Bismillah
"Teror Kuyang"
#part_2
#by: Ratna Dewi Lestari.
Pagi yang cerah. Sinar matahari pagi mulai menyengat kulit. Aku dan Dini sengaja berangkat menuju kosan ketika pagi menjelang siang. Dini tampak asik menikmati pemandangan kota kalimantan. Berulang kali ia berdecak kagum akan keindahannya. Melewati sungai yang cukup panjang. Dari suasana kota kami beranjak ke perkampungan. Jarak yang ditempuh lumayan jauh. Sudah sejam perjalanan kami belum jua sampai.
Setelah satu jam setengah perjalanan, kami melewati sebuah perkampungan yang cukup asri. Aku seperti pernah melewati jalan ini. Ya, aku ingat. Jalan ini dulu kulalui ketika pulang dari areal perkuburan sekitar lima tahun lalu. Kenangan pahit itu seketika muncul kembali. Saat di mana seorang ibu mengancam dengan tatapan mata tajam sembari berucap jika ia akan menuntut balas kematian anaknya kepadaku.
&n
Bismillah "TEROR KUYANG"# Part_3#by: Ratna Dewi Lestari. Brakkkkk! "Mas ...apaan itu,Mas!" seru Dini. Wajahnya seketika memucat. Ia mengelus perutnya pelan. "Ga tau, Dek. Mas cek dulu ya," jawabku. Baru mau membuka pintu, tangan Dini menggenggam tanganku erat. Ia menggeleng pelan seolah ingin menahanku untuk tidak beranjak dari kemudi. "Jangan keluar, Mas. Di luar sepi. Kita lanjutkan saja perjalanan kita," pintanya. "Ga apa, Dek. Takutnya kita nabrak orang atau hewan peliharaan orang. Nanti kita di uber warga gimana?" tuturku was-was. "Hmmm, iya juga, ya. Ya udah Mas, tapi Adek ikut ya?" ucapnya pelan. "Jangan. Kamu di dalam aja. Kasihan anak kita," tolakku halus yang diiringi anggukan pelan darinya.  
Bismillah "TEROR KUYANG "#part_4#by: Ratna Dewi Lestari. Sosok itu melesat cepat ke arah mobil dan menabrak kaca mobil dengan keras. Bukkkkk! Penuh tanda tanya aku dan Dini saling berpandangan. Dini nampak biasa saja, berbeda denganku yang hampir saja pingsan melihat sosok hitam yang kini telah terbang kembali setelah sempat jatuh dan menabrak kaca mobil. Meskipun sempat terhuyung ia mampu terbang kembali entah kemana. "Ealah, Mas. Kalong itu, ha-ha-ha," Dini malah tertawa terbahak melihat wajahku yang memucat. "Penakut banget kamu, Mas. Di kampungku banyak itu, malah ada yang lebih gede, Mas," celetuknya. Membuatku terpaksa tersenyum simpul, malu juga di kata penakut. "Yo wes lah, Dek. Kita pulang sekarang, ya," pintaku yang di s
Bismillah "TEROR KUYANG"#part_5#by: Ratna Dewi Lestari. "Adek teriak karena adek ngeliat bola api melesat di luar jendela, Mas! ga sengaja waktu mau tutup horden, hiiiii," paparnya sembari bergidik ngeri. Aku termenung mendengar ucapan Dini, istriku. Sama persis seperti yang kulihat sebelum menutup pintu tadi malam. Tapi, benda apa itu? Seketika pikiranku terbang ke lima tahun silam. Saat dimana aku hampir kehilangan nyawa karena ingin melarikan diri dari Arini dan Ibunya yang mempunyai ilmu hitam. Ilmu yang membuatnya menjadi seorang kuyang demi menjadi cantik paripurna. Sebab itu juga aku harus tega membuat Arini terbunuh dengan kepala menghadap ke belakang. Ya, aku ingat semua sekarang. Karena ulahku , mertuaku meradang dan berjanji akan menuntut balas akibat dari perbuatanku yang melenyapkan nyawa anaknya itu.
