"Tunggu bentar napa!" ujar Fabio lalu menoleh sedikit kebelakang.
"Nunggu apa lagi?" tanya Zia.
"Tunggu sampai tangan lo itu pegangan sama gue!" jawab Fabio tersenyum.
"Enggak! Gue enggak mau," bentak Zia.
Fabio membalikan badannya dan memegang kedua tangan Zia lalu meletakannya di pinggang Fabio.
"Nah gini maksud gue, susah amat!" ujar Fabio lalu menjalankan motornya.
Diperjalan Zia melepaskan pegangan ke Fabio. Membuat Fabio tersenyum miring, lalu sedikit mempercepat laju kendaraannya.
"Bisa pelan-pelan enggak, si? Kalau gue jatuh gimana?" tanya Zia panik.
"Jatuh? Itu buka urusan gue ... Bukannya dari awal gie udah bilang sama lo!" jawab Fabio tersenyum.
"Bilang apa?" ujar Zia dengan nada tinggi.
"Gue bilang lo pegangan sama gue!" sahut Fabio tertawa lalu menjalankan motornya sedikit lebih cepat dari sebelumnya.
Dan tak lama kemudian, saat Fabio sedang membelokan motornya ke arah jalan masuk rumah Zia. Tiba-tiba dua ekor kucing lewat dari depan Fabio, membuat Fabio kaget dan mereka pun jatuh.
Brukk!
___________
"Hehe, maafin gue, ya!" ucap Fabio tersenyum melihat ke arah Zia yang sedang berjalan di sampingnya sambil mendorong motornya.
"Dasar cowo aneh!" ujar Zia melipat kedua tangannya di dada lalu berjalan mendahului Fabio.
"Pelan-pelan jalannya! Bukannya kaki lo sakit?!" sahut Fabio teriak.
Akhirnya Lazia sampai di rumahnya diikuti Fabio yang tersenyum di belakangnya sambil memarkirkan motornya di depan rumah Lazia.
"Kenapa lo enggak langsung pulang aja?" tanya Zia dengan nada lembut.
"Gue enggak mau ..." jawab Fabio tersenyum dengan nada lembut.
"Aaa!" teriak Lazia.
"Ayah!" mengetuk pintu dengan kuat.
Tak berselang lama Sopandi ayah dari gadis bernama Laziapun keluar. Tersenyum melihat putri bungsunya yang kotor serta luka kecil di bagian siku dan kakinya.
"Ehk, na Fabio. Makasih banyak lo udah antar Lazia pulang!" ucap Sopandi tersenyum.
"Iya om, sama-sama!" kata Fabio tersenyum.
Lazia semakin aneh melihat tingkah laku ayahnya yang berubah.
"Ayah lihat dong Zia!" teriak Zia.
"Kenapa?" tanya Sopandi tersenyum.
"Lihat kaki Zia berdarah ..." dengan nada manja.
"Ini semua gara-gara cowo itu!" jawab Zia menunjuk ke arah Fabio sambil memajukan bibirnya.
"Iya om, maafin Fabio. Fabio enggak sengaja!" kata Fabio kepada Sopandi.
"Gue juga minta maaf sama, lo!" ujar Fabio tersenyum ke arah Zia.
"Nah ... Na, Fabio 'kan udah minta maaf. Jadi apa lagi yang harus dipermasalahkan?" tanya Sopandi tersenyum.
"Kenapa ayah jadi bela dia, si?" batin Zia.
Melihat ke arah Fabio dengan tajam lalu menunjuknya menandakan urusan mereka belum selesai dan berjalan masuk kedalam rumah.
Sampai dikamar, Lazia melemparkan tasnya dan berdiri di depan cermin. Mengkerutkan dahinya sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Kenapa ayah baik banget sama dia?"
"Di itu siapa, si? Sampai-sampai ayah lebih bela dia, di bandingkan dengan aku anaknya sendiri!" gumang Lazia.
Pukul 17:13, tepatnya saat Lazia sedang menonton televisi di ruang tamu. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar, Zia mencuekinya dan terus menonton televisi. Sampai Sopandi keluar dari kamarnya lalu membuka pintu.
"Na, Fabio?"
"Ayo-ayo mari masuk!" ucap Sopandi tersenyum.
"Makasih, om." kata Fabio.
Fabio berjalan masuk ke dalam ruang tamu menggunakan celana hitam, jaket kulit hitam dengan kaos bernama putih. Tersenyum melihat Zia yang sedang berbaring terlentang di sofa.
Lazia melihat penampilan Fabio, sedikit terpesona. Tapi, Zia tetap berbaring dan mencoba mencueki Fabio.
"Om tinggal dulu, ya!" ucap Sopandi dan berjalan meninggalkan mereka berdua.
Fabio beranjak dari sofanya, berjalan ke arah Lazia lalu duduk tepat di sampingnya. Membuat Lazia mencium wanginya hembusan saat Fabio berjalan kearahnya.
