“Apa kamu sekarang sedang menyindirku? Kamu juga masuk rumah sakit ini karena kelalaianku dalam menjaga istri. Tidak becus, padahal selama ini aku terkenal dengan orang gila yang gila darah. Tetapi istri sendiri malah tak dijaga baik-baik, sampa harus berakhir di sini,” celoteh Avram cukup panjang, meski masih terdengar tak bernada. Lavira melotot mendengar kalimat tersebut. Dia menggeleng cepat tak sependapat dengan Avram. Dia pun merasa bersalah karena kalimatnya Avram seakan merasa tersinggung. “Maaf, Kak. Bukan maksud aku menyinggung, Kakak. Tapi ini semua bukan salah, Kakak. Sedari dulu mereka memang sudah seperti itu kepadaku, melakukan hal semena-mena. Meski tak bersama Kakak pun, mereka pasti tetap akan melakukan hal seperti ini kepadaku. Bukan salah, Kakak,” ucap Lavira merasa tak enak karena Avram seakan tersinggung dengan kalimatnya tadi. Avram menatap Lavira yang baru saja bersuara. Sejujurnya Avram tak tersinggung, dia mengatakan itu karena memang merasa sendiri sebagai
“Kenapa kalian berdua seperti orang tak bersemangat begitu? Wajah pucat, pada sakit?” ucap Fero menatap Siara dan Feria heran.Baru pulang ke mansion di malam hari, dia menemukan ibu dan adiknya di ruangan tamu dengan wajah berbeda-beda. Jika Siara nampak diam dengan wajah tegang dan terlihat berpikir keras. Berbeda dengan Feria yang terlihat cemberut, seakan menahan kesal.“What happen?” sambung Fero sok berbahasa Inggris, padahal aslinya sangat gagu dengan bahasa tersebut.“Cih, tidak usah sok-sok’an berbahasa Inggris, Bang. Nanti orang sahut pakai bahasa yang sama malah linglung,” ejek Feria.Fero menatap Feria dengan wajah santainya. Dia duduk di ruangan tamu dan menatap dua perempuan berbeda usia itu dengan wajah bertanya. “Intinya kalian kenapa?” tanya Fero lagi.“Mereka ga ....”“Feria,” tegur Siara menatap putrinya tajam.Melihat itu Fero merasa heran dan semakin penasaran. Feria pun mendengkus sambil menghentikan niatnya untuk berbicara. Sedari tadi diam dengan rasa kesal, Fe
Avram langsung keluar dari dalam mobil. Dia menahan seorang pengawal yang berniat membukakan pintu mobil untuk sang istri. Sekitar empat hari di rumah sakit, selama itu Avram tak pernah pulang. Dia menemani Lavira di dalam ruangan inap tanpa bergerak sedikit pun dari sana.Sampai sekarang mereka sudah kembali ke mansion. Avram langsung mengambil alih pintu mobil Lavira dan membukakannya untuk sang istri. Lavira tersenyum kikuk kepada Avram yang terlihat begitu memperlakukannya manis akhir-akhir ini. Entah dapat pengetahuan dan pembelajaran dari mana, sampai Avram begitu terlihat pro dalam memanjakan istri.Rino, pria itu ada pelakunya. Lebih tepatnya guru dari pada guru untuk seorang Avram Dakasa. Terbukti, sekarang Rino sedang tersenyum senang melihat sang atasan membuka pintu untuk Lavira. “Yah, setidaknya hasil kerja lemburku untuk mengumpulkan artikel hubungan romantis itu tak sia-sia. Dia semakin hari ada kemajuan, meski ... wajahnya masih datar bak tembok,” ucap Rino di dalam ha
Farhan bergerak cepat menyusuri setiap koridor rumah sakit. Baru saja dia mendapatkan kabar yang sangat mengejutkan. Kabar bahwa istri dan putrinya masuk rumah sakit dengan keadaa terbilang sangat mengerikan. Farhan bergerak cepat menuju sebuah ruangan yang baru saja diberitahu oleh seorang suster.Dret ...Farhan membuka pintu ruangan itu dan terkejut melihat keadaan penghuni ruangan tersebut. Ada dua orang manusia kini sedang menatap Farhan dengan wajah bersiap menangis. Marni, perempuan paruh baya itu terbaring di atas ranjang dengan tangan kirinya yang harus digips karena patah tulang. Joana, dia juga terbaring di atas ranjang dengan keadaan rambut hampir botak. Jangan lupakan, wajah mereka lebam-lebam dan tubuh penuh luka. Satu kata untuk mereka, mengerikan.“Mas.”“Paaa!”Marni dan Joana memanggil Farhan hampir bersamaan. Pria paruh baya itu tersadar dari rasa terkejutnya. Perlahan Farhan bergerak ke arah ranjang istri dan anaknya. Dia menatap dua perempuan itu bergantian, terli
