Share

06 - Mulai Posesif

Feli masih tidak percaya, bahwa hanya dalam hitungan detik, kini dirinya sudah memiliki status yang berbeda, yakni istri sah dari seorang Nathen Shawn Wilson.

Hari di mana seharusnya Vivian yang menikah, dirinya terpaksa menjadi pengantin pengganti untuk paman angkatnya sendiri itu tak terelakan lagi.

Acara pernikahan sudah terampungkan. Kini gadis yang sudah menjelma menjadi seorang wanita itu tengah berdiri tepat di samping Nathen yang sibuk berbincang bersama rekan bisnisnya yang datang, menghandiri undangan.

Sudah merasa cukup lelah sekali sebenarnya, ingin mengeluh, tapi tidak bisa. Sebab harus terus bersandiwara di hadapan khalayak agar terlihat seperti pasangan pengantin baru yang bahagia. Dan hal itu, nyatanya sama sekali tidak mudah dan cukup menguras banyak tenaga.

Diwajibkan menebar senyum hangat pada setiap tamu yang datang menghampiri untuk berbincang, atau sekadar memberi selamat, Feli mati-matian menahan rasa lelah bercampur sesak.

Embusan napas kasar mencelos dari mulut wanita muda cantik itu, kala rekan bisnis Nathen akhirnya pergi dari hadapan, meninggalkan dirinya dan sang suami.

Nathen yang mendengar hal itu bergegas menoleh, menatap Feli yang tengah mencebikan bibir dengan tatapan gemas, ia tersenyum simpul. "Lelah ya?"

Feli yang menundukan pandangan, seketika menengadah. Wanita cantik itu terkekeh sinis. "Tidak. Aku sama sekali tidak merasa lelah sedikitpun, Paman," sarkasnya, diakhiri dengan tatapan mata yang agak memicing, serta air muka yang berubah masam.

Terkekeh gemas, Nathen menepuk pelan puncak kepala Feli, beberapa kali. "Bersabarlah. Sebentar lagi kita bisa beristirahat."

Feli mendengkus, lantas meluruskan pandangan, memutuskan kontak mata dengan Nathen. Bibir kecilnya hampir kembali mencebik, jika saja netra lelahnya tidak berhasil menangkap tiga pria tampan yang kala itu tengah berjalan ke arah di mana dirinya dan Nathen sedang berdiri.

Buru-buru mengganti air muka yang masih tampak masam, Feli memaksakan bingkai birainya untuk merenggang, mengulas senyum ramah, sebagai tanda penyambutan.

"Bro!" Salah satu dari tiga pria tampan itu menyeru dengan antusias sembari tersenyum senang dan menepuk bahu sebelah kanan Nathen, begitu ia dan dua rekannya menghentikan langkah.

Feli dan Nathen sama-sama meluruskan pandangan, menatap tiga pria tampan yang kini berdiri tepat di hadapan.

"Selamat untuk pernikahan kalian, Nathen, Feli." Hayden - sahabat dekat sekaligus rekan bisnis Nathen membuka pembicaraan terlebih dahulu.

Nathen dan Feli saling bertukar pandang sekilas, lantas melempar senyum pada Hayden. "Terima kasih," ucap Nathen.

"Paman memberi kado pernikahan yang bagus kan, untukku?" celetuk Feli.

Hayden terkekeh sambil menundukan pandangannya sekilas. Melirik Nathen, ia lalu memokuskan atensi ke arah Feli dan tersenyum manis. "Tentu saja, Cantik."

Nathen menatap Feli, lalu menggeleng samar. Di bibirnya terpeta senyum simpul pertanda gemas, sedang tatapannya menyiratkan banyak arti.

Senyuman yang kali ini tampak begitu tulus, menyembul di bibir Feli. "Terima kasih, Paman. Aku akan mengeceknya nanti. Jika sampai kado dari Paman tidak cukup bagus bagiku, aku akan meminta lagi," tegasnya, menyelipkan sedikit kesan jenaka.

Hayden terkekeh. "Tentu." Mengangguk, ia mengambil satu langkah kecil untuk mendekat ke arah Feli, lantas mengulurkan satu tangan, sampai telapaknya mendarat lembut di puncak kepala wanita muda itu, memberinya usapan sayang. "Kau boleh meminta apapun dariku."

"Tolong jaga tanganmu!" titah Nathen sembari gegas menepis tangan Hayden. "Jangan menyentuh istri orang sembarangan," imbuhnya.

Hayden menoleh ke arah Nathen, ia melempar senyum miring sembari menatap sahabat tampannya itu dengan tatapan sinis. "Mulai menunjukan sikap posesif, ha?" ledeknya.

"Kalian perlu ku bookingkan ring tinju, agar bisa berkelahi dengan puas dan lebih leluasa?" Andrew - sahabat Nathen dan juga Hayden menimpali dengan nada sarkastik.

Nathen, Hayden, Feli serta satu pria lainnya kompak mengalihkan atensi mereka, menoleh ke arah Andrew yang seketika melempar senyum lugu sembari menebarkan pandangan.

"Aku akan menyumbangkan waktuku, agar kalian bisa lebih puas berkelahi, nanti," celetuk Feli lagi sambil menatap Hayden dan Nathen secara bergantian dengan tatapan lugu.

Saat empat pasang mata milik empat pria yang ada di hadapan mengalihkan pandangan, memokuskan atensi ke arahnya, Feli terkekeh kikuk dan mengerjapkan pelupuk matanya beberapa kali.

