“Hei! Hati-hati bung!” Seru Rama saat hampir bertabrakan dengan seseorang saat keluar dari dalam lift. Kopi yang ditangannya sebagian tumpah, Rama melotot pada orang yang tergesa-gesa masuk ke dalam lift, tapi sepertinya orang itu tidak peduli. Sedikit aneh pada pandangan Rama, pria itu berpakaian serba hitam dan jalannya terus menunduk. Lift hampir tertutup tapi pandangan Rama langsung berubah tegang saat melihat penampilan orang itu. Siapa di tengah malam begini, ada orang berjalan dengan menggunakan topi, kacamata gelap dan sarung tangan hitam? Pikiran Rama langsung tertuju pada Elsa dia langsung bergegas menuju kamar rawat Elsa. “Semoga tidak seperti yang ada di pikiranku,” batin Rama. “Cepat! Cepat! Pasien kritis! Siapkan ruang ICU!” Beberapa perawat terlihat hilir mudik, sementara dokter jaga terus memompa jantung seorang pasien. “Terdeteksi tapi sangat lemah, hubungi dokter yang biasa menangani pasien sekarang!” “Ruang ICU sudah siap dokter!” “Cepat! Kita pindahkan s
Rama terkejut saat bangun, karena mendengar beberapa orang sedang bicara, matanya yang sedikit kabur meraba beberapa sisi sofa dan juga meja untuk mencari kacamata.Begitu kacamata sudah terpasang, wajah yang pertama kali di lihat adalah Sumi.“Kaya kebo kamu tidurnya, Ram,” Sumi berjalan membawa piring.“Sampai ngak sadar kalau sudah ini sudah jam berapa,” tunjuk Sumi menunjuk pada dinding.Dengan mata masih mengantuk, Rama melihat pada jam di tangannya.“Astaga, aku bangun kesiangan.”“Tumben kamu bangun jam segini, Ram?” Rama terkejut mendengar suara yang beberapa hari ini tidak dia dengar.“Ibu kapan datang?”Ibu Tri berjalan menghampiri Sumi juga dengan membawa piring.“Tadi pagi.”“Memang sudah selesai?” “Sudahlah, itu masalah kecil,” Rama memandang pada Elsa, gadis itu terlihat lebih segar dan sedang menyuap makanan “Aku mau pulang dulu ya, Bu.”“Mau ngapain?”“Mau mandi sama ganti baju.”“Kalau begitu sarapan dulu, ini Ibu bawa nasi kebuli enak langganan k
Beberapa saat sebelumnya...“Ini pasti Sumi suka, nasi Padang pakai sambil rendang,” gumam Ibu Tri sambil membuka pintu ruang rawat Elsa.“Sumi..” mata ibu Tri terbelalak dengan apa yang dia lihat.“Ehmp....ehmp.”“Hei!”Perawat itu menoleh dan dia langsung melepaskan Elsa, dia berlari dan kemudian berusaha menendang Ibu Tri.Dengan gerak cepat Ibu Tri menghindar dan melemparkan bungkus yang ada di tangannya.“Auw..” bungkusan itu mengenai wajah perawat itu, gerakannya sempat goyah tapi dia kembali bergerak.“Tolong! Tolong!”Mendengar Ibu Tri yang berteriak membuat gerakan perawat itu menjadi urung dan berbalik pergi.Saat Ibu Tri berusaha mengejar dia melihat pada Elsa yang terlihat memegang lehernya, segera dia berlari dan mendapati sebuah benang halus menjerat leher gadis itu.@@@@Rama dan Adit berlari secepat mungkin begitu mendengar kabar yang terjadi pada Elsa.Terlihat Sumi dan Ibu Tri shock dan menangis, Adit langsung memeluk ibunya yang langsung berteriak nyari
Sejak kejadian siang tadi, membuat keluarga Elsa dan Rama lebih waspada tidak mengizinkan siapa pun masuk kecuali yang benar-benar mereka kenal.Seperti sore tadi Alfa dan Steven datang untuk melihat keadaan Elsa, membuat gadis itu terhibur apalagi dia merindukan kantor dan pekerjaannya.“Jadi Sa, memang kamu sama Pak Rama kapan nikahnya?” tanya Alfa dengan berbisik.“Yang pasti ngak dalam waktu dekat, lihat keadaan Elsa seperti begini,” sahut Steven sambil ikut berbisik“Wah iya ya, gagal dong belah duren dengan cepat, terus upgrade status jomblo,” goda Alfa.“Kalau Elsa sih bisa sabar tapi si abege tua mau sabar nunggu ngak?” Steven dan Alfa saling menyahut dan cekikikan seperti perempuan, membuat wajah Elsa malu setengah mati.“Ya mesti sabarlah, masa mau main paksa,” lanjut Alfa, “Entar kalau dipaksakan mainnya sakit Sa.”“He...he... tapi kan biar dipaksa entar habis itu enak-enak bikin merem melek,” sahut Steven semakin membuat wajah Elsa semakin memerah menahan malu mende
