Revalina minta putar balik karena ia ingin kembali ke rumahnya untuk memberikan uang lagi pada Windy. "Kembali ke rumahmu dan bertemu dengan perempuan gak tahu malu itu?" tanya Felix. "Adik saya membutuhkan uang untuk biaya sekolahnya," keluh Revalina. "Terus dari tadi kamu ngapain aja di rumah itu?" "Saya udah ngasih uang buat Windy, tapi uangnya diambil sama Kak Siska." Felix tidak mau Revalina buang-buang uang karena pasti setiap kali memberikan uang akan diambil oleh Siska. Felix melarang keras wanita itu untuk ke rumah rumahnya, ia tidak mau berhubungan dengan keluarga itu terutama dengan Siska. "Bagaimanapun juga mereka adalah keluarga saya, Pak." "Anggap saja mereka jauh darimu, selama pernikahan kontra ini masih berlangsung saya tidak mau melihatmu bertemu dengan mereka. Apapun yang terjadi pada mereka, kamu jangan kembali sebelum kontrak ini selesai!" "Tapi, Pak. Bagaimana jika adik saya yang paling kecil tidak sekolah karena gak ada biaya?" "Revalina, ketika kamu su
Sepulang mengerjakan tugas dari rumah teman kuliah, adik Revalina menemui ibunya yang sedang memasak. Ia berdiri tepat di samping wanita itu, gadis tersebut mengatakan kalau Revalina sudah berubah. Revalina yang sekarang bukanlah Revalina yang dulu. "Apa yang kamu bicarakan?" "Di kota, aku ketemu sama Kakak, tapi dia pura-pura gak kenal sama aku." "Mana mungkin kakakmu pake pura-pura gak kenal segala." Sang Ibu tidak percaya. "Aku gak bohong, Bu. Tadi ketemu Kak Revalina di taman sama anaknya Kak Felix, tapi dia gak kenal sama aku." "Kamu salah orang kali, Nak." "Aku gak salah orang, itu jelas-jelas Kak Revalina. Dia udah berubah, Bu. Aku yakin kalau Ibu ketemu sama dia pasti Ibu baru percaya sama ucapanku, karena aku gak pernah mengada-ada. Apa yang aku lihat itu benar, tidak mungkin aku salah orang sedangkan selama ini aku hidup bersama dengannya." "Bukannya Ibu gak percaya sama kamu, Nak. Tapi apa yang kamu bicarakan ini adalah hal yang gak mungkin, Revalina adalah Kakak kam
Suasana pagi menyambut sepasang suami istri yang baru saja menuruni anak tangga secara bersamaan. Felix sengaja merangkul pinggang Revalina untuk menyembunyikan tangannya yang teluka. "Ya ampun kalian ini, masih pagi udah romantis-romantisan aja, bikin Mama iri." Vina mengawali pembicaraan. "Kalau gitu Mama punya suami lagi," usul Felix. "Nggak, Mama udah tua gini ngapain punya suami baru. Mama mau setia aja sama Papamu, gak ada yang bisa menggantikan posisi dia di hati Mama dan Mama yakin gak akan ada laki-laki seperti Papa kamu di dunia ini."Vina terlihat berkaca-kaca di netra Felix, ia ingin merangkul sang Ibu sebagai bentuk kasih sayangnya, tetapi tidak bisa karena pasti Vina akan melihat tangannya. Sejak tadi Felix mencoba menyembunyikan tangannya, tetapi Vina malah mengajaknya untuk sarapan tentu saja tangannya akan terlihat jelas. "Aku udah bawain bekal buat Felix, aku juga makan sama dia di kantor." Revalina menjawab berusaha menolak ajakan Vina secara baik-baik. "Lho ke
Revalina duduk di kursi sedangkan Felix tengah sibuk di kursi kerjanya dengan tangan yang terus bergerak menggunakan komputernya. Gadis itu duduk sambil berpikir, ia merasa suasana kantor tersebut tidaklah aman jika Raisa datang menemui Felix dengan sikapnya yang sangat menonjol seperti layaknya sepasang kekasih yang saling mencintai. Jika apa yang dilakukan Raisa saat membongkar semua rencana yang telah disusun rapi dari awal, terus saja Revalina ada sangkut pautnya yang bisa kapan saja Vina menyeretnya dari rumah itu. Sesekali, gadis itu melihat ke arah suaminya yang masih sibuk. Revalina melangkah mendekati Felix setelah pria itu sempat berhenti dari kesibukannya. Ia terlihat lebih santai dari sebelumnya, sehingga Revalina memberanikan diri berdiri di samping meja kerjanya. "Kenapa?" tanya Felix tiba-tiba sebelum Revalina berkata apapun. "Maaf jika saya lancang, saya hanya menyarankan sebaiknya Mbak Raisa jangan datang ke sini kalaupun dia tetap ingin datang sebaiknya bersikap
