Keesokkan harinya, Ayman akhirnya bertolak ke Jakarta saat pagi hari. Tak lupa, Ayman menyempatkan diri berpamitan pada Yulia saat akan berangkat menuju bandara. Pembangunan toko di depan rumahnya hampir selesai karena menggunakan banyak pekerja. Jadi, Ayman bisa meninggalkannya dengan tenang serta sudah menitipkan kepada salah satu staff yang ada di hotel untuk menggantikannya memantu toko serta keadaan Yulia beserta keperluannya.
Di Jakarta, Abe sudah siap berangkat ke kantor. Sebagai istri yang baik, Ayumi sudah mempersiapkan semua kebutuhan Abe termasuk menyiapkan sarapan dengan kemampuannya memasak. Untuk pertama kalinya, Abe melihat makanan dibuat oleh gadis yang baru beberapa hari dia nikahi. Aroma masakannya sangat enak dan tanpa banyak komentar dia langsung memakannya. Melihat suami yang makan tanpa bicara, Ayumi hanya duduk menyaksikan dalam diam. Dia sungkan untuk bertanya, apalagi Abe memang jarang mengajaknya bicara. Ayumi pun mulai memakan sarapan dan mengunyahnyaKeduanya saling pandang dengan tatapan tak wajar, terlebih mata Abe solah ingin loncat dari tempatnya menatap Ayman yang selalu memancing emosinya dan seolah sengaja."Menurutmu?" sahut Abe singkat tanpa memalingkan pandangannya. Decihan terdengar dari mulut Ayman. Dia membuang arah pandangnya sesaat sebelum menatap kembali wajah Abe yang bergeming."Aku memang brengsek, tapi tak gak sepicik yang kamu tuduhkan, Be. Kalau aku sering tidur dengan Ayumi, ngapain aku kasih Ayumi untuk kaunikahi? Mending aku saja yang nikahi!" tutur Ayman menatap kesal pada Abe. Abe berkerut kening. Apa yang Ayman katakan masih sulit bagi dia untuk mempercayainya. Abe yakin, jika Ayman menyukai Ayumi karena begitu perhatian padanya."Mana kutahu apa yang kalian lakukan di belakang. Jangankan teman, saudara pun bisa bersiasat!" timpal Abe menatap dingin pada Ayman."Gak guna siasat denganmu, Be. Baru niat saja kau langsung tebas leherku sampai putus!" kata Ayman cepat."Aku tahu kalau gak mudah untukmu perc
Selepas membersihkan diri dan berganti pakaian dengan celana pendek serta kaos, Abe nampak sibuk menggosokkan kepalanya yang basah dengan handuk kecil. Di tepi ranjang, Ayumi tengah membolak balik sebuah handphone berlogo apel berwarna soft pink di tangannya. Melihatnya, Abe menghampiri dan berdiri menjulang di hadapan Ayumi."Kenapa?" kata Abe."Ini terlalu bagus, Kak. Hmm, aku tak mengerti cara memasukkan kartunya," jawab Ayumi masih menatap benda itu bingung."Aku sudah memasukkan kartu di dalamnya. Aku juga sudah memasukkan nomorku, Mama, Ibu, dan kedua temanmu," jelas Abe dengan suara baritonnya. Mendengarnya Ayumi tersenyum cerah. Dia bahagia karena kini bisa menghubungi ibunya kapan pun serta kedua sahabatnya."Terima kasih, Kak," ucap Ayumi memamerkan gigi putihnya di balik bibir ranum yang belum pernah Abe sentuh sejak resmi menikah. Melihat Ayumi yang bahagia, hati Abe yang dingin terasa menghangat. Tak dia pungkiri, jika senyum Ayumi selalu membuat hatinya senang."Handphon
Suasana hening menyelimuti Adit dan Kiki. Keduanya saling pandang seolah menyamakan indra pendengaran mereka akan ucapan Ayman yang baru saja terlontar. Terlihat kening keduanya berkerut karena merasa tak percaya."Maksud lo, Ayumi ada di Jakarta sekarang?" kata Kiki memastikan lagi dan menatap nanar Ayman."Iya, di Jakarta. Sekota dengan kita," sahut Ayman datar juga tenang. Kedua kadal buntung itu saling bertukar pandang, hingga terbitlah senyuman aneh pada keduanya."Kok bisa tahu lo, Njing. Lihat di mana lo? Apa jangan-jangan lo sudah ketemu Ayumi di atas ranjang dan crot bareng?" cerocos Kiki kembali dengan asumsi mesumnya lagi."Kagak, Njing. Mana ada gue seranjang sama Ayumi. Dia wanita baik-baik!" sahut Ayman menatap tajam keduanya."Cieeee, ngebelain nih!" ledek Kiki dengan bibir menyan-menyon menyebalkan."Tau nih, Kadal, kenapa jadi bela Ayumi mulu. Aneh gue!" sambung Adit melirik malas pada Ayman yang memasang wajah datar seolah tak ada hal serius."Dia di Jakarta sebelah
Sepeninggalan Ayman menuju toilet, Adit dan Kiki terdiam. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali Kiki duduk gelisah sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Berbeda dengan Adit yang memijat pelipisnya karena mendadak sakit kepala."Anjir gue ngeri kalau Abe tahu kita!" seru Kiki cemas dan tak bisa diam."Abe sudah tahu begok!" sahut Adit melirik malas pada Kiki yang sudah bicara ngaco."Gue masih pengin hidup, Dit. Gue masih pengin crot sana sini. Gue ngeri kalau Abe bakal kebiri kita saat ketemu!" andai Kiki dengan rasa takut dan membayangkan siksaan yang kelak diterimanya."Lo benar. Ayman saja yang sepupunya bisa bonyok begitu sampai lubang hidung pada miring. Bagaiman dengan kita? Ah, gue gak bisa bayangin kalau gue diperkosa Abe, Ki!" timpal Adit bergidig ngeri membayangkan dicrot oleh Abe dengan keji."Si anjir, pede banget lo Abe minat gerayangi lo! Kagak doyan dia sama batangan bengkok lo!" sungut Kiki menoyor kepala Adit cukup keras."Dih, siapa tahu, Ki. Secar
