuan kampung?" "Aku tinggal disini Re, Kenapa memangnya?""Bukankah Daniel tak memberimu apa-apa?""Kau masih percaya pada lelaki culas, pembohong, dan pengkhianat itu?""Apa maksudmu?"Aku tertawa kecil. "Apa kau pikir, rumah, mobil dan semua yang kau bawa pergi itu sudah semuanya? Dia memberiku lima kali lipat dari semua yang kau bawa lari Renata. Dan karena aku istrinya yang sah, aku berhak memiliki itu semua."Mata taj
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 39"SHITT!"Suara Renata mengeluarkan makian terdengar menjauh, diiringi ketukan sepatu yang kukenal, lalu Blar! Lampu menyala. Renata berdiri di depan saklar, menatapku tajam. Dia kemudian beranjak ke sofa, duduk dengan sikap santai sambil menyesap minuman dalam kaleng. Sepasang kaki jenjang bersepatu itu dinaikkan di atas meja.Aku berusaha melirik siapa gerangan lelaki yang menelikung leherku. Tapi ketika aku menggerakkan kepala, dia langsung mempererat cengkramannya. Memberiku isyarat agar diam."Ups… Renata, tolong suruh lelaki ini mengendurkan tangannya. Aku bisa kehabisan nafas."Renata tertawa, "Bukankah kau sudah siap untuk mati?"Aku meringis. "Ya. Apa boleh buat. Kalau memang takdirku harus mati ditanganmu. Tapi setidaknya, aku tahu siapa pembunuhku. Meski, ya. Tadinya aku mau mengajakmu kerja sama. Tapi, sudahlah…""Kerja sama apa?" Sambar Renata. Di menurunkan kakinya dari atas meja."Ah, sudahlah. Toh aku akan mati. Percuma…""Jangan membuatku penas
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 40"Livi, diam di rumah dan jangan kemana-mana, Renata kabur dari kantor polisi."Suara Adam bertalu-talu di telingaku. Aku terduduk lemas, menatap layar ponsel yang menggelap. Setelah memberiku peringatan, Adam langsung mematikan ponselnya. Dan aku tahu, seperti biasa, dia tak mau dibantah. "Mbak?"Aku menoleh. Pelayan keluarga Mbak Laras menatapku bingung. Mungkin wajahku memucat atau terlihat menyedihkan. Entahlah."Adam berpesan agar aku tidak kemana mana, Bik." Jawabku.Dia tersenyum, "Oh, kalau begitu sebaiknya Mbak menuruti perintahnya."Aku mengangguk."Mari saya antar ke meja makan."Sungguh, disini, aku benar-benar merasa dihormati. Tapi justru aku malu dilayani seperti ini. Aku terbiasa mandiri, melakukan semuanya sendiri. Tapi, mau tak mau aku mengikuti langkah kaki wanita itu, duduk di kursi makan menghadapi hidangan sarapan yang menggiurkan. Namun, pikiranku mengembara, melukis wajah Renata.Bagaimana dia bisa kabur dari kantor polisi? Apakah dia m
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 41Dari kaca spion, aku melihat Mas Dany yang muntah muntah bersandar di mobilnya dengan wajah pucat. Sepertinya dia habis dihajar oleh Renata. Jika seperti itu, Denish kini benar-benar dalam bahaya. Saat dia bersama Mas Dany, aku sedikit tenang karena bagaimanapun, dia ayahnya. Dia tak akan mencelakai Denish. Mas Dany hanya sedang kepepet dan butuh uang. Tapi Renata yang bukan siapa siapa bagi Denish, akan dengan mudah menggunakan bocah itu sebagai alat untuknya. Tapi bagaimana Renata tahu Denish ada pada Mas Dany? Dan kenapa dia mengalihkan targetnya dari ku kepada Denish?Bayangan Mas Dany dan rusun kumuh itu akhirnya menghilang ketika aku berbelok dan melaju menuju jalan kecil dan kemudian bertemu dengan jalan raya besar. Dari kejauhan, dapat kulihat mobil yang digunakan oleh Renata tadi melaju dengan kecepatan tinggi. Aku menekan rasa gentar dalam hatiku. Aku harus lebih cepat, tak peduli kendaraan lain yang melaju kencang seolah olah dikejar oleh waktu. Ya.
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 42Rasanya aku tertidur lama sekali. Mimpiku dipenuhi padang rumput dengan bunga dandelion yang penuh nyaris seluruh. Dan ketika angin bertiup, bunga bunga dandelion itu beterbangan bak jarum melesat ke udara, melambai dengan indahnya.Lalu perlahan, ketika kesadaran menarikku dari padang rumput itu, rasa nyeri yang sangat menusuk kakiku di sebelah kiri. Suara ramai orang bercakap cakap. Suara suara yang kukenal. Adam, Mbak Laras, Ayah dan Ibu.Ayah dan Ibu?Aku membuka mata seketika. Aroma rumah sakit yang tadi hanya samar samar kini tercium lebih kuat. Kamar VVIP lagi. Dengan ruangan yang sangat besar dan fasilitas serba lux."Livia…"Suara ibu memanggilku adalah hal pertama yang kudengar. Beliau memburu ke arah ranjang diikuti gerakan kaki Ayah yang terpincang-pincang. Mereka berdua berdiri di sisi kiri ranjangku dengan sisa tangis yang masih tampak di wajah Ibu yang memerah."Kenapa bisa seperti ini Livia." Ibu menangis lagi. Ayah memegang bahu Ibu."Anak ki
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 43PoV LIVIAAku menatap kruk itu dengan pandangan sedih. Sejak hari ini, aku tak akan bisa berlari lagi. Bahkan untuk berjalan dan melalukan semuanya sendiri, rasanya akan sangat sulit. Kami baru saja tiba di rumah milik Adam. Rumah peninggalan orang tuanya yang tak kalah mewah dengan rumah Mbak Laras. Adam meminta kami tinggal disini hingga hari pernikahan tiba karena nantinya, rumah ini akan menjadi tempat tinggalku. "Tinggallah disini Ayah, Ibu, Laila. Rumah ini sangat besar dan banyak kamar kosong." Ujar Adam.Ayah tersenyum."Nak, ketika seorang wanita menikah, maka dia harus keluar dari rumah orang tuanya dan ikut suami tanpa campur tangan siapapun. Ayah hanya takut menjadi sumber ketidak nyamanan bagi kalian karena tentu cara Ayah mendidik Livia akan berbeda dengan caramu." Ujar Ayah sambil menatap Adam."Kami akan kembali ke kampung usai pernikahan kalian." Tambah Ibu. "Apakah Laila tidak mau tinggal disini saja dan sekolah di kota?" Tanya Adam tiba-t