Revalina bertemu dengan Santi di ambang pintu pagar rumah mewah milik Vina. Santi menanyakan kondisi Revalina yang tinggal di tempat tersebut, jauh dari keluarga ditambah mertuanya juga terlihat jahat di mata Santi. "Kamu pasti salah sangka, mertuaku itu baik banget. Dia gak pernah memarahiku sedikitpun," bela Revalina. "Tapi waktu di rumah sakit, dia itu tiba-tiba mengusirku padahal aku cuma mau jenguk kamu bukan membunuhmu." Menantunya tetap menutupi sikap Vina yang dilakukan pada Santi. Ia menjelaskan kalau Vina pasti sedang panik karena Revalina sakit, sehingga memarahi Santi tanpa sengaja. Mana mungkin Vina marah-marah pada Santi hanya karena mau menjenguk saja. "Ya mungkin aku yang salah, tapi apakah kamu nyaman tinggal di rumah ini?" tanyanya memastikan. "Apa yang membuatku tidak nyaman tinggal di sini? Aku di rumah ini seperti putrinya sendiri, ada banyak asisten rumah tangga yang mengerjakan tugasnya masing-masing, aku tidak perlu bekerja, aku bisa meminta bantuan pada s
Pagi sekali, Raisa sudah berada di depan pagar rumah Felix. Felix yang baru saja keluar diantarkan oleh Revalina sampai ambang pintu pun terkejut ketika melihat ada sosok kekasih hatinya di sana. Terlihat Raisa melambai-lambai tangannya pada pria tersebut. "Revalina, tolong saya minta kamu mengalihkan security di sana." "Untuk apa? Security tugasnya memang di sana, Pak." Felix berdecak kesal, Revalina selalu tidak memahami perintahnya dengan cepat. Ia menegaskan kalau saat ini ada Raisa datang, Revalina mengerti. Felix menemui kekasihnya, sedangkan Revalina membawakan sarapan untuk security, mengajaknya ke tempat lain. "Kamu ngapain sih ke sini?" tanya Felix tiba-tiba. "Kok kamu malah nanya kagak gitu, rumah ini sebentar lagi bakal jadi rumahku juga, jadi kenapa aku gak boleh datang ke sini?" "Bukannya gak boleh, tapi saat ini belum waktunya kamu berada di sini." "Apa salahnya kalau sekali-kali aku datang ke sini, mungkin ada waktunya juga aku bisa masuk ke rumah ini lagi." "A
Tiba-tiba, Vina menyuruh anak dan menantunya untuk pergi ke kantor. Felix menolak karena biasanya juga Revalina ada di rumah, ia membawanya ketika mau saja dan hari ini tidak ingin pergi bersama dengan wanita itu. Vina tidak mau mendengar alasan apapun dari mereka berdua, pokoknya Revalina harus menemani Felix di kantor. Tanpa bisa menolak, dua insan itu pun mengikuti perintahnya. Felix merasa selalu diatur sang Ibu, itu adalah hal yang tidak diinginkan olehnya. "Lebih baik Bapak turunin saya saja di sini, saya nunggu di taman depan sana saja." "Gak bisa, kamu harus tetap ikut. Saya tidak mau urusannya jadi rumit," tolak Felix. Pria itu merasa ibunya bisa kapan saya memantau lewat kaki tangannya. Akhirnya, Revalina dibawa ke kantor menunggu Felix bekerja. Ia merasa sangat bosan di tempat itu, tidak ada kegiatan apapun yang bisa dilakukan. Revalina menawarkan dirinya barangkali ada yang bisa dibantu olehnya, bukannya berterima kasih justru Felix malah menyepelekannya mana mungkin
Usai pesta selesai, Felix tampak lelah. Ia duduk bersandar di dinding sofa, Revalina baru saja masuk membuat Felix bangkit karena tersadar itu tempat Revalina. Revalina memintanya untuk tetap duduk di sana jika masih ingin duduk, tetapi Felix tidak mau karena seharusnya tidak duduk di tempat yang bukan tempatnya. Ia pindah duduk di bibir ranjangnya, Revalina melangkah mengambil kotak kecil dari tasnya, "Ini kado ulang tahun dari saya untuk Bapak." "Untuk saya?" Revalina mengangguk pelan sambil memberikan benda tersebut lebih dekat, ia merasa tidak nyaman ketika Felix menerima benda tersebut. Revalina tidak percaya diri karena tahu kalau Felix tidak terbiasa mempunyai barang-barang murah. "Boleh saya buka?" tanyanya sambil menimang-nimang benda itu. "Boleh, dibuka saja." Felix mengeluarkan jam tangan dari kota tersebut, jam yang terlihat bagus berwarna hitam. Revalina minta maaf karena ia tidak bisa memberikan barang mewah untuk Felix, apalagi di hari spesialnya seperti ini. "Ba