Savanah terperangah.Wajah bingungnya tampak lucu.Storm melihat wajahnya, menahan tawa, lalu lekas menatap jalanan di depannya.“Kursi tadi bukan kejutan yang kau maksud?” tanya Savanah lagi lewat suara ponselnya.“Iya. Masa aku memberimu kejutan kursi roda?” sahut Storm enteng.Awal-awalnya, Storm sendiri merasa aneh berbicara pada Savanah yang suaranya berupa suara ponsel yang datar. Apapun yang dikatakan Savanah, semua jadi terdengar datar karena suara AI yang monoton.Tapi sekarang, dia mulai terbiasa.“Tapi bagiku kursi roda itu saja sudah mengejutkanku, Storm. Lagipula kau juga sudah membeli oven baru untukku. Padahal kita bisa tinggal mengambil yang ada di rumah ibuku.”“Jangan lah. Yang di rumah ibumu biarkan saja. Tidak enak rasanya membawa keluar barang dari sana ke rumah kita. Biarkan saja yang di sana. Siapa tahu juga kau suatu saat membuatkan ibu dan ayahmu kue.”Savanah mengangguk. Itu masuk akal. Lagipula, ibunya pun terkadang suka membuat kue. Dengan oven dan berbagai
Savanah membelalak menatap yang terpampang di hadapannya.Di pekarangan belakang, yang biasanya kosong melompong, kini terparkir sebuah mobil dengan warna hitam mengkilat.Mobil? Mobil!Savanah sungguh tak mempercayai penglihatannya.Bahkan ketika dia memperhatikan lebih detil lagi, Savanah bisa melihat merk ternama mobil itu.Rolls Royce Ghost!What? Bagaimana bisa?Savanah sampai membelalak lebar dan menatap ke arah Storm. Dia ingin berteriak, bagaimana bisa? Namun suaranya tak mampu keluar.“Terkejut, bukan?” tanya Storm sambil menatap Savanah yang masih melongo. Lalu kedua bahunya mengedik cuek, “Yaaa ... namanya juga kejutan!”Savanah sendiri untuk sejenak, otaknya seperti linglung.Dia tak habis pikir, bagaimana bisa Storm memberinya sebuah mobil bermerk Rolls Royce? Bahkan jika Storm memberikannya mobil Ford standar biasa pun Savanah masih akan terkejut dan tak percaya rasanya.“Tapi ... kau membeli ini?” tanya Savanah pada akhirnya setelah dia terlalu linglung dengan pikiranny
Sarapan mereka di pagi hari penuh dengan pikiran di benak masing-masing. Setidaknya itu lah yang dirasakan Savanah.Sedari tadi, ketika sarapannya tiba, Savanah sudah berpikir keras bagaimana caranya agar bisa pergi ke tempat kerjanya tanpa menaiki mobil barunya.Bukan karena dia tidak menyukai mobil itu. Bukan.Savanah sangat menyukai Rolls Royce Ghost pemberian Storm itu. Hanya saja ... jika dia ke tempat kerja dengan mobil itu, bisa dibayangkan bagaimana reaksi rekan kerjanya. Terutama Brianna dan ... Milka!Brianna pastilah menghebohkan satu planet dengan suaranya. Sedangkan Milka? Savanah tak bisa bayangkan bagaimana Milka akan memanas lalu dia memfitnah dengan berbagai macam hal lainnya lagi.“Aku ...” Suara Storm terdengar ketika Savanah mulai mengetik di ponselnya.Begitu pria itu melihat Savanah mengetik, Storm sontak berhenti lalu mempersilakan Savanah meneruskan mengetiknya lewat gerakan tangannya.Tapi Savanah menggeleng dan mendongak serta menatap matanya dengan alis tera
‘Hah!’ Savanah sampai mendengus dalam hatinya mendengar ejekan Milka.Memang setiap mendengar Milka bicara, ingin rasanya dia membawa bukti konkrit. Kalau bisa, saat ini juga dia pulang dan membawa Rolls Royce pemberian Storm ke hadapan Milka. Biar sepupunya itu muntah darah sekalian.Tapi Savanah masih berpikiran jernih. Tidak mungkin dia melakukan itu di saat dia sendiri belum mengetahui dengan jelas darimana Storm bisa membelikannya mobil mewah.Jadi untuk saat ini, Savanah masih memilih diam. Dia melipat dua tangannya di depan dada, lalu berdiri anggun tanpa menatap Milka.Sepupunya itu tak layak mendapatkan tatapan matanya.Setali dua uang, Brianna juga berlaku serupa.Sebenarnya, Brianna ingin membalas Milka, tapi dia sendiri belum mendapatkan konfirmasi apapun dari Savanah.Jadi Brianna masih menahan dirinya dengan membalas seadanya, “Hei, jangan sombong. Belum tentu juga suamimu mampu membelikanmu mobil.”Milka tak terima.“Tentu saja suamiku mampu. Pekerjaan dan jabatannya je