Dari kejauhan, Siara, Feria dan Fero menatap sepasang suami istri yang kini sedang berada di taman mansion. Mereka merasa tak percaya, bagaimana kini Avram menemani Lavira bergerak ke sana kemari di taman luas tersebut. Semakin tak kenal dengan kepribadian Avram, mereka cengo, menatap mereka berdua dengan wajah tak percaya.“Sekarang aku tahu, kalau Avram nyatanya benar-benar sudah jatuh sama pesona itu cewek. Intinya, sekarang perempuan adalah kelemahan Avram,” cetus Fero dengan mata masih menatap Avram dan Lavira dari tempat mereka.Siara dan Feria menoleh ke arah Fero yang baru saja bersuara. “Maksudmu apa? Kelemahan bagaimana?” tanya Siara belum paham.“Ya kelemahan, Ma. Lihatlah bagaimana dia membela-belakan diri untuk turun tangan, sampai mempertaruhkan dirinya sendiri yang akhirnya harus terlihat oleh masyarakat luas. Itu semua hanya demi perempuan polos itu. Mama sendiri yang mengatakan, bagaimana selama ini Avram selalu menyembunyikan diri, sekarang dengan mudahnya memperliha
Avram mendekat ke arah Lavira yang masih senang bermain di taman luas tersebut. Dia ikut menatap keadaan taman mansion yang selama ini hanya dilihat dari kamera CCTV. Nyatanya keadaan taman dilihat secara langsung seperti ini jauh lebih menyenangkan. Apalagi ditambah dengan keberadaan sang istri, wajah cantik Lavira nan menenangkan membuat Avram semakin merasa menghangat.“Kak, apa aku boleh mengurus taman-taman ini?”Perhatian Avram teralihkan ketika mendengar pertanyaan Lavira. Dia menoleh ke arah Lavira yang sedang tersenyum manis ke arahnya. “Kamu tidak boleh kelelahan,” sahutnya.“Tidak sekarang, nanti kalau aku sudah sembuh. Sepertinya ini akan mengasikkan, bermain di taman sebelum dan sepulang sekolah,” pungkas Lavira nampak semangat.“Kalau hanya ingin bermain, nikmati saja. Tidak usah sampai mengurusnya, ini luas dan kamu tidak akan kuat sendiri mengurusnya,” tutur Avram.“Aku tidak akan mengurus semuanya, Kak, ha ha. ‘Kan ada yang lain membantuku,” ucap Lavira menatap Avram
“Kamu benar-benar ingin membalas dendam?”Avram bertanya sambil menatap sang istri yang kini sedang berbaring di sampingnya. Mereka sama-sama berada di balik selimut dengan tubuh tanpa pakaian. Setelah aktivitas panas mereka beberapa menit yang lalu, Avram masih berbaring di sana sambil memainkan rambut Lavira.“Aku ingin, tapi ... aku ragu dan bingung,” jawab Lavira memang nampak ragu.Avram diam beberapa detik, tanpa bertanya pun dia paham maksud kalimat sang istri. “Jika kamu tidak berani, serahkan semuanya padaku. Aku yang akan membalas mereka dengan caraku ... untukmu.”Lavira terdiam, dia menoleh dan menatap Avram yang kini juga sedang menatapnya. Ibarat tak ada kata-kata bagus untuk dilontarkan. Lavira sangat berhutang terima kasih kepada Avram yang sejauh ini sangat membantunya.“Terima kasih, Kak. Aku sudah sangat banyak berhutang kepada, Kakak. Aku ....”“Tak ada kata hutang di antara suami istri, Lavira. Semua yang aku lakukan ibarat sebagai tanggung jawab juga bagiku sebag
Untuk kesekian kalinya Lavira kembali terdiam. Dia tak menyangka jika Farhan, sang ayah akan memutuskan untuk berpisah dari Marni karena kejadian penculikan dan penganiayaan diriinya. Lavira berpikir, jika Farhan tak akan peduli, atau setidaknya akan melindungi Marni dan Joana, mengingat bagaimana perlakuan tak adil Farhan selama ini.“Jadi waktu itu Papa datang dan minta maaf dengan wajah sendu ... apa semua itu tulus dan benar adanya?” gumam Lavira mengingat kejadian beberapa minggu lalu, di mana Farhan datang dan mengajaknya pulang kembali ke kediaman Amrin.“Dia serius.”Lavira terkejut mendengar suara berat Avram. Perempuan itu menoleh dan menatap Avram yang sedang menatapnya. “Kamu ingin tahu suatu cerita, cerita penting yang mungkin tak kamu tahu, tapi perlu kamu ketahui,” sambung Avram kepada Lavira.Kening Lavira berkerut, perempuan itu menatap sang suami yang masih berwajah datar. “Cerita apa, Kak? Jika itu memang perlu aku ketahui, maka tolong beritahu aku.”“Seluk beluk ke