Share

4. Konspirasi

"Ini adalah kawasan manufaktur milik Han Hillen, semua proses mulai dari pengembangan hingga pembuatan senjata dilakukan di sini."

Para petinggi Han Hillen bersama Nathan Lee sedang melakukan kunjungan ke pabrik besar di pinggiran Kota Seosan. Sebagai perusahaan senjata terbesar di Negeri Gingseng, Han Hillen punya infrastruktur memadai dan lingkungan kerja yang kondusif. Tempatnya cukup dekat dengan perairan dan jauh dari pemukiman penduduk, pun sering disebut sebagai area terlarang bagi orang biasa. Setidaknya itulah yang Nathan ketahui tentang tempat ini.

Kebetulan mereka datang saat jam kerja, jadi tidak banyak orang yang berlalu lalang di luar pabrik, hanya ada beberapa pegawai berseragam dan juga tentara yang memandang eksistensi Nathan dengan aneh.

"Satu jam lagi kita akan mengadakan pertemuan dengan pihak produksi, tapi sebelum itu, mari kita masuk lebih dalam ke area pabrik," ajak James.

Tidak ada yang menarik, atau mungkin belum. Nathan hanya melihat puluhan senjata api yang sedang dirakit oleh alat-alat produksi, namun itu semua adalah jenis senjata lama, K-10 buatan Korea yang sudah mendunia, tidak jarang Nathan melihatnya di toko senjata.

"Berapa unit yang diproduksi dalam satu hari?" tanya Nathan kepada pria paruh baya yang belum lama ini bergabung dengan kelompok mereka.

"Untuk jenis ini, sekitar 50 unit termasuk amunisi 20 butir. Kami memproduksi beberapa macam senjata secara bergilir, bulan ini ada K-10, lalu bulan depan ada K-7, begitu seterusnya," jawab Lee Jun, seorang manajer produksi.

Jun juga membawa asistennya yang bernama Hera. Jika dilihat dari gelagatnya, Hera tampak tertarik kepada Nathan. Bagaimana tidak, sejak di area pabrik hingga di dalam ruang rapat, wanita itu secara terang-terangan memperhatikan Nathan. Tentu saja Nathan tahu karena tempat duduk mereka saling berhadapan.

"Baiklah, saudara-saudara sekalian, dengan bergabungnya dua perusahaan ini diharapkan bisa menjadi tonggak kesuksesan untuk kita semua dalam usaha mengembangkan teknologi. Edenma juga telah setuju untuk merahasiakan proyek ini sampai hasil akhirnya siap didistribusikan kepada militer, dan perjanjian dengan militer ini bernilai miliaran won, nanti kita juga akan membicarakan pembagian keuntungannya dengan Pak Min. Hal pertama yang akan kita bahas adalah proses pengembangan dan produksinya, untuk Pak Jun, silakan." Selesai memberi sambutan, James Park mempersilakan Jun untuk memulai laporannya.

"Terima kasih untuk rekan-rekan, yang terhormat Direktur Park dan tamu kita Nathan Lee. Kemarin, Edenma sudah menunjukkan hasil risetnya kepada tim produksi, dan ini mengharuskan kami untuk sedikit mengubah rancangan sebelumnya." Jun mulai menunjukkan gambar kerja dari senapan laras panjang di depan mereka semua.

"Sebagai informasi, ini adalah rancangan lama yang punya fitur-fitur mengesankan, seperti bisa digunakan di medan apa pun, punya jangkauan tembak super jauh dan akurasi yang tinggi, bisa disesuaikan dengan penggunanya serta memiliki teknologi canggih yang belum pernah digunakan. Tapi karena adanya tambahan peluru pintar, kami akan menyisipkan sistem pemandu optikal di bagian atas, lalu mengubah ukuran kaliber agar sesuai dengan amunisinya. Dan masih ada fitur keren lain yang tidak bisa saya sebutkan sekarang saking banyaknya. Saya dengan bangga mengatakan kalau senjata tipe ini adalah yang pertama di dunia, namanya adalah KR-06, penembak amatir pun tidak akan pernah gagal jika menggunakannya. Sampai di sini, apa ada pertanyaan? Kalau tidak, saya akan lanjut membahas bahan dan alat produksinya."