Bismillah "TEROR KUYANG"# part_6#by: Ratna Dewi Lestari.Pov: Wingsih, ibu Arini. Sore yang teduh. Langit berwarna jingga. Angin semilir menerpa wajah senduku. Airmata ku tak henti mengalir, walaupun sudah lima tahun Arini pergi meninggalkanku selamanya. Namun, ada yang berbeda dengan sore ini. Angin semilir membawa bau yang sangat aku hafal. Bau tubuh Yusuf, menantu biadab yang telah menewaskan Arini, anak perempuanku satu-satunya. Jantungku berdegup kencang. Ku hirup udara sebanyak-banyaknya. Ya, bau tubuh Yusuf tercium sangat dekat. Berarti ia tak jauh dari kediamanku. Senyum tersungging di wajahku yang mulai keriput. Semenjak kematian Arini, aku sudah sangat jarang berburu dan menghisap darah. Aku tak semangat lagi menjalani hidup. Memangsapun itu sangat terpaksa. Akibat dari tuntutan ilmu hitam yang di turunka
Bismillah "TEROR KUYANG"#part_7#by: Ratna Dewi Lestari. Pov: Dini, istri Yusuf. "Huh, menyebalkan! gara-gara hal sepele, aku jadi gagal makan malam di luar!" sungutku ketika masuk ke dalam kamar. "Sebenarnya kuyang itu apa?" pikirku. Ku rebahkan paksa tubuhku ke ranjang. Lupa kalau sedang mengandung. Perlahan ku elus si utun di dalam perut. "Maafkan mama, ya Nak," lirihku. Semenjak datang ke kota ini, orang-orang yang bertemu denganku selalu mewanti-wanti untuk menjaga diri, termasuk Mas Yusuf dan juga bi Inah. Bi Imah orang yang paling cerewet kepadaku. Ia selalu menganggapku seperti anak kecil. Tidak boleh masak, mencuci, dan yang lebih membuatku geram yaitu aku dilarang keras pergi sendiri walaupun siang hari. Berlebihan sekali, bukan? aku yang terbiasa bekerja sendiri, masak
Bismillah "TEROR KUYANG"# part_8#by: Ratna Dewi Lestari. POV: Yusuf. "Mas, kita pulang hari ini, ya? Mas kan udah baikan," ujar Dini begitu masuk keruanganku. Ia sudah tampak sangat rapi pagi ini. "Yakin kita pulang, Dek? Mas ragu," jawabku pelan. "Ga usah ragu, Mas. Kita punya Allah," Dini menatapku dengan senyum yang merekah. Dini. Terkadang istriku ini memang bisa menentramkan hatiku. Namun, dilubuk hatiku aku benar-benar takut hal buruk terjadi padanya. Dengan cekatan Dini membereskan semua barang-barangku. Perutnya yang mulai membuncit tak menyulitkannya. Ia dengan cekatan menggandengku menuju parkiran rumah sakit dimana taksi online sudah menungguku. Di sepanjang perjalanan Dini tak banyak berbicara. Ia asik dengan gawainya. Tak nampak rasa takut sedikitpun di matanya. "Apa
Bismillah "TEROR KUYANG"#Part_9#by: Ratna Dewi Lestari. Pov : Dini. "Bibi sudah berpesan sama Nyonya, jangan ada orang yang menyentuh perut Nyonya atau Nyonya akan celaka," ucap Bibi dengan raut wajah di tekuk pertanda marah. Tak pernah kulihat Bi Inah seperti ini. Mungkin ia terlalu mengkhawatirkanku. Ya, selama di sini Bi Inah sudah seperti Ibu bagiku. Ia begitu telaten dan sabar menghadapiku. Ia tak pernah marah ketika tak sengaja aku berkata kasar. Pekerjaannya rapi dan masakannya enak. "Iya, Bi. Maafkan aku. Tadi aku seperti terhipnotis dan tak bisa menolak semua ucapan Ibu tadi," paparku. "Seperti itulah kuyang. Nyonya tak akan bisa membedakan mana manusia biasa yang memang berniat baik atau kuyang yang ingin menjadikan Nyonya sebagai mangsa. Maka pesan saya, Nyon
Bismillah "TEROR KUYANG"#part_10#by:Ratna Dewi Lestari. "Dini ... Dini ...," Lagi-lagi suara itu bergema di telingaku. Sesuatu terasa meniup kakiku. Dingin. Walau dalam keadaan limbung, aku berusaha menormalkan kesadaranku. Masih terhuyung dan tertatih kupaksakan untuk bangun. "Akhhhhhhhh," suaraku seakan tercekat. Tepat di hadapanku makhluk itu mengambang dengan kepala dan usus terburai. Bau darah anyir menyengat masuk hingga ke rongga membuatku ingin muntah. Jarak kami hanya sekilan. Makhluk itu tersenyum lebar menampakkan gigi-gigi taringnya. Lidahnya keluar seolah sedang menatap makanan nikmat di hadapannya. Shhhhhh! Shhhhhhhh! Ia mendesis seperti ular. Matanya merah menatap penuh amarah. Aku benar-benar takut. Semua kekuatannya seakan terbang entah kemana. Tubuhku melemah tak berdaya.