Kejadian se-malam dimana Matthias dan Lauren yang terciduk sedang bermesraan di dapur oleh mbok Tati membuat dua orang itu tidak bisa tenang. Lauren lah yang terlihat jelas, perempuan itu pagi ini jadi banyak diam dengan kepala menunduk. Sedangkan Matthias? Bersikap tenang dan santai, walau di dalam hati ada sedikit was-was."Selamat pagi semuanya, aku pulang!" sapa Matthew dengan suara menggema nya, membuat perhatian semua orang di meja makan teralih pada pria yang baru pulang lagi itu.Matthew terlebih dahulu menghampiri Mama nya yang selalu tersenyum hangat pada nya, menyalami tangan dan mengecup kening nya sayang. "Gimana kabar Mama selama aku gak pulang ke rumah? Baik, kan?" tanya Matthew yang selalu berlagak menjadi anak berbakti."Mama baik kok, sehat juga. Kamu memang sesibuk itu ya sampai gak pulang-pulang? Padahal jarak dari proyek ke rumah juga cuman satu jam." Mama nya sesekali melirik Lauren yang terlihat acuh dan tetap sarapan. Sebenarnya yang Ia pikirkan menantu nya itu
Ada perasaan mengganjal di hati Lauren setelah kejadian tadi di meja makan. Hatinya merasa tidak nyaman saat mertuanya meminta Matthias untuk segera menikah. Apakah Ia cemburu dan merasa tidak rela? Jika pun begitu, berarti Lauren memang sudah jatuh hati pada Kakak Iparnya itu."Lauren, kenapa diam saja dari tadi?" tanya Matthias seraya mengusap telapak tangan wanita itu yang berada di atas pangkuan. Membuat Lauren yang dari tadi menatap keluar kaca mobil pun beralih menjadi kepadanya. "Kalau kamu kepikiran perkataan Mama tadi, jangan dianggap serius, abaikan saja," lanjut nya.Ternyata pria itu sangat peka, membuat Lauren sedikit malu karena perasaannya tidak bisa disembunyikan. Lauren lalu berusaha tersenyum. "Tapi kata Mama ada benar nya juga, sudah waktunya Kakak menikah," ucap nya dengan tidak ikhlas."Ya sudah kalau begitu, jadi kapan kamu mau menikah dengan saya?"Kedua bola mata Lauren terbelak mendengar itu, Ia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri sanking salah tingkah nya
Dengan terpaksa Matthias pun melepaskan bibir nya dari Lauren, terlihat benang saliva keduanya yang tertaut menandakan sudah lama mereka berciuman. Dengan malas, mereka pun melirik ke arah pintu, dimana Matthew yang berdiri di sana dengan ekspresi wajah garang nya. "Dasar tidak sopan, sudah berapa kali kan saya bilang jika di kantor harus bersikap profesional!" ujar Matthias dengan suara tegas nya. Namun sepertinya perkataannya yang santai itu mampu membuat Matthew semakin menyulut emosi. Dengan langkah tergesa Matthew berjalan mendekati dua orang di sofa itu, bahkan mereka belum berganti posisi sedikit pun membuat nya frustasi karena merasa sedang di permainkan. Matthew lalu menarik tangan Lauren, hingga membuat wanita itu beranjak dari pangkuan Matthias seraya mengeluh kesakitan. "Dasar istri durhaka, apa-apaan kamu Lauren hah?!" cerca Matthew dengan nafas memburu nya. Melihat lipstik merah di bibir istrinya sampai belepotan karena ulah Kakak nya sendiri, membuat dada nya panas.