Nathan segera mengangkat tangannya dan bertanya, "Apa ada senjata jenis lain yang sedang dikembangkan oleh Han Hillen saat ini?"

"Oh, tentu saja ada." Jun tersenyum simpul. "Sayangnya kami belum bisa memberi tahu pihak luar, masih jadi rahasia perusahaan, tapi itu semua tergantung kebijakan Direktur. Untuk saat ini, KR-06 adalah proyek utama kita."

Pria tampan itu hanya berangguk-angguk, sementara Jun kembali melanjutkan presentasinya. Nathan hanya berbasa-basi, namun jika manajer produksinya berkata seperti itu, tentu memang ada hal lain yang menarik untuk Nathan ketahui. Dia tidak boleh melewatkan apa pun. Salah satu caranya adalah dengan menyembunyikan alat perekam tepat di bawah kursi.

Setelah rapat itu selesai, satu persatu dari mereka mulai meninggalkan ruangan kecuali James Park, Jun dan Min yang tidak sedikitpun ingkah dari tempat duduknya.

James kemudian berpesan pada Nathan. "Menantuku, Ayah masih punya urusan dengan mereka, kau pulanglah lebih dulu bersama yang lain," ucapnya.

Entah apa yang akan James bicarakan dengan dua orang itu, namun yang pasti, Nathan akan mengetahuinya nanti. Ini saatnya dia mengejar wanita cantik bernama Hera yang telah pergi lebih dulu. Ada satu alasan kenapa Nathan melakukan itu.

"Tunggu, Nona."

Hera berhenti dan menengok ke belakang, langsung dihadapkan dengan Nathan yang tersenyum ramah seolah-olah menyiratkan kalau dia ingin berkenalan, maka Hera juga ikut tersenyum.

"Bolehkah saya meminta kartu nama Anda?" tanya Nathan.

"Oh, tentu!"

Hera segera mengambil kartu nama dari dalam tas, lalu memberikan benda berisi nama serta nomor pribadinya itu kepada Nathan.

"Terima kasih, Nona Kim Hera. Jika berkenan, Anda juga bisa menyimpan milik saya." Nathan melakukan hal yang sama, dia memberikan sebuah kartu namanya untuk wanita itu, kemudian tersenyum dan berkata, "Baiklah kalau begitu, saya masih punya urusan di luar, sampai jumpa."

Hanya itu saja untuk saat ini, Nathan akhirnya melangkah pergi dari tempat tersebut. Dia tidak mendengar suara ketukan high heels yang mengikutinya, barangkali Hera masih terpesona di belakang sana. Jika itu benar, maka Nathan yakin rencananya akan berjalan dengan lancar. Hanya perlu hati-hati agar tidak diketahui oleh keluarga Park. Nathan harus tetap sadar kalau dirinya sudah menikah.

*****

"Dia pernah menjadi teman dekat pasanganmu, tapi tidak berkesempatan untuk debut dan akhirnya menjadi pegawai tetap di perusahaan itu. Mungkin kau bisa bertanya kenapa dia sangat loyal pada mereka. Sejauh ini, tidak ada jejak kriminal. Data lainnya akan kukirimkan padamu nanti."

"Ya, daftarkan namanya."

Nathan menutup panggilan itu setelah mendapat notifikasi email dari pusat terkait calon informannya, Kim Hera. Dia terbukti cocok untuk dimanfaatkan. Tinggal menunggu waktu yang tepat.

Ruangan yang ia tinggali saat ini adalah salah satu kamar di rumah singgah sementara, yang juga digunakan oleh para agen untuk bekerja. Tidak seperti di kantor cabang Edenma ataupun rumah barunya bersama Diana, di sini Nathan bisa lebih leluasa mengoperasikan laptop yang berisi data-data rahasianya.

Tujuan utama Nathan datang hari ini adalah untuk mendengarkan rekaman dari alat yang tersembunyi di ruang rapat Han Hillen. Ada sebuah percakapan menarik yang sampai-sampai membuat Nathan tertegun di depan laptopnya. Tangan kirinya terus menekan earphone agar dia bisa mendengar lebih jelas, sementara tangan kanannya cepat-cepat menulis semua informasi yang ia dapatkan.

