Baru saja Yolanda hendak berkata sesuatu, ia mendengar nada sambung terputus dari teleponnya. Dengan perasaan marah, ia melempar teleponnya ke samping. Sementara dia masih bingung memikirkan langkah selanjutnya, teleponnya berdering lagi.Dengan asumsi bahwa pemilik pabrik mungkin berubah pikiran dan ingin melanjutkan kerjasama, Yolanda segera mengangkat telepon. "Halo? Bapak berubah pikiran, ya?" ujarnya penuh harapan.Namun, di ujung telepon terdengar suara bingung, "Bu Yola, Ibu bicara tentang apa?"Sadar bahwa suara itu tidak sesuai ekspektasi, Yolanda memeriksa nomor di layar dan menyadari bahwa itu adalah orang yang bertugas membeli barang-barangnya. Yolanda menguatkan suaranya dan bertanya, "Iya, ada yang bisa saya bantu?"Penelepon itu langsung menyampaikan kabar buruk, "Bu Yola, ada masalah. Semua peralatan impor yang kita beli ditahan oleh bea cukai karena tidak memenuhi persyaratan.""Kamu bilang apa?" Yolanda mengerutkan alisnya, terkejut.Penelepon itu mengulangi perkataan
Yolanda mengangguk serius, "Tapi Mbak, aku merasa Tommy berubah. Dulu dia nggak seperti ini, menentang keluarganya sendiri. Pasti ada yang mempengaruhi dia dari belakang. Kalau Mbak terus membiarkannya, orang tersebut mungkin akan mempengaruhi Mbak dan Tommy juga."Kata-kata Yolanda tampak tulus dan serius.Semakin lama Soraya mendengar, semakin gelap wajahnya. Dia mulai menyadari bahwa Tommy telah berubah sejak bertemu dengan wanita tertentu."Anak baik yang kubesarkan jangan sampai rusak karena wanita itu," pikir Soraya. "Harus ada cara menghilangkan pengaruh wanita itu dari hidup Tommy."Soraya memberikan dukungan kepada Yolanda, "Tenang Yola, aku sudah tahu masalahnya. Aku nggak akan biarkan kamu terus menderita.""Terima kasih, Mbak. Aku hanya bisa mengandalkan Mbak sekarang," kata Yolanda dengan wajah sedih.Meski Soraya mulai merasa kesal karena Yolanda terus mengganggunya, dia tahu bahwa masalah Juanita harus diselesaikan terlebih dahulu."Kamu pulang dulu, aku akan kabari kala
Setelah kembali ke rumah, Juanita membawa test pack ke kamar mandi dan melakukan tes kehamilan. Hati Juanita berdebar sambil menunggu hasilnya. Tak lama kemudian, alat tes tersebut menunjukkan dua garis merah. Juanita menutupi mulutnya, terkejut. Dua garis itu berarti ia hamil.Dia meyakinkan diri beberapa kali dan akhirnya percaya bahwa ia hamil, dan bayi itu adalah anak Tommy. Juanita membayangkan betapa bahagianya Tommy mendengar berita ini, membayangkan senyum di wajahnya yang biasanya dingin.Juanita merasa puas karena ini adalah bukti cinta mereka berdua. Walaupun hidupnya penuh dengan tantangan, kini ia merasa Tuhan telah memberinya berkah lain.Namun, ingatannya kemudian melayang ke Ingga, anaknya. Tommy bukan ayah kandung Ingga, dan Juanita khawatir Ingga mungkin merasa tersingkir atau tidak dicintai jika ada bayi baru di perutnya. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai skenario tentang masa depan.Biasanya kehamilan adalah momen bahagia, tapi bagi Juanita, ini adalah campuran ke
Tangan dan mata Tommy bergerak sangat cepat, pria itu mengulurkan telapak tangannya yang lebar dan menghadang tangan Yolanda.Berhubung kekuatan Tommy terlalu besar, keseimbangan Yolanda menjadi goyah dan pada akhirnya jatuh ke lantai.Begitu Yolanda terjatuh ke lantai, perempuan itu langsung menjerit kesakitan, “Aduh ….”Sebaliknya, Tommy merasa tingkah laku Yolanda saat itu sangat konyol, sehingga pria itu pun tak kuasa menahan senyum dinginnya.“Kamu! Hanya karena seorang perempuan kamu berani mendorong aku?” Yolanda tidak berani memercayai bahwa pria yang ada di hadapannya ini adalah keponakan yang dari kecil sampai besar selalu dijaganya. “Bagaimanapun juga, aku ini adalah Tante kamu sendiri!” ucap Yolanda dengan sorot mata tidak percaya bercampur amarah dan juga kecewa.Tommy mengerutkan keningnya, terlihat jelas bahwa kesabaran pria itu sudah habis. Pria itu pun mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menelepon Jacky, “Halo, Jacky … Tolong pesankan tiket ke eropa untuk Tanteku, jam