Lukman langsung bergegas mendekati wanita paruh baya itu dan dengan takzim dia mencium punggung tangan itu.“Tante apa kabar hari ini?” “Baik, Lukman. Kamu sendiri bagaimana, kok baru kelihatan?”“Tadi pagi saya sempat datang, tapi ngak masuk katanya Elsa lagi istirahat.”“Oh ya? Kok Tante ngak tahu ya?”“Iya, tadi itu...”Kemudian ibu Rama melihat pada Lukman, “Kamu lagi, tadi pagi kan sudah datang.”Lukman hanya diam sebenarnya dia ingin marah tapi mengingat ibu Rama sudah tua dia menahan emosi.“Tadi pagi dia memang ada mampir, tapi aku suruh pulang kasihan Elsa kan masih tidur masa di ganggu sih?”Sumi menoleh ke belakang dan melihat pada Ibu Tri yang sudah ada di belakangnya.“Oh begitu Mba.”“Iya, dan lagian kasihan Rama juga nanti terganggu dia pasti juga capek sudah semalaman menunggu Elsa.”Ibu Tri melirik pada Lukman dan kemudian pandangannya beralih pada Ikbal.“Kamu juga datang Ikbal?” “Iya Bude, aku mau melihat keadaan Elsa.”“Kamu datang sendiri atau ber
Telunjuk Ibu Tri langsung menuding dengan mata yang melotot.Rama, Ikbal, Sumi melihat pada arah telunjuk ibu Tri, melihat pada Elsa yang ternyata tangan gadis itu sedang di genggaman oleh Lukman.“Lepaskan! Kamu mau main tikung dan menikam dari belakang ya?” tanya Ibu Tri memandang tajam pada Lukman.“Ngak Bu, ini Cuma saya salaman saja kok, ”sahut Lukman dengan gugup“Ya ampun Ibunya Bang Rama begitu amat posesifnya sama Elsa,” batin Lukman dalam hati.“Terus kenapa itu tangan Elsa masih di pegang terus?” pandangan Ibu Tri semakin tajam pada Lukman, pria itu langsung menyadari dan melepaskan genggamannya pada tangan Elsa.Suasana ruang rawat Elsa tegang, terutama antara Ibu Tri dan kedua pria yang sekarang duduk di hadapan Elsa, dia berpikir saingan anaknya bertambah lagi apalagi ini keponakannya sendiri yang berwajah tampan dan menarik.Rama dia pergi entah ke mana, meninggalkan Elsa dalam pengawasan Ibunya dan juga Sumi.Dengan pandangan tajam Ibu Tri memperhatikan kedua p
“Mungkin yang di lakukan Mas Rama itu karena Elsa butuh bantuan dan kebetulan tidak ada orang lain.”“Kalau seandainya saya yang ada, mungkin saya yang akan melakukan seperti itu bukan Mas Rama,” lanjut Lukman menahan kesal.“Aku juga akan melakukan hal yang sama bukan cuman kamu atau Mas Rama, apa pun itu untuk Elsa,” Ikbal menimpali.Elsa yang melihat perdebatan itu mendadak merasa kepalanya menjadi pusing.“Mas Ikbal, Mas Lukman.”“Iya Sa,” jawab Lukman dan Ikbal berbarengan.“Kamu perlu apa Sa?”“Kamu butuh apa Sa?”Kedua pria itu mengajukan pertanyaan bersamaan pada Elsa.“Kepalaku makin pusing melihat kalian berdebat..”“Kamu pusing Sa? Yang mana sakit? Ini pasti karena mereka berdua ya?” Ibu Tri langsung mendekati Elsa dan menempelkan telapak tangannya di dahi gadis itu.“Bu ..”“Ini akibat kalian berdua ribut di depan Elsa, lihat dia jadi sakit lagi.”“Tapi yang ngajak ribut ..” belum selesai Lukman bicara Ibu Tri langsung memotong perkataannya.“Kalian harusnya
“Lihat siapa ini, si pungguk merindukan bulan,” perkataan itu membuat langkah Rama yang keluar dari lift terhenti.“Jangan pernah berpikir kalau Elsa akan berpaling dengan pria seperti dirimu Mas, seberapa pun banyak perhatian yang kau berikan dia tidak akan menaruh hati.”Rama menatap Ikbal yang sekarang ada di hadapannya ini dan ada senyum sinis di bibirnya.“Aku tidak mengerti apa maksudmu?” tangan Rama bersedekap di dada.“Ayolah, jangan bermain kotor sampai-sampai harus meminta bantuan dari Bude untuk bisa mendapatkan Elsa sebagai istrimu.”Rama hanya diam tak menyahut perkataan dari Ikbal.“Kau tahu betul bagaimana sifat Elsa yang paling tidak bisa menolak atau menyakiti orang lain, dan kau serta bude memanfaatkan hal itu untuk memanipulasi pikirannya.”“Aku tak sepicik itu, aku tak akan memanfaatkan atau memanipulasi perasaannya seperti dirimu,” Rama berusaha bersikap tenang walaupun hatinya merasa tersinggung dengan perkataan Ikbal.“Kau pikir aku percaya? Apalagi deng