18+Lauren turun dari ranjang nya tanpa mempedulikan tubuh telanjang nya, Ia lalu membawa kemeja putih yang tergeletak di lantai dan memakai nya. Setelahnya keluar kamar nya, berjalan dengan tatapan kosong menuju salah satu ruangan. Ia tidak tahu kenapa datang kesini, seperti alam bawah sadar nya yang mengatur semua. Tangannya lalu terangkat mengetuk pintu kamar itu beberapa kali, tidak lama terbukalah menunjukkan Matthias dengan wajah bantal nya khas bangun tidur.Setelah pandangan Matthias jelas, Ia terperanjat karena tidak menduga yang mengganggu tidur nya adalah wanita itu. "Lauren ada apa tengah malam kesini?" tanyanya bingung. Melihat Lauren yang hanya diam menatap nya dengan mata berkaca-kaca membuat perasaan Matthias tidak enak. "Lauren, kamu.. Baik-baik saja?"Mendapat pertanyaan bernada khawatir itu, membuat Lauren tidak bisa lagi menahan tangisannya. Untuk pertama kalinya, Ia menangis terisak di depan Matthias. Tidak lama Ia merasakan tubuhnya dipeluk erat, Lauren pun memba
"Kayanya kamu harus kembali ke kamar sekarang, sebelum pagi dan Matthew lebih dulu bangun," ucap Matthias seraya menatap lekat wajah cantik di dekat nya. Sebenarnya inginnya Lauren tetap di kamar nya, tapi kalau penghuni rumah tahu bukankah rencana mereka pun akan berantakan?Mereka sedang berbaring berpelukan erat, membuat keduanya bisa merasakan kulit hangat satu sama lain. Suasana di dalam kamar sangat panas, aroma percintaan pun tercium cukup kuat di ranjang itu. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi, dan keduanya sepertinya tidak akan tidur lagi.Lauren perlahan membuka matanya, membalas tatapan Matthias yang sedang tersenyum manis seraya mengusapi pipi nya dari tadi. "Jangan natap saya begitu, nanti saya lupa diri lagi dan nerkam kamu," kata Matthias lalu mencubit puncak hidung nya. Kalau Matthias sih masih kuat jika mereka bercinta lagi, tapi Lauren terlihat kelelahan dan tidak bisa mengimbangi stamina nya."Dasar mesum!" dengus Lauren dengan senyuman tertahan. Ia l
"Gimana Matthew, kamu sanggup kan ngerjain proyek ini dan kamu jadi penanggung jawab nya?" tanya Matthias terdengar serius. Ya jika sedang di kantor, keduanya memang harus profesional walaupun bersaudara. Saat ini mereka sedang membicarakan hal serius di ruang kerja Matthias.Matthew tidak langsung menjawab dan masih fokus membaca dokumen berisi tulisan tentang perencanaan proyek cukup besar yang Kakak nya berikan untuk nya. "Aku gak tahu, tapi.. Baiklah tidak apa, aku akan coba," jawab Matthew terlihat percaya diri bisa dengan mudah menyelesaikan nya.Tanpa pria itu sadari, seringai tipis terukir di bibir Matthias karena tanpa waktu lama tawaran darinya diterima dengan mudah oleh Matthew. Malang sekali adiknya itu, karena sebenarnya Ia sedang merencanakan sesuatu, ya masih bersangkutan dengan balas dendam Lauren. Matthias yang punya kekuasaan, bisa dengan mudah mengatur semua."Kalau kamu berhasil mengerjakan proyek ini, tentu saja kamu akan dapat hadiah dari perusahaan. Jabatan kamu
"Masalah apa?" tanya Lauren membuat Matthew mati kutu merasa bingung harus menjelaskan apa. Pria itu berdehem pelan seraya melonggarkan dasi yang terasa mencekik leher nya. "Masalah kecil sih, tapi sudah selesai sekarang," jawab Matthew tanpa melunturkan senyuman, berusaha bersikap tenang. Matthew lalu mengangkat tangannya memanggil pelayan, Ia pun akan memesan makanan karena perut nya lapar. Melihat Lauren kembali melanjutkan makan, membuat nya tanpa sadar menghela nafas lega. Namun tanpa Matthew sadari, ekspresi gugup nya sangat terbaca oleh Matthias yang hanya bisa tersenyum sinis. Dasar bajingan, batin Matthias. "Oh iya sayang aku mau ngasih tahu sesuatu sama kamu, ya bisa dibilang kabar bahagia sih. Aku dapat tanggung jawab ngurusin proyek besar dari Kak Matthias," kata Matthew menceritakan dengan mata berbinar nya, tapi tanggapan Lauren malah membuat pria itu melunturkan senyuman. "Aku sudah tahu, tadi Kak Matthias cerita. Tapi aku belum ngerti proyek apa, dia bilang cukup s
