Di apartemennya, Anin sedang asyik bercanda dengan Albanna saat bel berbunyi menandakan ada tamu yang berkunjung. Anin mengintip dari lubang kecil yang ada dipintu, memastikan siapa yang datang.
Kemarin kakek dari Albanna sudah memberitahu jika mama Evan akan datang dan berpesan untuk membukakan pintu baginya. Selain itu, Adiguna juga mengatakan untuk tidak takut pada istrinya meskipun semua yang terjadi pada Anin adalah karena perbuatan dari istri Adiguna.
"Kau ingat, papa menganggapmu seperti anak perempuanku dan papa akan melindungimu. Siapapun yang ada dalam perlindunganku akan aman," ucap Adiguna sambil tertawa saat menelpon kemarin.
Anin segera membukakan pintu setelah memastikan siapa yang datang, kemudian mempersilahkan wanita yang sudah melahirkan Evan itu untuk duduk.
"Apa ini cucuku?" tanya Lina saat melihat Albanna.
"Iya betul," jawab Anin singkat.
"Ada apa Anin?" Evan mengulang pertanyaan. Wanita dihadapannya hanya menatapnya tanpa berkata apapun.Ucapan Anin untuk mengajak menikah tertahan di tenggorokan, terucap dalam hati."Kamu tidak ingin bertemu Albanna mas?" akhirnya kata itu yang terucap dari bibir Anin."Kamu bilang dia tidur.""Tapi kamu bisa melihatnya.""Kamu mengijinkanku masuk ke kamarmu?" tanya Evan memastikan.Anin menjawab pertanyaan Evan dengan anggukan. Evan bergegas menuju kamar Anin dan Albanna, terlihat anak itu sedang tidur dengan pulas. Evan mencium putranya pelan, tidak ingin membangunkannya. Albanna hanya mengeliat dan berubah posisi kemudian tidur kembali, sepertinya dia benar-benar mengantuk.Anin menatap pemandangan didepannya dengan dada berdebar-debar, debaran itu sebenarnya karena dia ingin mengatakan apa yang sejak tadi hany
Evan dan Fajar bertemu secara tidak sengaja di lobby apartemen mereka."Meysha sepertinya ada di apartemen milikku menemani Albanna dan Anin, kamu mau kesana?" tanya Evan."Memang aku mau kesana," jawab Fajar. "Gimana, Anin masih belum mau menikah juga?" tanya Fajar.Evan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Fajar, "Makanya aku enggan pulang karena itu, bagaimanapun juga aku tidak bisa tinggal satu atap dengan mantan istri yang masih aku cintai.""Oh jadi itu masalahnya?" tanya Fajar."Iya, kamu punya solusi?" Evan balik bertanya."Selamat berjuang bro, tidak ada solusi untuk menaklukkan hati wanita yang pernah kamu sakiti," ucap Fajar meruntuhkan kepercayaan diri Evan.Mereka terus mengobrol sambil berjalan menuju apartemen milik Evan, sesampainya disana mereka langsung masuk dan disambut oleh teriakan gir
Malam ini Evan, Anin dan Albanna pergi ke rumah orang tua Evan untuk makan malam bersama sekaligus membicarakan tentang pernikahan kembali Anin dan Evan.Albanna sangat senang dan antusias begitu tahu akan di ajak bertemu dengan kakek dan neneknya. Selama ini, anak itu tahunya hanya memiliki seorang bunda dan Abi. Bahkan dia tidak tahu artinya papa, dan saat bertemu dengan orang yang lebih tua dari bundanya kemudian mengenakan diri sebagai kakek dan nenek, Albanna sangat senang. Dia memiliki eyang seperti temannya di pesantren dulu."Kita akan mengadakan private party untuk mengumumkan pernikahan kalian. Kita undang kolega-kolega papa dan juga Evan," ucap Adiguna memberitahu pada calon mantu dan anaknya."Tapi pa ...." Anin menggantung kalimatnya."Tenang saja, kita akan bilang kalau itu acara ulang tahun pernikahan kalian yang ke empat," terang Adiguna.Dia bisa mengerti kekhawatiran calon menantunya itu."Acara aqad nikah