"Apa maksud dari perkataanmu itu, Manis?" Noah - yang sedari tadi hanya diam, memperhatikan apa yang terjadi di hadapan, akhirnya angkat suara.

Merasakan atmosfer yang mengelilingi mendadak jadi agak serius, Feli menelan ludah dengan sedikit kepayahan. "Ya ... siapa tahu, Paman Hayden dan Paman Nathen ingin berkelahi dengan durasi yang agak lama, jadi aku akan menyerahkan waktuku malam ini pada mereka."

"Maksudmu ... kau akan membiarkan Hayden menggantikan posisimu sebagai pengantin baru, malam ini?" tanya Andrew.

Feli mengangguk dengan begitu lugunya. "Ya. Apa tidak boleh?"

"Tentu saja tidak boleh!" tegas Nathen, membuat Feli agak terkesiap, juga seketika memokuskan seluruh atensi ke arahnya.

Nathen berdehem. Melirik Hayden dan dua sahabatnya yang lain, serta Feli yang sedang menatap dirinya, ia mendengkus. "Aku lebih tertarik untuk berkelahi dengan istriku di atas tempat tidur semalaman nanti, daripada harus berkelahi dengan Hayden," imbuhnya.

Hayden, Noah dan Andrew yang jelas amat sangat mengerti maksud dari perkataan Nathen, saling bertukar pandang sambil tersenyum, bersandiwara seakan sedang tersipu.

Mencolek satu sama lain dengan gelagat gemulai yang tentu saja sengaja dibuat-buat dalam rangka menggoda sang sahabat, tiga serangkai itu lakukan tanpa ragu.

"Aku juga ingin ikut berkelahi di atas tempat tidur," cicit Noah.

Sementara empat pria tampan di hadapan sibuk bergurau, Feli yang sama sekali tidak menangkap jelas maksud dari perkataan Nathen, hanya bisa melongo sambil menatap mereka, keheranan. "Paman sungguh akan mengajakku berkelahi nanti malam?" celetuknya, bertanya dengan begitu lugu.

Air muka wanita cantik itu tampak begitu polos, disertai dengan tatapan yang terlihat menggemaskan, ayalnya seekor anak anjing.

Serempak, Nathen dan ketiga sahabatnya menoleh ke arah Feli.

"Tentu saja!" timpal Andrew begitu bersemangat. Ia lantas sedikit memiringkan tubuh, mendekatkan diri ke arah Feli. "Tapi cara berkelahi khusus untuk pengantin baru," bisiknya.

"Memangnya, setiap pengantin baru, harus berkelahi ya?" Felicia menatap empat pria tampan di hadapannya secara bergantian.

"Hemmmm. Setiap pengantin baru, memang harus berke-" "tutup mulutmu!" Nathen tidak mengijinkan Andrew merampungkan perkataan, ia menampar pelan mulut sahabatnya itu, seketika membuatnya bungkam.

Memokuskan pandangan ke arah Feli, Nathen tersenyum manis. "Jangan khiraukan perkataan mereka, karena otakmu tidak akan bisa mencernanya."

Feli memicingkan mata, menatap Nathen dengan tatapan sebal. Wanita cantik itu mendengkus, lantas mencebikan bibirnya, kesal. "Paman menyebalkan!"

Alih-alih merespon rengekan Feli dengan serius, Nathen malah tersenyum manis. "Selagi aku berbincang dengan tiga cecunguk ini, kau bisa pergi menemui sahabatmu, yang sepertinya sedari tadi sudah menunggu."

Air muka Feli yang semula tampak agak masam, seketika terlihat penuh semangat. Tersenyum senang, setelah mendengar perkataan Nathen, Feli mengedarkan pandangan. "Sahabatku? Di mana?"

"Itu, di meja dekat area masuk."

Senyum yang memeta di bibir Feli semakin merekah indah, saat netra teduhnya berhasil menangkap sosok dua gadis cantik yang tengah menatap ke arahnya. "Kalau begitu, aku pergi dulu, Paman!"

Begitu bersemangat, tanpa menoleh lagi ke arah Nathen dan ketiga sahabat tampan suaminya itu, Feli beringsut meninggalkan mereka.

Berjalan agak tergesa, wanita cantik itu menyingkab gaun panjang yang sedikit mengganggu kakinya.

Nathen yang memperhatikan setiap gerik yang dilakukan sang istri, hanya menggeleng tak habis pikir sambil tersenyum. "Hati-hati. Jangan sampai kau jatuh!"

Tidak dikhiraukan sama sekali, perkataan berisi peringatan yang Nathen lontarkan bak hanyalah sebuah angin lalu bagi Feli.

Nathen berdecih pelan. "Gadis nakal ini."

Andrew terkekeh gemas setelah memperhatikan tingkah kekanakan yang Feli tunjukan. Menundukan pandangan sebentar, ia lantas menengadah, menatap Nathen dengan tatapan sendu yang cukup sulit diartikan. "Kau sudah memberitahu Feli?"

Nathen, Noah dan Hayden, serempak mengalihkan pandangan mereka yang semula tertuju ke arah di mana sosok Feli berlalu. Ketiganya menoleh ke arah Andrew.

Permukaan kening Nathen mengkerut samar, bersamaan dengan matanya yang memicing, sampai membuat kedua alisnya yang bersebrangan, jadi hampir bertaut. "Memberitahunya soal apa?"

Menatap Noah dan Hayden secara bergantian, Andrew membuang napas kasar sebelum memokuskan pandangannya lagi ke arah Nathen. "Tentang Vivian dan juga Davian."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status