"Hahaha apa-apaan ini? Sialan, kamu minta cerai dan lebih milih Kak Matthias?!" Matthew memang tertawa keras, tapi dari nada nya terdengar pilu bercampur amarah. Ia tidak pernah terbayang akan digugat cerai oleh istrinya. Tatapan Lauren memicing tidak suka dengan sahutan Matthew, dengan memberanikan diri Ia menggenggam sebelah tangan Matthias. "Memangnya kenapa? Kak Matthias lebih baik dari kamu. Kamu tahu? Selama kamu selingkuh, dia yang selalu temani aku dan hibur aku," ucap nya yang pasti semakin memancing emosi suaminya. Biarlah Lauren dianggap wanita murahan karena Ia pun sama selingkuh, soal perasaannya ini tidak bohong jika Ia memang lebih nyaman bersama Matthias. Memang hubungannya dengan Matthew sudah berantakan, tidak akan bisa diperbaiki. "Enggak Lauren, aku gak mau kita cerai!" tolak Matthew tegas. Dengan sigap pria itu mendekat lalu menarik Lauren hingga tautan tangan nya dengan Matthias pun terlepas. Dadanya dibuat panas melihat kontak fisik dua orang itu. "Kita bicar
"Bukan tanpa alasan aku minta berpisah dengan Matthew, dia selama ini ada hubungan gelap dengan sekertaris nya. Dan Mama tahu? Hal yang paling buat aku kecewa adalah selingkuhannya itu sampai sempat hamil. Aku--" Suara Lauren tercekat, tidak mampu lagi berkata sanking terlalu sakit. Merasakan usapan di puncak kepalanya, membuat nya kembali menatap Mama mertuanya. Senyuman tipis di bibir wanita tua itu membuat nya sedikit tenang, walau begitu tatapan sendu yang diberikan untuk nya membuat perasaan Lauren campur aduk. Ia tahu Mama mertuanya pasti sedih mengetahui hal ini. "Enggak Mah, Lauren bohong. Aku.. Oke aku ngaku emang selingkuh dengan Anne, tapi aku akan putuskan dia sekarang dan gak akan pernah lagi berhubungan dengan dia," suara Matthew di belakang kembali terdengar, tidak ada lelah nya untuk membela diri. "Aku gak mau cerai Lauren, tolong kasih aku kesempatan!"Perhatian Alisya yang dari tadi hanya terfokus pada menantunya, kini beralih pada putra bungsu nya. Tatapan nya yan
Keputusan Lauren tetap bulat untuk berpisah dengan Matthew, tentu saja laki-laki yang akan menjadi mantan suaminya itu dalam waktu sebentar lagi mengamuk protes tidak setuju. Untungnya ada Matthias yang melerai, pria itu bahkan tidak segan memukul adiknya sendiri yang berusaha menyentuh Lauren. "Kakak jangan ikut campur!" sentak Matthew yang lama-lama kesal karena Kakak nya itu terus menghalangi nya dan menahan nya. Sebelah sudut bibir Matthias terlihat naik. "Sekarang Kakak bisa ikut campur karena kamu dan Lauren bukan siapa-siapa lagi. Kakak pastikan sidang perceraian kalian akan di percepat, supaya Kakak bisa secepat nya milikin Lauren sendiri," sahut nya dengan wajah kepuasan. Setelah mengatakan itu, tanpa merasa kasihan Matthias mendorong Matthew cukup kuat hingga membuat nya jatuh terduduk di lantai. Matthias lalu menaiki tangga, tujuannya sekarang menemui Lauren yang pasti berada di kamar pribadi nya. Pintu kamar nya sedikit terbuka, membuat nya mengintip sejenak untuk memas
"Silahkan masuk, Nona," kata Matthias setelah membukakan pintu apartemen nya. Lauren hanya memberikan senyuman tipis pada pria itu, hatinya dibuat semakin membaik melihat sikap Matthias yang dari tadi memperlakukannya dengan baik.Siapa perempuan yang tidak baper coba?Saat lampu apartemen di nyalakan, membuat Lauren pun bisa melihat jelas suasana di sana. Apartemen nya seperti dugaannya, luas dan mewah. Tentu saja karena gedung ini menjadi salah satu tempat termahal di Jakarta, bagi Matthias yang seorang CEO harga nya pasti tidak lah seberapa."Anggap saja apartemen ini sekarang jadi milik kamu, kamu bisa lakuin apapun di sini," kata Matthias setelah menyimpan koper di kamar utama. Ia lalu menjelaskan beberapa hal dan mengenalkan juga ruangan-ruangan, khawatir Lauren tidak tahu. "Sayangnya gak ada stok makanan di kulkas, besok aku akan minta seseorang belanja."Kepala Lauren menggeleng menolak. "Enggak papa, biar aku sendiri aja yang belanja. Aku mau bilang makasih banyak untuk semua
Saat Lauren sedang bersih-bersih apartemen, perhatiannya teralih ke arah pintu mendengar suara kode di tekan beberapa kali menandakan ada yang masuk. Benar saja, tidak lama seseorang itu masuk seraya menunjukkan kresek belanjaan nya tinggi. Lauren pun memutuskan menghentikan dahulu kegiatannya dan menghampiri Matthias. "Loh sudah bersih lagi aja apartemen nya, apa kamu yang bersihin dari tadi pagi?" tanya Matthias memperhatikan sekitar yang dulu menjadi tempat tinggal nya. Ingat sekali kemarin masih berdebu walau tidak se-kotor itu juga, sanking jarang nya Ia tempati. "Hehe iya, habisnya aku bosen rebahan terus, kan mending bersih-bersih biar nyaman," jawab Lauren dengan senyuman cerah nya. Matthias lalu memperhatikan penampilan wanita itu dalam diam. Buliran keringat terlihat di kening Lauren, menandakan lelah nya telah bekerja seharian. Pandangannya lalu turun lagi dan malah berlama-lama di dada atas Lauren yang terbuka karena menggunakan kaos cukup rendah. Tangannya gatal sekali