"Nonton apa, si?" tanya Fabio.
"Zia ... Lo harus tetap cuekin dia, jangan pernah tergoda." batin Zia.
Lazia tidak menjawab pertanyaan dari Fabio itu. Fabio juga tidak tinggal diam, Fabio mengambil remot tv yang berada di atas meja. Lalu mengganti siaranya, yang membuat Lazia marah.
"Ganti enggak!" bentak Zia. Melototi pria yang sedang duduk tersenyum menonton televisi."Enggak! Ini seru tau, dari pada drama korea lo itu!" sahut Fabio tersenyum."Sini biar gue sendiri yang ganti!" kata Zia emosi.Zia mendekati Fabio yang sedang duduk di sampingnya, sembari berusaha mengambil remot dari Fabio. Fabio mengakat tangan kanan yang sedang memegang remot menghindari tangan dari Zia."Sini!" ucap Zia yang masih berusaha."Enggak gue enggak mau!" tersenyum Fabio."Sini!"Yang akhirnya Lazia berhasil mengambil remot dari Fabio. Namun Lazia harus terjatuh ke dalam pelukan Fabio, di ikuti Fabio yang terjatuh terlebih dahulu ke sofa. Mereka saling menatap satu sama lain, hembusan nafas mereka rasakan."Kenapa gue jadi dek-dekan gini?" batin Zia."Gadis ini benar-benar cantik!" batin Fabio tersenyum."Dasar modus!" ketus Zia. Sembari mengambil remot dan duduk kembali di tempatnya."Tau aja kalau gue modus." uca
Chit!Taxi yang ditumpangi Lazia dan Fabio berhenti di depan rumah makan sederhana yang berada di pinggir jalan raya.Lazia mengkerutkan dahinya, melihat ke arah warung yang berada di samping pintu keluarnya. Lalu melihat kearah Fabio, yang ternyata Fabio sedang melihatinya dengan senyum tipis di wajahnya."Tunggu apa lagi? Ayo turun." ujar Fabio lalu beranjak keluar dari taxi.. . ."Makasih mas!" teriak Fabio. Melihat taxi yang ditumpanginya telah berjalan pergi sembari melambaikan tangan.Lazia masih tidak bisa membayangkan jika harus diner di sebuah rumah sederhana di pinggir jalan. Lazia terbangun dari lamunannya saat Fabio merangkul erat Lazia dan membawanya masuk.Di dalam rumah makan itu, ada seorang wanita yang merupakan pemilik rumah makan. Melihat tersenyum ke arah Fabio yang sedang merangkul Lazia."Lo apa-apaan, si? Lepasin!" bentak Zia dan melepaskan rangkulan Fabio dengan kasar."Galak amat," ucap Fabio terkekeh.
"Siap kapten!" sahut Fabio senyum semangat sembari hormat ke arah Zia."Ya udah, lo duduknya disana dong!" menunjuk kursi yang ada di depannya, "Jangan deket-deket gue juga!" ucap Zia mendorong lembut pundak Fabio sembari tersenyum tipis di wajahnya."Iya-iya." kata Fabio tersenyum dan berjalan ke arah kursi yang telah di tunjuk Zia tadi.Akhirnya makanan yang Lazia tunggu pun datang. Makanan yang sama dengan makanan yang Fabio makan tadi. Lazia mengesekan kedua tangannya siap-siap untuk menyantap lahap makanan yang ada di depannya, namaun niat Lazia terhenti saat melihat Fabio yang dari tadi sedang memperhatikannya."Lo mau?" tanya Zia dengan raut muka datar."Enggak" mengelekan kepalanya, "Kan, gue udah makan tadi," jawab Fabio"Oh." ucap Zia.Tak memikir lama lagi, Lazia langsung menyantap hidangan itu dengan lahapnya. Apa lagi Lazia benar-benar lapar karena jam telah menunjukan pukul 19:13 yang biasanya Lazia makan malam jam 18:03.
