Evan Tercenung di dalam masjid yang berada diluar pesantren, niatannya untuk bertemu dengan kyai Lukman belum juga terealisasi karena kesibukan beliau yang membuatnya tidak berada di rumahnya beberapa hari ini.
Keinginannya untuk bisa segera bersama dengan mantan istrinya begitu kuat hingga membuatnya sering termenung dan melamun dimanapun berada. Apa lagi saat ini pekerjaannya di proyek pembangunan itu mulai berkurang.
"Sepertinya mas lagi banyak masalah ya," sapa seseorang yang tiba-tiba saja hadir di belakang Evan yang tengah melamun di halaman masjid.
"Ah, enggak juga pak."
"Tapi kok melamun di masjid sih mas," tanyanya lagi sambil ikut duduk di samping Evan.
"Saya Evan, maaf bapak siapa?" ucap Evan memperkenalkan dirinya.
"Nama saya Fikri mas Evan, panggilan saja mas juga. Kita sepertinya seumuran."
"Mas Fikri orang sini?" tanya Evan.
"Bukan mas, kebetulan saja saya lewat sini dan numpang salat. Mas
"Evan, kamu kenapa?" tanya Fajar sambil fokus menyetir.Fajar makin merasa aneh dengan tingkah laku Evan, tampak lebih kalem dan mengendalikan diri."Aku tidak apa-apa fokuslah menyetir," jawab Evan sambil tetap memejamkan matanya."Tapi kamu aneh!" tukas Fajar."Aku sedang menikmati rasa sakit dari kesalahan yang dulu kulakukan, biarkan aku tidur. Setidaknya saat aku tidur, aku tidak merasakannya lagi. Fokuslah membawaku pada tujuan, bangunkan jika sudah sampai.""Kau ...." Fajar tidak menyelesaikan kalimatnya.Dia ingin mendebat sahabatnya itu, yang sesuka hati memerintahnya seperti supirnya saja. Tapi melihat Evan yang sepertinya dalam keadaan tidak baik-baik saja, memilih untuk diam dan fokus menyetir. Fajar hanya penasaran dengan apa yang terjadi pada temannya itu.Meskipun Fajar mengatakan jika mereka adalah saingan, tapi bersaing dengan orang yang tidak punya semangat seperti ini mana seru. Berbagai pertanyaan berke
Matahari pagi menyapa saat Evan memarkirkan mobilnya di halaman rumah Anin. Evan sengaja langsung menuju kesana karena dia membawa serta seorang wanita. Hari ini Jum'at, jadi Anin tidak pergi mengajar karena libur."Anin ada didalam rumah itu, masuklah!" titah Evan."Mas Evan gak masuk?""Saya disini dulu," jawabnya."Assalamualaikum ....""Wa'alaikumsalam ...." terdengar jawaban dari dalam."Meysha!" pekik Anin sambil menghamburkan diri pada sahabatnya itu."Anin!" sahut Meysha tak mau kalah.Mereka berpelukan dengan erat dan saling melepaskan rindu, sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu."Papa!" seru Albana yang sudah keluar dari rumah dan langsung berlarian ke arah Evan."Itu anak kamu?" tanya Meysha saat melihat Albanna."Iya," jawab A
Setelah berkendara cukup lama, melewati rute naik-turun serta berkelok-kelok, akhirnya mereka sampai juga ditempat tujuan. Udara segar dan dingin menyapa mereka saat menjejakkan kaki di tempat itu.Indahnya alam dataran tinggi, sejuknya udara gunung, segarnya aliran air, serta deburan suara air terjun Curug Sewu yang khas akan membuat nyaman hati dan pikiran siapa saja yang berada disana.Evan akan membawa Albanna ke taman bermain anak-anak yang tersedia disana. Memainkan permainan yang ada disana, menaiki kereta mini, kemudian akan mengajaknya berenang, itu yang sudah Evan rencanakan."Jagain tuh anak orang nanti hilang," titah Evan pada Fajar karena melihat Meysha sudah excited melihat pemandangan, sibuk berfoto dan bergerak kesana-kemari semaunya dia."Ogah!" tolak Fajar."Ya udah! kalau hilang, kita sendiri yang akan repot saat pulang nanti," sahut Evan.