Sore itu, Savanah kembali mengunjungi ayahnya. Seperti sebelumnya, Savanah menyuapi sang ayah lalu makan bersama-sama ibunya. Seperti sebelumnya, hari sudah cukup larut ketika mereka kembali ke rumah.Storm membiarkan Savanah mandi terlebih dahulu, baru kemudian dia yang membersihkan tubuh.Ketika dia selesai mandi dan kembali ke kamar, dilihatnya sang istri duduk di ranjang, bersandar di kepala ranjang, dengan buku di tangan serta sebuah pena dalam genggamannya.Savanah terlihat serius dan berpikir dengan pandangan mata tertuju sepenuhnya ke arah buku.Ini pertama kalinya Storm melihat Savanah seserius ini.Dan mendapati Savanah seperti ini, Storm merasa ada keunikan tersendiri yang terpancar dari wajah cantik Savanah.Aura smart, tegar, dan peduli dalam diri Savanah memancar lebih kuat dan itu menggetarkan hati Storm dengan cara yang berbeda dari biasanya.Entah mengapa pandangan mata Storm tak bisa beralih dari wajah serius Savanah.Tanpa sadar, langkah kakinya begitu pelan menuju l
Savanah tidak bisa mengingat bagaimana dia akhirnya bisa tertidur semalam.Ajakan berkencan dari Storm terlalu mengejutkan, di luar dugaan, tapi di saat bersamaan entah bagaimana Savanah merasa itu manis sekali.Sekalipun mereka menikah karena keadaan terjepit, tapi biar bagaimana pun mereka sudah suami istri. Jika Storm ingin meminta haknya sebagai suami, dia berhak secara sah.Tapi kenyataannya, Storm tidak pernah memaksa, bahkan meminta. Yang dimintanya malahan berkencan.Bukankah berkencan merupakan tahapan pertama penjajakan?Ini yang membuat Savanah merasa sikap Storm teramat manis.Ini juga yang membuatnya tersenyum-senyum sendiri sambil meminum teh hijaunya pagi ini.Roti bakar ala Storm tersedia di hadapannya. Roti bakar yang di dalamnya diselipkan satu telur mata sapi, lalu irisan tomat, serta dua lembar sayur selada rebus.Perpaduan isi roti bakar ala Storm ini cukup aneh bagi Savanah. Tapi Savanah tidak pernah memrotesnya. Apalagi menurut Savanah, manu buatan Storm sangat
Savanah mendelik Brianna. Lalu dia teringat akan ide dan ulasan dari Storm. Tidak mau kalah, Savanah menggerakkan jarinya.“Apa? Kau yang akan menang? Ahhahaha! Tidak mungkin, Sav! Kulihat kau belum ada persiapan! Kita lihat saja besok, Sav!”Brianna benar-benar yakin kali ini dan terlihat ambisi di manik matanya.Di saat sedang tertawa senang melihat keterkejutan Savanah mengetahui dia memesan susu kambing Saanen, Milka dan tiga pengikutnya tiba-tiba mendekati meja makan mereka dengan wajah angkuh.“Jangan senang dulu! Kalian akan kalah. Aku yang akan menang!”“Silakan bermimpi terus, huh!” seru Brianna kesal sambil mengajak Savanah meninggalkan meja makan mereka. Lagipula, mereka telah selesai makan siang.Saat sore tiba, Milka dan tiga pengikutnya berkumpul bersama sementara rekan lainnya bersiap pulang.Mereka masih terlibat pembicaraan serius.“Kalian tidak pulang?” tanya sal
Malam itu, Savanah bergerak cepat. Segala rasa penasarannya terhadap Storm dipendingnya terlebih dahulu. Saat ini adalah saat untuk menguji coba resep buatannya.Dengan berbagai bahan yang baru dibeli tadi, Savanah membuat desserts untuk besok.Storm menemani dengan duduk tak jauh dari sana, sembari melihat-lihat ponselnya.Savanah baru selesai ketika jarum jam menyentuh angka tengah malam.“Akhirnya selesai. Kau mau menyicipinya?” tanyanya lewat suara ponsel.Storm mengangkat kepalanya lalu menatap ke arah nampan.“Baiklah.”Dia mengambil satu potong dan memakannya. Lelehan cream tiramisu saat menyentuh lidahnya membuat Storm memejamkan mata dan berdecak lezat.“Ini lezat sekali.”“Manisnya pas?”Storm menggerakkan jarinya lalu berseru, “Perfecto!”“Yang lainnya?”“Ini lezat. Crunchy di luar, lembut dan ... yang paling aku suka adalah isiannya yang melted. Apalagi varian rasa ini ... tiramisu. Aku suka rasa kopi di kue ini.”Savanah tersenyum meski wajahnya sudah terlihat lelah.Denga