Anin terbangun saat merasakan tangan besar memeluk perutnya. Biasanya yang memeluknya adalah tangan mungil milik Albanna. Seingatnya tadi dia memang tidur bertiga dengan anak dan suaminya dengan Albanna berada diantara mereka. Tapi kenapa tangan putranya mendadak berubah menjadi berat.Wanita itu membuka matanya dan menatap lurus ke depan, yang dilihatnya bukan Albanna tapi suaminya yang tertidur dengan pulas, wajahnya nampak damai dan tenang. Anin mengangkat tangan suaminya dan memindahkan dari perutnya.Albanna terlihat tidur bawah kaki mereka dengan posisi terbalik. Anak kecil itu jika tidur memang tidak pernah anteng. Anin hendak memindahkan Albanna pada posisi yang tepat tapi akhirnya memilih untuk tidak melakukannya karena takut menganggu tidur Evan.Anin merebahkan dirinya lagi menghadap sang suami. Ditatapnya wajah itu, wajah yang sejak dulu tak pernah dia perhatian dengan seksama. Bagaimana bisa mem
"Pihak pengelola perumahan milenium garden meminta bapak untuk segera mengirim design pusat perbelanjaan yang akan dibangun didekat perumahan tersebut. Mereka bilang harus segera diselesaikan mengingat perumahan tersebut sudah mulai dihuni," ucap Veronica yang sesaat lalu masuk ke ruang kerja Evan."Iya nanti akan segera dikirim," jawab Evan sambil memegang kepalanya yang terus berdenyut sejak dia masuk ke ruangan itu."Bapak sakit?" tanya sekertarisnya."Enggak, cuma kepalaku saja yang pusing. Bisa kau carikan aku obat pereda sakit kepala?" Evan memberikan perintah."Baik pak," sahut Veronica sambil berlalu keluar dari ruangan atasannya.Tak berselang lama, dia kembali dan membawa obat yang diminta oleh Evan. Evan segera menerimanya dan meminumnya."Apa yang membuatmu jatuh cinta pada suamimu?" tanya Evan pada sekertarisnya.
Evan menarik pinggang Anin hingga tubuh mereka tak berjarak, dia hendak mencium kembali istrinya tapi langsung teringat kejadian pagi tadi. Mereka sudah begitu 'panas' dan hampir melakukannya tapi akhirnya Evan harus mendinginkan badannya sendiri di bawah kucuran shower.Evan melepaskan pelukannya dan berpura-pura sibuk dengan sesuatu di meja dapur. Dia tidak ingin hanyut lagi dalam permainan yang dia buat sendiri seperti tadi pagi."Apa kamu kecewa menikah denganku mas?" tanya Anin.Wanita itu memeluknya dari belakang, menyandarkan kepalanya pada punggung Evan."Kau mulai lagi Anin, apa maumu sebenarnya?" batin Evan.Dielusnya tangan Anin yang melingkar di perutnya."Apa yang kamu katakan? aku bahagia bisa menikah lagi denganmu. Ayo cepat selesaikan masaknya, aku sudah lapa
Anin terbangun saat mendengar suara azan subuh berkumandang dari smartphone milik suaminya. Biasanya dia bangun lebih awal dari itu, tapi entah kenapa malah sekarang bangun sedikit lebih terlambat dari biasanya. "Mas, bangun ...." ucap Anin sambil menyentuh pipi suaminya. Evan tidak merespon, sepertinya dia tertidur dengan sangat pulas. "Bangun mas!" kali ini Anin menepuk-nepuk pipi Evan. Evan masih bergeming, sedikitpun tidak terganggu dengan cara Anin membangunkannya. "Sepertinya dia terlalu lelah, lebih baik aku salat dulu saja," gumam Anin. Anin pergi ke kamar dimana Albanna tengah tidur, ke kamar mandi dan membersihkan diri kemudian berganti pakaian. Baju-baju miliknya memang masih tersusun rapi di lemari pakaian yang ada di kamarnya sendiri. Kamar dia dan Al
Lina keluar kamar Evan dengan memikirkan sebuah ide. Ide yang harus di laksanakan dirumahnya agar dia bisa memastikan jika itu berhasil."Anin, mama ingin mengajak Albanna menginap di rumah boleh? sekalian kamu dan juga Evan. Di rumah ada adiknya Evan yang baru pulang dari luar negeri, Albanna belum kenal dengan om nya juga kan." Lina memulai aksinya membujuk sang menantu."Kevin sudah selesai study nya dan akan membantu papanya di kantor, kamu belum pernah ketemu juga kan," lanjut Lina."Saya tanya mas Evan dulu ya ma," jawab Anin."Nggak perlu, nanti mama yang bilang biar dia langsung ke rumah menyusul kalian. Cepat ayo berkemas," ajak mertua Anin itu sambil menarik tangan Anin dan mengajaknya bangkit dari duduknya.Anin mengalah, sepertinya mertuanya ini tipe pemaksaan. Anin ikut ke kamar dan mengemasi beberapa potong baju Albanna dan juga dirinya untuk dibawa, me