Waktu terus berlalu, tak terasa bangunan yang dalam pengawasan Evan tinggal finishing, mengecat dan lain-lain. Evan sudah tidak diperlukan lagi disitu, dia sudah sangat bahagia mengukir kenangannya bersama Albanna.Siang itu dia tengah duduk di ruang tamu rumah Anin bersama Anin dan Meysha."Aku akan meninggalkan kalian berdua," kata Meysha."Tidak perlu Mey. Kamu tetap disini bersama kami," ucap Evan pelan."Aku juga ingin berbicara denganmu," lanjutnya.Meysha akhirnya menurut dan tetap duduk menemani mereka."Anin, untuk kesekian kalinya aku minta maaf sudah melukai hati, harga dirimu dan membuatmu menderita di masa lalu dan sekarang. Aku berharap kamu bisa melupakannya dan membuka lembaran baru lagi. Aku yakin kamu bisa memilih ayah yang terbaik buat Albanna. Nanti sore aku akan kembali ke Jakarta." Evan mengungkapkan semua yang ingin dia katakan sekaligus dalam sekali bicara.Anin terdiam mendengar perkataan manta
"Bunda, kenapa Abi fajar tidak tinggal dengan kita? Abi-nya Zahra tinggal dengan uminya," tanya Albanna pada Anin saat mereka tengah asyik bermain bertiga di ruang tamu.Meysha langsung menatap kearah Anin, ingin tahu jawaban apa yang akan di berikan sahabatnya itu."Karena Abi Fajar bukan suami bunda, jadi kita tidak boleh bersama. Abi Fajar hanya suka di panggil oleh Abi oleh Albanna, bukan ayah Albanna sebenarnya seperti abi-nya Zahra," tutur Anin menjelaskan."Terus ayah Al sebenarnya siapa? suami bunda mana?" tanya bocah itu lagi.Anin menatap ke arah Meysha dan Meysha hanya menjawab dengan menghendikkan bahunya."Albana ingat papa Evan? dia ayah kamu," jawab Anin singkat."Kenapa papa pergi, Al dan bunda tidak diajak?""Sini ...." Anin merentangkan tangannya dan meminta Albanna mendekatinya.Bocah itu menurut dan masuk dalam dekapan sang bunda
Evan tampak sedang mengintrogasi seseorang di ruang kerjanya. Begitu banyak hal yang ingin dia lakukan hingga dia binggung hendak melakukan apa dulu."Bukankah dua tahun lalu kamu sudah menemukan Anin dan anaknya, kenapa tidak bilang padaku atau papa, Ghiban?" tanya Evan mengintimidasi.Ghibran, asisten papanya itu terlihat kaget dan tidak percaya."Kenapa kaget? kamu pikir kebohonganmu itu akan tersembunyi selamanya," ucap Evan lagi."Maafkan saya pak, saya terpaksa melakukannya. Selain itu, saya juga tidak melihat mbak Anin bersama seorang anak, saya pikir dia kehilangan anaknya ataupun menitipkannya disuatu tempat.""Terpaksa bagaimana? tugas kamu adalah memberitahukan semua yang kamu ketahui terkait dengan pekerjaan yang diberikan padamu, bukan malah menyembunyikannya.""Mbak Anin mengancam akan mengakhiri hidupnya jika saya memberitahukan ke
Mobil Evan berjalan menembus padatnya kota Jakarta terus bergerak menuju Jawa Barat. Evan membiarkan mobilnya disetir oleh Yusuf."Kenapa jauh sekali harus ke Jawa Barat," tanya Evan dengan gelisah.Ini akan memakan waktu lama, apa besok dia bisa dengan cepat kembali ke Jakarta."Saya mencari orang yang benar-benar hati-hati dalam menentukan sesuatu pak, bapak pasti tidak akan mudah percaya begitu saja kan dengan saya," tutur Yusuf memberikan alasan."Aakkkh! kenapa baru sekarang kau datang!""Maafkan saya pak,"Harusnya Evan tidak menyalahkan pria ini, dialah sendiri yang bersalah. Bukannya mencari tahu malah asyik meratapi nasibnya sendiri. Perkataan Fajar padanya kala itu kembali terngiang-ngiang. "Kau ulangi lagi kesalahan yang sama, jangan pernah menyesalinya!" Evan menarik nafas dalam-dalam dan mengacak-
Setelah menelpon Fajar, Evan malah tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya menjadi semakin kacau, di tatapnya benda bulat yang ada di dinding kamar itu, baru jam satu malam. Dia mendesah panjang.Pikirannya menerawang menyesali kesalahan demi kesalahan yang trus dia lakukan. Apakah Anin pada akhirnya akan menjadi istri temannya? Semakin lama, matanya semakin berat dan akhirnya terpejam."Papa, ajak kami tinggal bersamamu," pinta Albanna."Papa ... Papa ...." panggilan itu terus bergema."Albanna ...." Evan terbangun sambil menyebut nama putranya.Dilihatnya lagi jam dinding yang ada di kamar itu, sebentar lagi sudah memasuki waktu subuh. Evan bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diri, kemudian berganti dengan baju kurta dan kain sarung yang dipinjamkan oleh Yusuf.Selain itu semalam sebelum tidur, Yusuf juga meminjaminya baju kaos dan trainin