Keesokkan paginya, Abe sudah berangkat ke kantor seperti biasa. Di rumah, Ayumi sudah selesai dengan kegiatan di dapur. Langkahnya cepat menuju belakang rumah di mana Ayumi meminta izin pada Abe untuk menggunakan sedikit lahan kosong untuk bercocok tanam. Ayumi menanam beraneka ragam jenis cabai dan sayur. Tak berapa lama, dari teras terlihat seorang wanita paruh baya sedang berdiri tersenyum melihatnya, hingga Bik Tina datang menghampiri."Tehnya sudah siap, Bu!" kata Bik Tina meletakkan secangkir teh panas dan camilan."Terima kasih, Bik," ucapnya tersenyum.Mariana, dia sedang memperhatikan Ayumi yang sibuk menyiram tanaman karena sudah mulai besar. Mariana duduk dengan kaki bersilang sambil mengesap tehnya serta tatapan yang terus tertuju pada Ayumi. Tentu Ayumi tetap sibuk dengan urusannya karena tak tahu jika ibu mertua datang berkunjung."Bagaimana hubungan keduanya, Bik?" tanya Mariana pada Bik Tina yang duduk tak jauh darinya."Alhamdulillah baik, Bu. Ya tapi begitu, dingin b
Di kantor, Abe baru saja menyelesaikan meeting bersama Ayman yang setia mendampingi selaku tangan kanannya. Langkah keduanya kembali ke ruang kerja Abe yang ada di lantai 10 dan hanya ditempati dia dan sekretaris pria yang sudah lama ikut dengannya. Setibanya di ruangan, Abe menghampiri meja kerja dan membuka laci untuk mengambil sesuatu, lalu menghampiri Ayman yang sedang duduk memainkan handphone di tangannya."Ini!" ucap Abe sambil menyodorkan handphone miliknya yang dipinjamkan pada Ayumi kala itu. Ayman menatap handphone tersebut dengan tatapan aneh pada Abe, tapi menerimanya dengan gerakan pelan."Aku lupa balikin handphone itu," sambung Abe yang berjalan dan duduk di sofa berseberangan dengan Ayman."Ayumi pakai apa?" kata Ayman memastikan."Sudah kukasih yang baru kemarin!" jawab Abe singkat.Tak ada kata lain yang terucap darinya lagi karena Abe meraih map merah yang ada di meja dan membacanya dalam diam. Ayman yang menerima handphone itu membolak balikannya berulang-ulang da
"Capek bicara sama kamu, Be. Aku pulang saja. Aku mau genjot Ayumi dulu, mumpung burungku tegang!" kata Ayman sarkas sambil bangun dari duduknya dan meraih handphone di meja. Tulang rahang Abe mengeras dan matanya berubah sangat tajam menatap Ayman yang berjalan menuju pintu."Gak ada pulang cepat, gak ada genjot-genjotan. Kamu lembur sampai malam hari ini!" bentak Abe setelah menggebrak meja yang selalu jadi pelampiasan kemarahannya akhir-akhir ini. Ayman menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Senyuman usil terbit di bibirnya yang sering mencium wanita nampak terkekeh geli."Maunya dipanasin terus lo, Be!" gumam Ayman geli dalam hati.Berpura-pura memasang wajah datar, Ayman membalikkan badannya dan membalas tatapan tajam Abe yang masih duduk di sofa. Terlihat jelas tulang rahang Abe bergelatuk menahan kesal karena dirinya, terlebih kepalan tangan seolah sudah siap untuk membuat hidungnya menyan-menyon."Lembur buat apaan, Be? Kerjaan sudah beres semua juga. Godain cewek-cewek
Abe yang ikut bergabung menggosip bersama Mariana dan Ayumi seketika terpana ketika dengan lancarnya Marian mengatakan jika dirinya galak saat di ranjang. Terlebih matanya kian melotot ketika burung garudanya dibilang besar dan panjang. Ayumi yang mendengar ucapan Mariana ikut kaget dengan raut wajah yang nampak panik menatap Abe karena seperti sudah siap mencabik-cabik tubuhnya. Kedua tangan Ayumi saling bertautan ketika mata tajam Abe menatap dirinya yang mendadak gelisah dalam duduknya."Eh, dari mana dia tahu kalau burungku gede dan panjang? Aku colek saja belum sudah bilang begitu. Pasti burung Ayman yang diingatnya. Anjing kamu, Man!" umpat Abe dalam hati dengan tangan mengepal siap meninju Ayman yang entah sedang apa di kantor."Mama bicara apaan sih? Jangan bahas hal begituan. Macam tak pernah rasain burung saja!" jawab Abe berusaha tenang dan mengatur nada suaranya agar tak terdengar menahan kesal."Ih, kamu ini. Justru karena Mama sudah merasakan makanya tanya Ayumi. Mama kh