"Gue nyakin banget lo ada rasa sama gue, enggak penting gue tau sejak kapan dan dimana. Yang pasti gue enggak akan pernah suka sama lo, apa lagi harus cinta! Enggak akan pernah!" menaikan sedikit intonasi suaranya."Jadi mulai sekarang lo harus jauhin gue, sebelum lo nanti sakit hati. Ok!" ujar Zia dan kembali berjalan meninggalkan Fabio yang sedang berdiri."Gue akan kasih tau lo, kalau cinta itu bukan sekedar kalimat!" gumang Fabio tersenyum lalu berjalan mengejar Zia.Lazia akhirnya tiba dirumahnya, setelah empat puluh lima menit lamanya Lazia berjalan. Habis sudah penderita pada kaki betisnya. Saat itu sudah ada Sopandi, ayah Lazia yang sedang duduk di kursi teras rumahnya dengan ditemani secangkir kopi."Akhirnya sampai juga!" teriak Zia ke udara lalu berjalan masuk. Sopandi hanya menggeleng-geleng kepalanya sembari tersenyum melihat tingkah laku putri bungsunya itu."Kaya ya Lazia seneng banget tuh na, Fabio!" ucap Sopandi tersenyum."Iya om
"Baik, sebutkan nama kalian satu persatu!" ujar bu Guru."Fabio Zulkar, IPS 1," ucap Fabio tersenyum.Menulis nama Fabio, "Kamu anak baru itu 'kan," kata bu Guru."Iyah bu!" celetuk Fabio tersenyum."Ganteng-ganteng kok enggak ada kedisiplinan," gumang bu Guru pelan."Selanjutnya!""Lazialita Hidayanti, IPA 2," ucap ZiaMenulis nama Lazia, "Selanjutnya!" kata bu Guru."Dicky Afrizal, kelas unggulan IPA 1," ucap Dicky."Kok kamu bisa terlambat, si? Pantesan aja ibu enggak lihat kamu di lapangan basket!" balas bu Guru lembut sembari menulis nama Dicky."Ya udah, sekarang kalian boleh masuk ke kelas kaliang masing-masing""Ingat! Langsung masuk kelas." tegas bu Guru.Mereka bertiga langsung berjalan masuk ke dalam kelas mereka masing-masing.Lazia berjalan mengendap-ngendap saat dirinya satu meter di depan pintu kelasnya. Lazia berdiri melihat kelasnya dari jendela, yang ternyata sedang tidak ada guru. Tapi,
Kemudian pemilik katin datang kearah mereka sembari membawakan sebuah jus. Lalu meletakannya di meja dekat dengan Dicky."Makasih, bu!" ucap Dicky tersenyum."Iya sama-sama den," sahut pemilik kantin dan berjalan pergi."Lo mau?" tanya Dicky kepada Zia.Mengagukan kepala, "Boleh!" jawab Zia tersenyum."Bu!" ujar Dicky memanggil pemilik kantin."Iya ada apa den?" tanya pemilik kantin."Pesan satu lagi bu!" jawab Dicky sembari mengakat jari telunjuknya."Oh siap den." balas pemilik kantin dan beranjak pergi.. . ."Ini minumannya!" ujar pemilik kantin sembari meletakan jus di meja lalu beranjak pergi."Makasih bu!" sahut Zia lalu meminum minumanya menggunakan sedotan."Oh iya, teman kamu kok lama banget ya," kata Zia."Gue juga enggak tau," ucap Dicky.Tak!Suara keras dari meja mereka saat Fabio memukul kuat meja itu, datang tersenyum sembari membawa buku dan meletakannya di meja. Benar-benar me
Perjalanan mereka terhenti saat melihat di lapangan sedang ada tanding basket. Dan tentu saja Lazia berhenti karena melihat ada Dicky disana."Kita kesana, yuk!" ujar Zia sembari memegang tangan Dewi."Iya-iya." sahut Dewi.Mereka berdiri di pinggir lapangan, sembari menyemangati Dicky. Dicky malah terganggu oleh suara bising mereka. Hingga Fabio datang menghampiri Lazia dan berdiri disampingnya."Lo ngapain si ngikutin gue terus?" tanya Zia."Idih ... Siapa juga yang ngikutin lo," jawab Fabio sembari melihat kelapangan."Gue kerjain lo," batin Zia sembari tersenyum."Ayo Dicky semangat!" teriak Dewi."Hey," memanggil Fabio."Hey! Hello ..." Fabio tetap tidak menyautnya."Hey Fabio cowo aneh!" teriak Lazia kesal lalu menginjak kaki Fabio."Aw ... Sakit tau!" balas Fabio sembari memegang kakinya."Habisnya dari tadi gue manggil lo tau enggak!" dengan nada tinggi."Tapi, lupain aja. Gue punya tantangan buat
Selesai makan, Lazia beranjak pergi ke ruang tamu untuk menonton drama kesukaannya. Pukul 19:11, saat-saat dimana Lazia sedang menghayati drama yang berada di televisi tersebut. Tiba-tiba lamunan Lazia tentang drama itu buyar, setelah ketukan pintu kuat terdengar jelas dari luar.Tok, tok..."Iya-iya tunggu""Siapa si malam-malam gini datang kerumah gue." gumam Zia sembari berjalan kearah pintu.Klek!Ternyata itu ketukan pintu dari Fabio. Dengan menggunakan sarung dan juga membawa sebuah buku sembari tersenyum lebar."Aaa!" teriak Zia kaget lalu menutup kembali pintu itu."Loh kok malah ditutup lagi? Bukain dong pintunya""Hello!" ucap Fabio lalu mengetuk pintu."Gawat ... Itu 'kan Fabio. Dia pasti mau nagih hutang sama gue," gumam Zia ketakutan sembari bersandar di pintu.Tok, tok!"Iya-iya," teriak Zia.Klek!"Hy!" sapa Fabio tersenyum sembari melambaikan tangan lalu berjalan masuk kedalam.