Sudah seminggu sejak Selena keluar dari rumah sakit. Dia benar-benar menepati janji untuk tidak keluar rumah secara diam-diam. Selama seminggu ini Selena habiskan hanya untuk berdiam diri di kamar, atau duduk di kursi yang terdapat di balkon kamar sambil menatap langit dan menikmati embusan angin yang menerpa.Seperti sore ini. Selena sedang duduk dengan kedua kaki di atas kursi, dia sedang memangku seekor anjing berjenis Corgi yang memiliki bulu coklat muda sedikit putih di bagian dada. Selena menatap senja yang berwarna jingga, satu tangan terus mengusap kepala hingga badan anjing kecil yang ada dipangkuannya itu.“Lexi, apa aku harus merasa sehampa ini?” Selena bicara dengan anjing kecilnya yang memang diberi nama Lexi. Anjing itu sudah menemaninya sejak dua tahun lalu, anjing itu adalah hadiah ulang tahun terakhir dari Alex, karena setelah meninggalnya Nathan, Selena tidak pernah mau merayakan atau menerima hadiah dihari ulangtahunnya.Anjing kecil itu hanya mengeluarkan suara kec
Archie duduk di ruang keluarga sambil bermain ponsel, sedangkan Sean dan Claira menyaksikan berita yang sedang ditayangkan salah satu channel berita.“Kenapa kakakmu belum pulang?” tanya Claira menoleh Archie yang sedang duduk bermain ponsel.“Biasa, sedang membujuk Princess biar tidak marah,” jawab Archie santai. Tatapannya terus tertuju pada layar ponsel.Alex memang menginap di rumah Sean selama Archie tidak keluar kota atau negeri. Claira memang menginginkan mereka berkumpul jika Archie tidak dinas jauh.“Memangnya kenapa Selena marah ke kakakmu?” tanya Claira penasaran.“Tidak tahu,” jawab Archie. “Lagian, Alex sendiri yang selalu bersikap dingin kepada Selena. Kalau sekarang dia marah, bukankah wajar,” imbuh Archie. Dia menurunkan ponsel yang dipegang dan memandang ibunya.Claira menghela napas pelan, sifat putranya memang seperti itu. Sifat dingin Sean menurun ke Alex, sedang
Archie pergi ke tempat Selena di hari berikutnya. Dia masih tidak percaya jika Selena setuju menerima perjodohan yang selama ini ditentang. Mobil Archie sudah sampai di halaman rumah Selena, dia langsung turun dan berjalan menuju pintu utama rumah besar itu.“Sore Bibi!” sapa Archie saat melihat Evelia di ruang tamu.Evelia langsung menoleh saat mendengar suara Archie, hingga wanita paruh baya itu tersenyum lebar saat melihat kedatangan putra temannya itu.“Sore Archie, mau ketemu Selena?” tanya Evelia langsung berdiri untuk menyambut pria itu.“Ya,” jawab pria itu. “Apa dia di kamar?” tanya Archie sopan.“Ya, dia di kamar. Memangnya dia bisa ke mana lagi,” jawab Evelia dengan nada candaan.Archie tertawa kecil menanggapi jawaban candaan Evelia, kemudian meminta izin untuk naik ke atas.Di kamar. Selena duduk di balkon seperti biasa, tapi kali ini dia berharap pria virus yang
Langit sudah berubah gelap, rembulan yang belum terbentuk sempurna sudah tampak bertahta, ditemani bintang yang bertaburan dan menambah keindahannya.Archie melajukan mobil meninggalkan kediaman Lukas. Dia harus bersiap pergi ke kota kecil di belahan dunia sana untuk mengecek persiapan pembangunan gudang senjata milik keluarga mereka.Ponsel pria itu berdering, Archie merogoh ponsel yang berada di saku jas, kemudian melihat siapa yang menghubungi sambil menyetir. Dia melihat nama Alex terpampang di sana, sesegera mungkin menjawab panggilan dari sang kakak.“Kamu di mana?” tanya Alex dari seberang panggilan.“Masih di jalan dalam perjalanan pulang,” jawab Archie yang memacu mobil dengan kecepatan sedang.“Hm … apa kamu besok jadi berangkat?” tanya Alex dari seberang panggilan lagi.“Ya, Hubert sudah memesan tiketnya,” jawab Archie.“Tapi kamu akan pulang saat pertunangan Sele
