“Aku sudah selesai.” Christian mengelap bibirnya dengan kain yang tersedia.Christian melihat ke arah Alexandra yang hanya diam dan menatapnya penuh keraguan.“Ada yang ingin kamu katakan?” tanya Christian.Alexandra menggeleng lemah, tidak mungkin dia mengatakan jika ingin Christian berada di rumah saja untuk menemaninya. Karena pasti banyak pekerjaan yang sudah menanti, apalagi ini adalah awal minggu.“Tidak, aku hanya ingin mengatakan, semangat untuk hari, Sayang,” ujar Alexandra.“Terima kasih, Sayang. Maafkan aku, tapi aku harus segera berangkat, hubungi saja jika ada yang kamu butuhkan,” kata Christian. Kemudian mendaratkan kecupan di pipi kanan dan kiri Alexandra.“Ah, iya Sayang. Hati-hati di jalan.” Pada akhirnya Alexandra harus merelakan kepergian Christian.Alexandra kembali duduk di kursi sembari memandangi meja makan yang masih ada beberapa makanan yang tersisa dan tak tersenyum.Alexandra tersenyum kemudian mencari keberadaan Lisa.“Lisa, apa kamu sudah sarapan?”“Sudah
Alexandra mengambil benda pipih itu dari tasnya. Di layar datar itu muncul nama Harry–ayahnya–melakukan panggilan.“Papa.” Senyum terkembang dari bibir Alexandra.“Halo, Papa!”“Halo, Alexa. Bagaimana keadaanmu? Papa dengar kamu baru saja mengalami insiden yang tak terduga. Apa kamu baik-baik saja?”Terdengar nada bicara Harry sangat khawatir.“Aku baik-baik saja, Papa. Aku juga sudah berkuliah, Papa tak perlu khawatir.”Entah dari mana ayahnya itu tahu tentang kejadian yang dialaminya, tapi Alexandra merasa bahagia mendapat perhatian dari sang ayah.“Bagaimana keadaan Papa sendiri?”“Papa baik-baik saja, Alexa. Hanya saja–,” Harry menjeda kalimatnya.“Hanya saja apa, Pa?”“Ibumu keadaannya semakin memburuk, beberapa waktu lalu sempat drop. Tapi sekarang sudah kembali membaik.”Alexandra hampir lupa dengan kondisi Astari, dia juga sudah lama tidak mengunjungi wanita yang sudah hidup dengannya selama belasan tahun itu.“Syukurlah, semoga keadaan ibu akan segera membaik, Pa. Maafkan Ale
Alexandra mengernyitkan keningnya, Christian terlihat sangat serius.“Apa itu?” tanya Alexandra menjadi penasaran.“Pejamkan matamu!” titah Christian.Dengan hati berdebar Alexandra mengikuti perintah suaminya, menutup mata.“Jangan coba-coba mengintip!” titah Christian lagi.“Iya, aku tidak akan mengintip. Tapi aku sangat penasaran, kenapa aku harus memejamkan mata?”Christian diam mengambil sebuah kotak beludru dari saku celananya, membuka isi kotak tersebut dan mengambil isinya. Sambil tersenyum Christian berjalan ke belakang kursi Alexandra, merapikan rambut panjang itu lebih dulu dan menyibakkan ke samping. Kemudian memasangkan sebuah kalung polos dengan bandul berinisial A ke leher Alexandra. Christian tahu Alexandra tak menyukai sesuatu yang berlebihan dan mencolok oleh sebab itu dia memilih kalung dengan model sederhana namun elegan.Kalung itu tampak seperti kalung emas putih pada umumnya jika bukan ahli perhiasan tak akan tahu jika kalung itu harganya cukup fantastis.“Buk
Waktu begitu cepat berlalu, hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Alexandra sedang bersiap-siap, di minggu tenang ini dia akan menginap di rumah keluarga Davendra selama tiga hari.Seperti yang sudah dikatakan oleh Christian, Alexandra akan ditemani oleh Anna dan Lisa.Alexandra dan Anna sedang mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke rumah sang ayah.“Senangnya, ternyata Nona masih punya seorang ayah. Aku sangat merindukan sosok ayah,” ujar Lisa saat membantu Alexandra mengemasi barang-barang.Lisa mendadak melankolis ketika mengingat sang ayah.“Apa beliau sudah meninggal, Lisa?”“Iya, Nona. Ayahku meninggal ketika aku masih kecil, beberapa tahun kemudian ibuku menyusul ayahku.” Wajah Lisa seketika murung.“Maafkan aku Lisa, Aku tak bermaksud membuatmu bersedih. Sebenarnya kita tak jauh beda, ibuku juga meninggal saat aku masih kecil. Aku hanya sedikit beruntung, karena ayahku masih hidup walau aku sempat kehilangan sosoknya selama belasan tahun,” ucap Alexandra.Alexandra mem
