Hari kedua Ramadan, Bima mengajukan cuti untuk membawa keluarganya jalan-jalan mencari menu berbuka puasa. Laki-laki itu memilih berdamai dengan sang istri dan tak mau memaksakan kehendaknya lagi.
Kemarin saat di rumah ibunya, Bima sudah sangat senang bisa memeluk Annisa sembari tertidur. Hingga azan Subuh berkumandang dan dia terbangun sendirian.
Mereka sepakat pergi ke sebuah mal dsn masuk ke sebuah restoran cepat saji, lalu memilih beberapa menu. Saat Annisa sedang asyik melihat apa yang ingin di pesannya, sementara Attar duduk di pangkuan Bima sembari bermain, tiba-tiba saja ada seseorang yang menghampiri mereka.
"Hai. Masih ingat aku?" ucap perempuan cantik itu sembari tersenyum manis dan duduk di sebelah Bima.
"Eh, ini kamu, Dy?" tanya Bima seraya menatap wanita itu dari atas hingga ke bawah. Dyara terlihat berbeda sekarang, lebih cantik dan juga anggun dengan hijab kekinian.
"Iya, Bima. Kenapa? Pangling, ya?" ucap wanita it
Sudah setengah jam Bima berada di depan kamar mandi dan menunggu Annisa membersihkan diri. Mereka belum menunaikan salat Isya, karena sejak tadi laki-laki itu tak mau melepaskan istrinya. Untunglah di saat seperti ini, Attar tertidur lelap sehingga tidak menganggu aktivitas orang tuanya."Masih lama?" tanya Bima sembari mengetuk pintu. Ini sudah hampir jam sepuluh malam dan udara cukup dingin."Sebentar," jawab Annisa dari dalam. Lalu, dia keluar dengan tertunduk dan langsung bergegas menuju kamar.Bima mengulum senyum melihat tingkah istrinya dan bergantian masuk untuk membersihkan diri. Laki-laki itu bersenandung karena luapan bahagia yang tak terkira."Bim. Isya-nya mau jemaah?" tanya Annisa setelah selesai berganti pakaian. Gamis yang tadi suaminya belikan sudah masuk ke keranjang baju kotor. Wanita itu terbiasa mencuci baju yang baru dibeli kemudian memakainya.Mendengar panggilan itu, Bima membuka pintu dan mengintip. Annisa segera mem
Annisa mendengarkan penuturan sang suami tanpa menyela sedikitpun. Sementara Bima menjelaskan kejadian dari awal tabrakan hingga operasi di rumah sakit secara rinci. Dia terlihat gelisah karena sepertinya keluarga Dina tidak mau berdamai. Terlebih lagi, kakak laki-lakinya."Aku kayaknya mau minta bantuan Ibu. Biaya pengobatan Dina lumayan banyak. Aku belum mampu bayarnya," kata Bima lemas.Mereka berbaring di kamar setelah selesai sahur sembari menunggu azan Subuh berkumandang. Annisa menyandarkan kepala di lengan suaminya dan memeluk tubuh besar itu dengan erat."Memangnya, berapa yang harus dibayar?" tanya wanita itu. Annisa jadi teringat saat mendiang Rahman sakit. Ibu mertuanya bahkan menjual beberapa aset untuk biaya pengobatan. Salah satu yang menjadi penyebab dia tetap bertahan di rumah itu setelah pemakaman adalah sikap baik Ratih yang tak perhitungan untuk membantu mereka."Mungkin puluhan juta. Bisa jadi ratusan juga. Biaya
Gambar gelombang jantung di layar monitor yang tadinya normal, kini mulai tak beraturan. Bersamaan dengan itu, Dina mulai memberikan reaksi dengan menggerakkan tangan dengan napas yang tak beraturan."Pasien sadar! Pasien sadar!" ucap seorang perawat memberitahukan rekan kerjanya. Beberapa yang lain ikut menghampiri ranjang di mana Dina terbaring."Panggil dokter sekarang! Cepat!"Tak lama, muncullah seorang lelaki paruh baya dengan memakai jas putih masuk dengan tergesa-gesa."Pasien sudah sadar, Dok."Dokter mulai memeriksa denyut nadi dan pernapasan Dina, juga memberikan beberapa tindakan yang diperlukan. Sayang, setelah memberikan reaksi sesaat, tubuh gadis itu kembali diam. Gambar gelombang yang tertera di monitor berubah menjadi lurus, bersamaan dengan alarm yang berbunyi."Astagfirullah!" ucap salah seorang perawat terkejut."Periksa alat sadapaannya, apak
Ruangan itu dicat warna putih dengan pencahayaan yang cukup baik. Udaranya tidak pengap. Bau harum tercium karena di meja ada alat pewangi otomatis. Dua buah kipas angin terpasang di dinding, sehingga penghuninya tidak merasa kegerahan.Tempat itu ukurannya cukup luas, sekitar 3x6 meter, belum termasuk kamar mandi yang berada di sisi paling ujung ruang tahanan. Ada sebuah undakan permanen berukuran cukup luas yang digunakan para tahanan untuk tidur. Di atasnya tersusun rapi sejumlah kasur lipat dengan kain penutup bermotif berbeda-beda.Ada empat orang dalam ruang itu, masing-masing memiliki loker tanpa pintu untuk menyimpan baju dan perlengkapan lain. Loker tersebut terletak di sudut ruang, di seberang kamar mandi.Di rumah tahanan ini barang-barang pemiliknya ha