Juanita sedikit terkejut dan menatap Ibunya, “Nggak ‘kok …, nggak ada apa-apa.”“Aku lihat hari ini kamu sedikit aneh, seperti sedang sedih.” Gerak gerik putrinya ini tidak akan mungkin bisa keluar dari mata ibunya.Juanita langsung terkesiap, walaupun kondisi Marlin sedang sakit tetap bisa mengetahui keadaan dirinya. “”Cuma sedikit urusan kantor saja, nggak ada apa-apa, kok.”Marlin menepuk-nepuk punggung tangan Juanita, “Baguslah kalau begitu, kalau ada masalah apa-apa harus bilang sama Mama, ‘yah?”Juanita menganggukkan kepalanya, “Ma, beberapa hari lagi ulang tahun Mama, Mama mau kado apa?”Marlin tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, “Sekarang ini aku nggak ingin apa-apa, satu-satunya hal yang kuinginkan adalah, kamu dan Jingga bisa bahagia selalu, kalian berdua dapat melewati hari yang baik. Jangan sampai kalian dimanfaatkan oleh Papa kamu yang brings*k itu. Apalagi Jingga masih kecil, jangan sampai dianiaya.”Marlin langsung menggertakkan giginya ketika teringat suaminya ini
Juanita menggelengkan kepalanya. Perempuan itu tidak ingin berada di rumah itu lebih lama lagi, bahkan barang semenit pun juga tidak mau. Siapa sangka, hanya mencium aroma teh pada cangkir itu saja membuat Juanita merasa sangat mual, perempuan itu langsung berlari ke kamar mandi dan muntah di toilet.Santi dan Nanda langsung saling melempar pandangan mereka satu sama lain ketika melihat Juanita seperti itu. “Jangan-jangan ….”Juanita pergi ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya, tapi tidak ada apapun yang keluar.Perempuan itu tahu bahwa saat ini dirinya sedang hamil, sehingga pasti tidak ada yang keluar dari muntahannya, hanya saja tanpa sadar dirinya tetap pergi ke kamar mandi.Perasaan mual itu masih tetap ada, Juanita tidak mempunyai pilihan yang lain, selain pergi meninggalkan tempat itu secepat mungkin.Lagipula lebih lama tinggal di sana juga tetap tidak akan bisa membuat rasa mualnya menjadi berkurang.Baru saja perempuan itu berjalan keluar dari dalam kamar mandi, Jerry
Tanya secara tidak sadar ingin memberitahukan hal ini kepada Soraya, agar Soraya bisa membantu dirinya melawan Juanita.Namun kalau dipikir-pikir kembali, bagaimana kalau Soraya malah memilih untuk menerima Juanita sebagai menantunya karena anak yang tengah dikandungnya itu? Bukankah hal ini malah akan semakin mempersulit kondisinya?Tidak, sebelum bisa memastikan tindakan apa yang akan diambil oleh keluarga Adora, sebaiknya mereka tidak ada yang mengetahui hal ini.Semakin berpikir, raut wajah Tanya semakin muram. Perempuan itu seketika tidak tahu tindakan apa yang sebaiknya diambil.Tidak boleh, dirinya harus memikirkan berbagai cara agar anak Juanita tidak bisa lahir ke dunia!“Ibu Tanya, Ibu … nggak apa-apa, ‘kan?” tanya Nanda dengan sangat berhati-hati.Nanda sengaja jauh-jauh datang mencari Tanya dan memberitahukannya berita tersebut, bukan hanya agar mereka berdua terus berdiri dengan bodoh di sana tanpa melakukan apapun.Tentu saja dirinya mempunyai tujuan yang sama dengan Tany
Jingga mengedipkan matanya dan bertanya dengan penuh rasa penasaran, “Mama lagi sibuk apa?”“Sebentar lagi Nenek ulang tahun. Mama lagi mikir enaknya bikin acara gimana,” jawab Juanita.Mendengar itu, Jingga langsung bersemangat dan menatap ibunya dengan matanya yang menggemaskan itu seakan takut permintaannya ditolak, “Mama, aku juga mau bantu, boleh ya?”“Boleh! Kalau Nenek tahu kamu juga ikut bantu, dia pasti bakal senang banget.”“Hehehe.”Ketika Tommy pulang dari kerja, dia melihat sepasang ibu dan anak ini sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Dia pun mendatangi mereka berdua dan bertanya, “Kalian berdua lagi ngapain?”“Papa pulang!”seru Jingga sambil melambaikan tangannya ke Tommy, “Aku sama Mama lagi mikir mau gimana ngerayain ulang tahun Nenek! Bagusnya aku kasih hadiah apa, ya?”Jingga terlihat kebingungan menentukan hadiahnya. Dari tadi dia juga menanyakan pendapat dari ibunya, tapi sampai sekarang masih belum ada jawaban yang memuaskan. Sebenarnya apa yang disukai oleh neneknya