Alex bersama kedua orangtuanya tampak berjalan tergesa-gesa menuju ruang UGD. Claira begitu panik dan cemas saat Alex mengatakan jika Archie mengalami kecelakan, membuat wanita paruh baya itu hampir pingsan karena syok.Kini mereka sudah berada di UGD dan Alex langsung bertanya ke bagian informasi. Claira sendiri berdiri menunggu Alex dengan terus menggenggam tangan sang suami.“Bagaimana kalau kondisi Archie buruk?” tanya Claira tanpa memandang suaminya, tapi tatapan wanita itu terus tertuju kepada Alex yang sedang bicara dengan perawat.Sean mengusap punggung Claira dengan tangan yang tidak digenggam sang istri, mencoba menenangkan agar wanita itu tidak terlalu cemas.“Archie pasti baik-baik saja,” jawab Sean yang mencoba bersikap tenang meski hatinya pun dirundung rasa takut.Alex baru saja selesai bicara dengan perawat, kemudian berjalan menghampiri kedua orangtuanya.“Archie masih ada di ruang perawatan, do
Sean mengajak Alex keluar dari ruang inap Archie setelah putranya itu membuat keputusan.“Apa kamu yakin akan pergi?” tanya Sean setengah tak percaya.“Tentu, kenapa Daddy sangat takut?” tanya Alex balik.“Entahlah.” Sean sendiri merasa bingung, kenapa dirinya seolah tidak bisa membiarkan Alex pergi beberapa hari.Alex melihat kebimbangan di tatapan ayahnya itu, tapi kemudian mencoba untuk meyakinkan jika semua akan berjalan dengan lancar.“Aku hanya butuh
Sheena tampak duduk di atas bukit, ditemani Whalle yang juga duduk di sebelahnya. Ditatapnya hutan tempatnya mencari buah yang sebentar lagi akan diratakan, pepohonan yang asri dan tumbuh subur di sana akan menjadi beton dan tembok yang menjulang tinggi.“Ini sangat tidak adil,” keluh Sheena.Gadis itu menoleh Whalle, memandang kudanya yang tentu hanya diam karena tidak paham dengan perasaan Sheena sekarang.“Kenapa orang-orang kaya itu seenaknya menghancurkan apa yang tumbuh di alam? Apa karena mereka memiliki uang sehingga bisa melakukannya?”Sheena bicara sendiri dan menganggap Whalle mendengarkannya. Ditatapnya lagi hutan itu dengan suara helaan napas kasar. Hingga bola matanya melihat mesin-mesin besar seperti buldozer, eskavator dan yang lainnya berjalan di jalan raya hingga kemudian masuk ke hutan.“Mereka benar-benar akan menghancurkan hutan itu?” Seakan tak rela, Sheena kemudian bangkit dari posisi duduk
Alex pergi dari lokasi pembukaan lahan setelah semuanya selesai diurus. Dirinya harus segera bertolak ke bandara, agar bisa segera pulang karena ada pertunangan yang harus dihadirinya. Pria itu mengendarai mobil melewati jembatan yang di bawahnya terdapat sungai besar yang mengalir deras. Tiba-tiba ada mobil yang menyalipnya dan melaju tepat di mobil Alex. Hingga ada mobil lain yang juga melaju di sisinya. Alex merasa ada keanehan dengan dua mobil itu. Dia menginjak rem agar bisa menghindari dua mobil itu, tapi siapa sangka jika ada mobil lain juga yang kini melaju di belakangnya, membuat Alex tidak bisa ke mana-mana. “Sial! Apa mereka sengaja?” Alex terus mengamati mobil yang ada di depan dan sampingnya, kedua mobil itu seperti sengaja berjalan sedikit lambat. Tepat saat mobil Alex berada di tengah jembatan, mobil di depannya tiba-tiba menghentikan laju secara mendadak, membuat Alex terkejut dan menginjak pedal rem dalam-dalam. Saat bersamaan pula, jendela kaca mobil di sampingnya