Lima mobil terparkir di depan rumah Ratih sejak pagi. Begitu juga dengan beberapa motor yang memadati halaman. Hari ini keluarga besar mereka berkumpul. Pertemuan seperti ini pernah terjadi, ketika pernikahan Rahman dan Bima. Sekarang, mereka duduk bersama untuk mencari jalan tengah atas kasus Bima."Mbak mohon bantuan kalian untuk menghadiri mediasi yang akan dilakukan dua hari lagi. Kita akan berkunjung ke rumah orang tua Dina untuk meminta maaf," ucap Ratih seraya memandang satu per satu keluarganya. Wajah tua itu menatap dengan penuh harap agar putra keduanya bisa segera mereguk kebebasan."Insyaallah kami bersedia datang. Mbak jangan khawatir. Kami juga akan membantu biayanya jika diperlukan," kata salah seorang paman."Alhamdulillah. Terima kasih. Mbak juga bingung harus bersikap apa. Jalan satu-satunya cuma perundingan," lanjutnya.Selama Bima ditahan, Ratih tak nyenyak tidur dan tak berselera makan. Hati wanita itu juga tak tenang me
Setelah laporan dicabut oleh keluarga Dina, Bima kini bebas. Kepulangannya disambut meriah oleh keluarga. Ratih mengadakan syukuran dengan membagikan makanan ke panti asuhan. Sejak pagi dia sibuk berbelanja dan mengatur menu untuk acara pengajian.Annisa membantu ibu mertuanya membersihkan dapur setelah mereka berbuka puasa bersama. Keluarga besar Ratih berkumpul dan mengadakan tarawihan berjemaah di rumah. Bima sendiri sedang bermain dengan Attar di kamar untuk melepas rindu.Sejak tiba di rumah ibunya, Bima berulang kali melirik sang istri, tetapi Annisa memilih diam dan sepertinya menghindar. Wanita itu bahkan tak menjemputnya. Hanya ibu dan beberapa paman yang datang ke rumah tahanan."Ibu, kerjaannya udah selesai apa belum?" bisik Bima saat berdiri di samping Annisa yang sedang menyusun piring di rak.Attar sudah tertidur sejak tadi karena asyik bermain. Beberapa sepupu Bima datang membawa anak mereka sehingga rumah menjadi riuh d
Taksi online itu berhenti di depan sebuah gedung perkantoran yang cukup besar di pusat kota. Sebelum membuka pintu mobil, Bima membayar biaya perjalanan dengan uang cash.Setelah insiden kecelakaan, mobil operasionalnya ditarik sebagai barang bukti penyidikan. Setelahnya, kantor meminta pihak kepolisian untuk mengembalikannya. Bima sudah tak punya kendaraan pribadi karena motornya sudah dijual, untuk membiayi banyak hal atas permintaan Annisa dulu sebelum menikah.Saat menghirup udara bebas, Bima menelepon divisi HRD untuk menyampaikan kabar baik. Dia berharap tetap bisa masuk kerja seperti biasa setelah kasusnya dicabut.Dengan hati senang, Bima memasuki ruangan. Laki-laki itu terkejut ketika mendapatkan sambutan yang tak enak. Beberapa karyawan menyapanya dengan sikap yang janggal."Ada apa?" Bima bertanya kepada salah satu staf kepercayaannya."Bapak sudah bebas?""Alhamdulillah. Saya hanya ditahan sementara. Meman
"Allaahu Akbar Allaahu Akbar Allaahu Akbar, Laa Illaa Ha Illallahu Waallaahu Akbar. Allaahu Akbar, Walillaahil Hamd."Hari-hari berlalu dan Ramadan sudah di penghujung waktu. Setelah tiga puluh hari menunaikan ibadah puasa, kini saatnya umat muslim di dunia merayakan hari kemenangan.Annisa sedang bersiap dengan gamis terbaru beserta hijabnya. Attar sejak tadi berada dalam gendongan Bima. Sementara Ratih sedang menyiapkan mukena. Mereka akan pergi salat Idul Fitri di masjid raya."Udah selesai?" tanya Bima seraya masuk ke kamar untuk menemui istrinya."Sedikit lagi," jawab Annisa. Wanita itu memoleskan lipstik berwarna pink, agar wajahnya lebih berseri."Ayo nanti terlambat," ajak Bima sembari melihat jam di tangan. Hari masih gelap. Mereka akan datang lebih awal agar bisa salat di dalam masjid. Setiap hari raya, para jemaah salat bisa membludak hingga ke jalan raya.Annisa meraih Attar dari gendongan Bima d