Ternyata, pertemuan itu juga dihadiri oleh Kepala Staf Angkatan Darat Korea Selatan. Tidak heran kenapa Han Hillen menjadi perusahaan senjata terbesar di negaranya, sebab pihak militer pun mendukung dan mendanai mereka. Nathan mengira bahwa Han Hillen bisa saja diambil seluruhnya oleh pemerintah jika James Park tidak punya pertahanan yang kuat.

Pria itu mulai terlarut dalam obrolan mereka.

"Kudengar kalian baru saja membuat perjanjian dengan perusahaan asing. Itu tidak menjadi masalah selama mereka tidak ikut campur pada rencana kita. Jangan sampai pihak eksternal tahu, termasuk perusahaan asing yang bekerja sama dengan kalian itu. Dan jangan biarkan mereka masuk lebih jauh ke dalam kawasan ini."

"Jangan khawatir."

"Tapi, mari kita pertimbangkan untuk menggaet ilmuwan asing yang bisa dipercaya, manajer SDM berkata bahwa kita kekurangan tenaga ahli."

"Saya rasa insinyur dan ahli IT sudah banyak yang bekerja untuk kita."

"Bukan. Ahli IT dan orang-orang teknik memang sudah banyak, yang kita butuhkan adalah ilmuwan nuklir. Kita tidak bisa mengambil ilmuwan dari universitas atau PLTN saja karena mereka belum terbiasa menggunakan nuklir sebagai senjata. Jika mungkin, kita bisa mencari ilmuwan pembelot dari negara yang berhasil mengembangkan nuklir seperti Pakistan, India atau bahkan Rusia."

"Kami akan mencoba merekrut ilmuwan dari Rusia."

“Bukannya terlalu berisiko untuk berhubungan dengan Rusia saat ini? Dan saya masih heran, kenapa tidak langsung meminta bantuan Amerika saja?"

Hanya tertawaan khas bapak-bapak yang terdengar setelah itu.

"Baru bicara tentang nuklir saja, kami mungkin akan langsung didepak dari sana."

"Begini, Pak Kepala. Sekitar 8 bulan lalu, kami sempat membeli ribuan mesin sentrifugal dari Rusia yang lebih canggih. Rusia mendukung kami. Saya rasa, mereka juga akan bersedia mengirimkan salah satu ilmuwannya kepada kita."

"Kami punya kendala dalam proses ekstraksi bahan bakunya, jadi kami butuh ahli senjata nuklir untuk bisa menyelesaikan masalah itu."

"Baiklah. Selagi menunggu, sepertinya kita harus mengembangkan rudal konvensional atau senjata AI terlebih dahulu."

"Maaf harus mengatakan ini, tapi senjata AI bisa lebih berbahaya daripada nuklir, biaya yang dikeluarkan juga tidak main-main. Kita tidak seharusnya menciptakan itu semua, bagaimana dengan perjanjiannya? Kita bisa diberi sanksi dan dikecam dunia."

"Mereka tidak bisa memberi kita sanksi, kita punya pengaruh besar di bidang industri dan hiburan bagi dunia."

"Pak Min, hanya kau satu-satunya yang tidak setuju pada rencana ini. Sudah kubilang, jika kau ingin keluar, keluar saja!"

"Saya bertahan di sini karena hanya ingin melihat seberapa jauh kalian bertindak, tapi ini sudah kelewatan. Negara kita punya kelebihannya sendiri, industri dan hiburan, dan mungkin itu memang bukan di ranah kekuatan militer. Biarkan saja negara-negara adidaya menciptakan teknologi paling canggih, kita tidak perlu ikut berkompetisi, toh kita akan tetap kalah dan tertinggal. Tapi jika kalian masih nekat, silakan lanjutkan, saya akan keluar sekarang."

Nathan terbengong-bengong, makin dibuat bingung saat mendengar derit kursi dan bunyi pintu yang tertutup. Sepertinya salah satu dari mereka benar-benar mengundurkan diri dan rapat tersebut tidak berjalan lancar sampai akhir.

Ucapan Ketua ternyata benar, ada sesuatu yang sangat besar sedang disembunyikan oleh mereka. Makin rumit saja.