"Lauren, kamu dipanggil Pak Matthias ke ruangannya!" Seruan teman nya membuat fokus Lauren dari komputer teralihkan. Merasa bingung untuk apa Bos nya itu memanggil nya, karena ini masih jam kantor mungkin saja kan tentang pekerjaan? Lauren lalu pamit pada salah satu teman nya yang duduk di sebelah nya, dengan semua juga dekat, tapi paling dekat dengan Tissa. Berjalan dengan percaya diri menuju lantai atas, ada beberapa karyawan yang melewati nya menyapa dan Ia balas ramah. Lauren dibuat tersenyum sendiri karena mereka terlalu hormat padanya, seperti pada atasan saja. Tok tok! "Permisi Pak, Bu Lauren sudah sampai!" panggil sekertaris nya meminta izin. Mendengar suara dari dalam yang mempersilahkan masuk, sekertaris itu pun bergeser membiarkan Lauren masuk, tidak lupa menutup pintu nya lagi. Lauren berdiri kaku di tempat nya, merasa bingung tidak tahu harus bagaimana. Ia malah asik memperhatikan Matthias yang terlihat sangat fokus dengan pekerjaan nya, membuat nya jadi canggung taku
"Sekarang mau kemana lagi?" Mendapat pertanyaan itu, membuat Lauren segera menggeleng. "Sudah cukup Kak, ini sudah banyak," tolak nya cepat.Entah sudah berapa lama keduanya di Mall ini, berkeliling masuk dan keluar toko-toko bermerk terkenal hanya untuk mencari barang yang dirasa Lauren menyukai nya. Sungguh, Ia benar-benar dibuat speechless dengan sikap Matthias yang dirasanya terlalu berlebihan, bahkan terkesan memaksanya untuk harus belanja."Sebelum pulang, kita makan dulu yuk. Di sini ada Kafe milik teman saya, makanan khas Italia," ajak Matthias seraya menggenggam lagi tangannya. Tadi Ia sudah menyuruh seseorang menyimpan barang belanjaan Lauren di bagasi mobil nya, jadi tidak akan kerepotan.Lauren pun menurut saja mengikuti kemana dirinya akan dibawa lagi. Walaupun memang kencan ini dadakan, tapi Lauren cukup menikmati, apalagi Matthias sangat memanjakan nya. Kafe itu ada di lantai dua, terbilang cukup mewah dengan gaya khas Eropa. Seorang pelayan pun langsung menyiapkan meja
Mereka sudah sampai di depan rumah dari beberapa menit lalu, namun belum ada yang mau turun dan malah asik menyelami pikiran masing-masing. Tidak, lebih tepat nya sedang memikirkan alasan nanti saat bertemu Matthew karena Lauren membawa banyak belanjaan dengan merk terkenal. Suaminya itu pasti akan banyak bertanya."Katakan saja kalau kamu tadi memang sekalian shopping. Lagian kamu juga suka belanja kan? Jadi Matthew gak akan curiga," usul Matthias yang memang terlihat tenang. Sebenarnya sih ingin pamer pada Matthew kalau Ia membelikan hadiah lebih mahal, tapi bukankah akan membuat curiga?Lauren mengangguk paham, lalu keduanya pun baru turun dari mobil dan Matthias membantu juga membawakan belanjaan nya. Untungnya Matthew tidak menyambut lagi di pintu, jadi mereka pun memutuskan berpisah. Tidak lupa, Lauren sempat mengucapkan terima kasih karena hari ini Ia benar-benar serasa dimanjakan.Dengan agak susah payah karena belanjaan di tangannya, Lauren dengan perlahan membuka pintu. Bern
"Jadi gimana Lauren, kamu sudah mengerti kan?" tanya Matthias setelah selesai menjelaskan beberapa hal pada wanita itu. Tetapi karena tidak mendapat tanggapan juga, membuatnya mengangkat pandangan menatap bingung Lauren yang duduk di depan nya. Apa sedang melamun?Matthias lalu mengulurkan tangannya, mengusap tangan Lauren yang berada di atas meja, berhasil membuat nya tersentak dan menatap nya terkejut. "Kamu kenapa Lauren? Kayanya lagi ada yang kamu pikirkan ya? Cerita sama saya." Ia akan senang hati menjadi pendengar, bahkan memberikan bahu untuk menyender.Apa mungkin hal yang dipikirkan Lauren bersangkutan dengan Matthew? Menduga hal itu, membuat Matthias mendengus tanpa sadar merasa cemburu."Enggak papa kok Pak, maaf ya, tapi saya mengerti kok penjelasan anda tadi," jawab Lauren berusaha tersenyum, walau sorot mata bohong nya masih bisa Matthias lihat. "Jangan bohong, pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan kan?" desak Matthias tidak menyerah.Lauren yang menyerah pun menghela