“Ibu bagaimana kabarmu di sana? Ibu pasti sudah bahagia di sana, Ibu sekarang tak perlu khawatir, Alexa mempunyai pria yang melindungi Alexa. Papa juga sudah kembali melihat ke arah Alexa.”Alexandra tersenyum getir, meski berkata seperti itu dalam hatinya merasa sedih ketika mengingat kontrak pernikahan dengan Christian yang pasti akan berakhir.Alexander menggelengkan kepala, mengusir gundah yang sempat hadir.Alexandra tersenyum, mengingat sedikit kenangan bersama ibunya yang masih tersisa.Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Alexandra. Sebelum membuka pintu Alexandra meletakkan pigura foto sang ibu di tempat semula. Gegas Alexandra membuka pintu kamarnya, melihat siapa yang mengetuk pintu.“Nona, Pak Harry mengajak untuk makan siang bersama,” kata pelayan di rumah itu.“Terima kasih, aku akan segera turun.” Dari pintu yang berbeda, Anna dan Lisa keluar dari kamarnya.Alexandra makan siang bersama Harry Davendra begitu juga dengan Anna dan Lisa.Kedua wanita bawahan Christia
Mungkin Alexandra tidak menyadari jika suaminya memang posesif dan protektif. Selama ini dia hanya menganggap Christian melindunginya karena kepentingan pribadinya. Sebab Alexandra adalah sasaran kelemahan Christian.Tak ingin terus berada di kamar, Alexandra turun ke lantai satu menuju dapur. Dia melihat pelayan yang sudah puluhan tahun ikut dengan keluarga Davendra sedang menyiapkan makanan untuk makan malam.“Biar aku bantu, Bi.”“Iya, Nona.” Wanita paruh baya itu tidak menolak. Keduanya dulu memang sering berkutat di dapur bersama.“Sudah lama kita tidak masak bersama ya Non.” Ujar wanita yang biasa dipanggil Bibi itu.“Iya, Bi. Aku rindu padamu. Pada masakan Bibi juga,” ujar Alexandra.“Bibi juga rindu, Non Alexa. Boleh Bibi peluk sebentar?”Kedua wanita berbeda generasi itu saling berpelukan mencurahkan rindu. Alexandra sudah menganggap bibi itu seperti ibunya sendiri. Bibi selalu ada tatkala Alexandra me
Mentari pagi mulai menyusup melalui sela-sela gorden, Alexandra membuka mata perlahan.Pandangannya langsung tertuju pada wajah tampan suaminya. Alexandra tak melakukan gerakan sedikit pun agar tidak membangunkan pria itu, dia juga bisa nikmati wajah tampan itu dengan sesuka hati.Alexandra teringat kejadian tadi malam, bisa-bisanya dia bereaksi berlebihan seperti itu. Alexandra pun tersenyum.Tidak biasanya Christian tidak bereaksi saat dia terus memandang wajah yang teduh kala tertidur itu.Alexandra perlahan mengangkat tangan suaminya dari atas tubuhnya, lalu turun dari atas ranjang menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci muka.Entah apa yang terjadi, tidak biasanya Christian tidak terusik dengan pergerakan Alexandra.Sampai Alexandra keluar dari kamar mandi Christian masih dengan posisi semula.Alexandra keluar dari kamarnya, sepi tak ada siapa pun. Gegas Alexandra turun ke lantai satu kemudian menuju dapur.
Tentu saja Alexandra mengangguk setuju dan tersenyum. “Aku juga hanya memanggilnya, Pa,” kata Alexandra.Sebenarnya Christian tidak biasa makan sambil mengobrol, karena di dalam keluarganya hal itu tidak diperbolehkan kecuali dalam perjamuan besar seperti makan malam waktu itu.Tapi, setelah sering melakukan hal itu bersama dengan Alexandra, Christian baru menyadari jika menyantap makanan sembari bercengkrama terasa lebih hangat.Kapan lagi waktu untuk keluarga bisa bercengkrama jika bukan saat makan, sebab semua sibuk dengan kesibukan masing-masing, tidak ada waktu berkumpul hanya untuk mengobrol.“Bagaimana dengan perkembangan perusahaan, Papa?” tanya Christian.“Sudah jauh lebih baik, Chris. Terima kasih atas bantuannya.”“Aku tidak melakukan apapun, Papa tak perlu sungkan.”Usai menghabiskan sarapan mereka, masing-masing berpamitan berangkat ke kantor.“Apa nanti malam kamu akan menginap lagi, Tian