"Ini untuk kesejahteraan kedua belah pihak" Jelas Alina.
Zayyad yang sudah memakai penutup mata, sama sekali tidak bisa melihat apapun lagi. Segalanya hitam dan gelap. Ketika mendengar Alina mengatakan 'kesejahteraan kedua belah pihak', ia sama sekali tidak mengerti apa maksudnya itu.
Tapi tiba-tiba saja Zayyad merasakan telapak tangan kecil yang agak kasar, meraih kedua pergelangan tangannya. "Alina...kau ingin melakukan apa?" Zayyad yang tak dapat melihat apa yang dilakukan Alina padanya, mengerutkan keningnya penuh tanya.
Alina tidak menjawab, diam-diam ia tersenyum kecil melihat sikap Zayyad yang sangat penurut seperti biasa. Alina yang sudah memegang kedua tangan Zayyad, perlahan mulai mengikatnya dengan dasi.
Zayyad yang akhirnya menyadari apa yang dilakukan Alina, sontak terkejut. "Alina.. kenapa kau mengikat tangan ku?" Zayyad dengan cemas melawan. Ia tidak ingin tangannya diikat dengan dasi. Itu adalah mimpi buruk yang tak ingin dialaminya la
"Tahan..satu, dua, tiga, empat..." Alina meluruskan punggungnya, berdiri tegap dengan satu buku tebal di atas kepala. Wajahnya yang masam, rasanya seperti ingin menggigit seseorang. Dalam dua jam ini, ia sudah sangat frustasi mengikuti semua arahan madam Ranti. Seorang pelatih yang di siapkan Zayyad untuk mengajarinya berdansa. "Rentangkan tangan!" Suara lantang madam Ranti, memecah ruang tamu besar yang sunyi. Wanita paruh baya itu sungguh mengingatkan Alina dengan guru matematika killer nya semasa sekolah dulu. Tubuhnya sangat proporsional, tinggi dan langsing. Rambut hitamnya tersanggul rapi, raut wajahnya tirus seperti telur dan kerutan penuaannya tersamarkan cukup baik dengan polesan bedak tipis. "Madam.. sepertinya kita tidak perlu melakukan semua latihan dasar ini. Langsung saja—" "Cepat lakukan!" Puk! Tongkat kayu kecil jatuh memukul bokong Alina. "Aduh!" Alina mengiris nyeri dan merasa sangat kesal. Dulu ia mendapatkan
"Turunkan aku!" Zayyad tidak menurunkan Alina. Berjalan kearah ranjang, ia membaringkan wanita itu di sana dan membuatnya bersandar di kepala ranjang. Alina melipat kedua tangannya, mendengus kesal. Kalau bukan karena neneknya, di bawah tadi ia pasti sudah menggigit pria ini tanpa ampun. Zayyad yang melihat wajah masam Alina, ia langsung tau ada sesuatu hal yang tidak menyenangkan terjadi. Duduk di pinggir ranjang, ia dengan lembut bertanya, "Alina...ada apa? Kenapa muram begitu? Alina melirik kearah Zayyad, memelototinya tajam. "Menurut mu?" Zayyad menarik nafas, menghelanya perlahan. Melihat Alina yang cemberut, rasanya tak jauh berbeda dengan anak kecil yang merajuk karena tidak dibelikan mainan. Tanpa sadar, ia tertawa kecil. "Apa yang kau tertawa kan?" Alina sudah sangat menderita seharian ini, tapi pria di depannya ini masih bisa tertawa. Alina merasa gatal untuk mencakar wajah tampan itu. Zayyad menutup rapat bibirnya, berhenti
Sesampai di pertengahan jalan besar yang padat, kesibukan kota di malam hari menggoda Alina untuk menurunkan kaca mobil dan melirik keluar. Memperhatikan mobil-mobil yang berlalu-lalang dan beberapa motor yang hanya hitungan jari. Sungguh kota Y ini di penuhi oleh orang-orang besar. Kota besar dengan kehidupan yang monoton. Alina dapat memperhatikan beberapa mobil di luar sana yang hampir rata-rata dikendarai para pekerja yang baru saja pulang dari lembur. Di samping monoton, kehidupan di kota ini juga terlihat melelahkan. Tepat di ketika lampu merah menyala, Zayyad menghentikan mobilnya. Detik itu Alina teringat, ia belum memberi tahu Zayyad kemana mereka akan pergi. "Zayyad" "Em" Zayyad menoleh kearah Alina. "Aku melihat beberapa ulasan cafe ternama yang ada di kota Y. Aku menemukan satu cafe yang cukup menarik, namanya 'star night', kita..pergi ke sana saja, boleh ya?" Tanya Alina, mengedip-ngedipkan matanya memohon. Itu pertama kalinya Alina memoh
Alina menatap beberapa saat pada menu yang terhidang di meja bulat putih itu. Sepiring kue berbentuk hati, bewarna merah dengan lapisan coklat, dan bertabur bubuk kopi halus diatasnya. Di samping itu ada semangkuk ice cream besar, dengan tiga varian rasa, vanila, coklat dan moccha. Dan terakhir satu gelas besar cappucino hangat dengan sentuhan seni bergambar 'hati' di atasnya.Semua hanya ada satu piring, satu mangkuk, dan satu gelas— apakah ini yang dinamakan paket pasangan?"Ada apa?" Zayyad yang melihat Alina hanya diam menatap menu di atas meja, bertanya. "Kau tidak suka dengan sajiannya?"Alina menggeleng, matanya termenung menatap ke hidangan itu. Bagaimana mungkin ia tidak menyukainya? Semua dari mereka begitu lezat dan menggiurkan. Terlebih lagi kue yang berbentuk hati itu, aroma bubuk kopinya berkali-kali sudah menggoda penciumannya. Hanya saja yang membuatnya bimbang..."Lalu kenapa hanya menatapnya saja? Tidak di makan?" Tanya Zayyad lagi