"Jo!" seru Nathan.

Kemudian, seseorang bernama Johansson muncul dari balik pintu dan memberikan tatapan penuh tanda tanya kepadanya.

"Apakah pusat sudah tahu kalau Korea Selatan juga membeli mesin sentrifugal dari Rusia?"

"Are you fucking serious?"

*****

Tidak butuh waktu lama bagi Nathan untuk mendekati Hera. Mereka sering bertemu di acara formal ataupun acara yang sengaja diadakan oleh Nathan, misalnya makan malam bersama. Seperti saat ini. Nathan dan Hera sedang duduk berhadapan di sebuah restoran cepat saji yang sangat sepi, menunggu pesanan mereka datang sambil bertukar obrolan.

Makin akrab, makin dalam pula topik obrolan mereka. Tak jarang Nathan menyinggung sesuatu yang akan membuat Hera nyaman untuk bercerita tentang pengalamannya. Kemudian satu pertanyaan dari Nathan ini sepertinya akan mengawali hubungan mutualisme yang mereka jalin.

"Kau tidak bosan bekerja di sana?"

"Bosan? Astaga, aku sangat-sangat bosan! Aku ingin mencoba pekerjaan baru, berkali-kali aku mengajukan surat pengunduran diri, tapi mereka selalu menolaknya!"

"Kenapa?" tanya Nathan.

"Kau bisa berjanji untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang percakapan kita?" Hera terdiam sampai pria di hadapannya mengangguk, kemudian dia lanjut berbicara, "Entahlah, mungkin karena aku mengetahui semua rahasia perusahaannya. Maaf, tapi aku harus bilang kalau keputusanmu untuk bekerja sama dengan perusahaan itu adalah hal yang buruk. Mereka tidak membagi keuntungan dengan benar. Apalagi setelah pihak militer bergabung, direkturnya jadi kalap untuk menghasilkan produk baru. Bagian produksi dituntut untuk selalu punya inovasi yang bisa menguntungkan, tapi, hasil akhirnya sangat tidak baik. Aku tidak ingin bergabung lagi dengan mereka."

"Kenapa kau berpikir itu tidak baik? Soal produk yang dulu kita bahas? Saya rasa itu tidak buruk," ucap Nathan, padahal jelas-jelas dia tahu kemana arah pembicaraan itu. Tidak apa, Nathan harus melakukannya dengan perlahan namun pasti.

"Tidak bisa kukatakan."

Nathan tersenyum tipis. "Katakan saja, saya butuh informasi tentang rancangan itu untuk keperluan riset perusahaan."

Hera tetap menggelengkan kepala.

Akhirnya Nathan melirik sekitar untuk memastikan kalau area itu aman, lalu dia berbisik, "Begini saja, bagaimana kalau kita melakukan kesepakatan? Saya memercayaimu, dan saya benar-benar menghargai tiap informasi darimu. Sebagai gantinya, informasi itu bisa ditukar dengan uang."

Sepertinya berhasil. Hera lantas memandang Nathan dengan raut wajah penasaran.

"Benarkah?" tanyanya.

"Benar, saya bisa menjamin. Tapi, kau juga harus merahasiakan perjanjian ini, atau karier kita berdua akan hancur. Jangan sampai kau mengatakannya kepada siapa pun termasuk orang-orang yang dekat denganmu. Ingat, ada akibat dari segala perbuatan."

Hera mengangguk dan kembali bertanya, "Sepenting itukah informasinya untukmu? Berapa nilainya?"

"Satu lembar informasi bisa bernilai jutaan won, tergantung seberapa akurat dan pentingnya informasi itu," kata Nathan.

"Setuju!"

Nathan mengangkat kedua alisnya lantaran heran, semudah itukah Hera menyepakati perjanjian mereka? Dasar materialis, disuguhkan uang saja semangatnya langsung berkobar-kobar. Bukan hanya satu atau dua, hampir semua informan yang Nathan dapatkan pasti luluh oleh uang. Bagaimanapun, itu sangat memudahkan pekerjaannya.

"Baiklah, saya akan menunggu fakta tentang rencana mereka. Jangan mengacau."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status