Kening mereka bertemu, bulu mata yang saling mengenai, hidung yang sudah menyentuh ujung hidung satu sama lain, dan—keduanya saling menahan nafas. Beberapa detik berlalu, tidak ada yang berani melanjutkan lebih dari itu. Mereka hanya menatap dalam diam dan heningInsting Zayyad kala menatap bibir coklat kemerahan dibawahnya, ada rasa ingin yang sangat kuat untuk segera menyentuh dan mengecupnya lembut. Mengepalkan tangannya, Zayyad menahannya. Ia tidak ingin melakukannya. Ia ingin menjaga perasaan Alina.Zayyad perlahan meluruskan punggungnya, ingin berdiri tegap, untuk segera menjauhi godaan itu.Tapi tidak pernah menduga, Alina tiba-tiba berjinjit dan langsung mengalungkan tangannya di lehernya, menahannya dari bergerak. Perlahan bibir merah kecoklatan itu mendekat, menyentuh permukaan bibirnya dan menekannya lembut.Mata Zayyad membulat lebar, tindakan wanita itu nyaris hampir membuatnya lupa bernafas. 'Alina, sungguh menciumnya atas inisiatifnya
Akhirnya sampailah pada hari terakhir untuk Alina menerima latihan-latihan kaku yang cukup membuatnya bosan. Walau ia merasa agak aneh, kemarin madam Ranti tidak membawa tongkat untuk memukulnya jika berbuat salah. Alina mengira wanita paruh baya itu lupa membawanya, tapi pada hari terakhir ini madam Ranti juga tidak membawanya.Alina sangat yakin madam Ranti tipe pengajar yang tidak bisa jauh dengan tongkat dan memukul murid nakal sepertinya. Tapi kenapa dalam dua hari ini madam Ranti tidak melakukannya? Jika ia mengeluh, madam Ranti akan menyuruhnya beristirahat. Jika ia melakukan kesalahan, madam Ranti akan memperbaikinya secara perlahan. Sungguh perubahan yang mengesankan ini membuat Alina merasa heran.Padahal ini adalah hari terakhir, Alina sudah mempersiapkan diri untuk menerima pukulan tongkat di bokong nya untuk yang terakhir kali. Tapi tidak mengira, ia tidak perlu merasakannya."Baik, kita istirahat sebentar!" Tukas madam Ranti. Wanita paruh baya itu
Di lantai bawah, Zayyad dan Erina menunggu Alina yang masih belum selesai dengan riasannya. Beberapa menit berlalu, akhirnya sosok wanita dengan gaun merah marun muncul menuruni anak tangga. Langkah kakinya ketika menuruni tangga, itu pelan dan anggun. Setiap hentakan high heels yang bergema di ruang besar yang hening, berhasil membuat jantung Zayyad berdetak cepat. Ketika wanita itu menginjak anak tangga terakhir, menyentuh lantai dasar dan berdiri di hadapannya. Sesaat Zayyad berhenti bernafas dan bergeming. Erina yang melihat Zayyad mematung di tempat dengan matanya yang tak berpaling dari Alina, diam-diam tersenyum dalam hati. 'Cucuku memang sangat cantik!' Batinnya. "Ayo!" Kata Alina pada Zayyad dan neneknya yang sudah menunggunya cukup lama. Padahal ia hanya menggunakan riasan yang natural, tapi karena ia begitu gugup. Ia berkali-kali menghapusnya dan memperbaikinya. Zayyad terkesiap. Ia dengan canggung berkata, "Kau terlihat sangat cantik malam ini"
Tak berapa lama kemudian, Irsyad pergi berdiri di podium. Sebagai pemilik saham terbesar PT Jaya Sejahtera, ia mengucapkan beberapa patah kata sebagai pembuka acara. Pria tua itu mengawali pidato singkat nya dengan serius, lalu membawa beberapa lelucon ringan di pertengahan dan membuat orang-orang tertawa karena kelakarnya. "Untuk mempersingkat waktu, langsung saja saya perkenalkan pada kalian semua secara resmi, anggota baru dari keluarga besar kami..." Mata Irsyad tersenyum kearah Alina dan Zayyad. Memberi sinyal kepada mereka untuk maju ke depan. Zayyad meraih tangan Alina dan membawanya berjalan di pertengahan orang-orang, "Kita akan kemana?" Tanya Alina, gugup. "Kakek ingin memperkenalkan mu secara resmi malam ini, ayo!" "Apa?" Tidak punya waktu untuk menolak, Alina sudah berdiri tepat di hadapan orang-orang. Menahan senyum kaku dibibir nya, ia mencoba keras untuk tidak gugup. "Tenanglah!" Zayyad meraih pergelangan tangan Alina, menggengg