“Kenapa kamu tutup mata?” bisik Rendra tepat di depan wajah Amanda.
Napas beraroma mint milik pria itu menerpa wajah Amanda membuat gadis itu segera membuka mata. Amanda sedikit tersentak begitu mengetahui bahwa wajahnya dan wajah pria itu begitu dekat, Amanda pikir setelah melontarkan pertanyaan pria itu menjauhkan diri, tetapi ternyata tidak sama sekali.
Apa yang sebenarnya pria itu pikirkan? Tidakkah dirinya menyadari bahwa Amanda merasa sangat malu saat ini, memejamkan mata padahal tidak terjadi apa-apa. Amanda malu sekali, ia takut pria itu akan berpikir macam-macam karena hal tersebut.
“Ingin berciuman?” Pupil mata gadis itu melebar, terkejut mendengar pertanyaan frontal suaminya.
Bagaimana bisa pria itu menebak dengan tepat sesuatu yang ada di pikirannya?
“Ja-jangan sembarangan!” seru Amanda gugup sekaligus merutuki diri dalam hati karena telah berpikir kotor mengenai apa yang akan pria itu lakukan ketika
Rendra mengantar kedua anaknya hingga sampai di depan gerbang sekolah. Sementara Amanda hanya duduk diam di dalam mobil seraya melipat kedua tangan di dada, matanya menatap lurus ke depan memerhatikan Rendra yang tengah mencium kening Mikayla dan mengusap kepala Dean secara bergantian.Mereka berangkat menggunakan kendaraan yang sama untuk melakukan aktivitas masing-masing, Dean dan Mikayla yang ingin pergi ke sekolah, Amanda yang ingin pergi ke kampus, dan Rendra sendiri yang akan berangkat menuju tempat kerjanya.Padahal Amanda sudah menolak diantar oleh pria itu, tetapi pria itu bersikeras ingin mengantarnya, ditambah lagi ibu mertua ikut menyuruhnya ikut dengan pria itu. Amanda semakin terpaksa menurut sehingga kini dirinya berada di depan sekolah tempat kedua anak tirinya menimba ilmu.Rendra mengantar kedua anaknya lebih dahulu dengan dalih takut mereka akan telat, padahal tempat Dean dan Mikayla lebih jauh dari kampus Amanda, tetapi entah mengapa pria itu
Amanda dengan lesu berjalan ke arah gedung fakultasnya untuk kemudian masuk ke kelas yang akan dimulai setengah jam lagi. Suasana hati Amanda telanjur buruk untuk hari ini karena jadwal sialan yang dibuat oleh pria menyebalkan yang sayang adalah suaminya.Kalau sudah begini Amanda harus apa? Seluruh kegiatannya sudah dibatasi. Ia harus langsung pulang jika seluruh kelas sudah selesai, hancur sudah bayangan menyenangkan Amanda mengenai bersenang-senang bersama Francie dan Divya.Amanda merasa payah, dirinya hanya bisa benar-benar bebas seperti burung-burung yang berterbangan di langit hanya dua hari saja, selebihnya ia dimasukan ke dalam sangkar kembali.Lagi-lagi hidup tidak adil kembali dijalaninya.Amanda menemukan kelasnya, ia langsung masuk bersama mahasiswa lainnya yang sudah datang, masih banyak waktu sehingga di kelas bisa dihitung dengan jari, tetapi di antara semuanya Amanda melihat Francie dan Divya sudah duduk berdampingan dengan jarak satu ban
Alex menjatuhkan punggung pada sandaran kursi, sementara salah satu tangan memegang dada bagian kirinya seolah kaliamt yang Amanda katakan benar-benar membuatnya serangan jantung. Itu memang terlalu berlebihan, tetapi perasaannya memang terluka mendengar kekasih yang selama ini dirinya jaga kini telah disentuh oleh pria lain walau itu oleh suaminya sendiri.“Aku sangat cemburu,” ucap Alex secara terang-terangan.Amanda menatap Alex dengan bibir yang sedikit mencebik, merasa bersedih untuk laki-laki itu. Amanda yakin pasti Alex yang mendengar penjelasannya juga merasa sangat berat, tetapi itulah kenyataan yang sebenarnya.Amanda tidak tahu apakah saat ini dirinya harus merasa lega atau bagaimana. Di satu sisi ia memang lega karena sudah jujur dengan pacar yang sangat dicintainya itu, sisi lain ia juga merasa sangat sedih karena melihat reaksi Alex yang diluar dugaannya, ia pikir Alex akan langsung mengamuk, tetapi ternyata tidak sama sekali.Na
Karena selepas makan siang Alex harus kembali ke kampus untuk masuk ke kelas berikutnya, ia mengantar Amanda pulang. Amanda sejujurnya tidak rela karena kebersamaannya hari ini dengan Alex hanya sekejap saja, tetapi mau bagaimana lagi, kuliah jauh lebih penting daripada menemaninya seharian.Mobil yang ditumpangi keduanya berhenti di depan sebuah benteng kokoh terbuat dari besi-besi yang disusun berderet berwarna putih. Amanda tidak langsung beranjak, melainkan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala yang menoleh ke arah kekasihnya.“Rasanya menyeramkan harus masuk ke rumah itu,” ucap Amanda diikuti dengan bibir yang mengerucut lucu.Melihat eskpresi dan mendengar kalimat yang Amanda ucapkan, Alex terkekeh ringan, salah satu tangan yang bertengger di stir terangkat kemudian mendarat di kepala Amanda, mengelus surai hitam nan lembut milik kekasihnya itu dengan penuh kasih sayang.“Semangat, nggak akan lama lagi kamu past
Amanda menutup mulut dengan salah satu tangan kala kantuk tiba-tiba saja menyerang. Ia tengah mendengarkan ibu mertua yang tengah bercerita bersama dengan ayah mertua seraya memperhatikan cucu-cucu mereka yang tengah mengerjakan tugas sekolah prakarya.Waktu memang sudah menunjukan jam beristirahat, bahkan mereka sudah duduk di ruangan dengan sofa yang berbentuk huruf L tersebut sekitar dua jam setelah makan malam. Itu semua karena Dean dan Mikayla yang meminta ditemani, mau tak mau Amanda juga ikut menemani di ruang keluarga sebab tadi ibu mertua terus saja mengajaknya berbicara.Sekilas Alina melihat Amanda yang sedang membuka mulut dengan mata yang telah sayu, wanita itu berpikir bahwa menantunya telah benar-benar mengantuk.“Pergi saja ke kamar kalau sudah mengantuk, tidak perlu menunggu suamimu pulang.”Amanda menoleh kepada ibu mertuanya kemudian menggeleng samar seraya tersenyum. “Aku belum ngantuk kok, barusan hanya menguap saja.
Amanda memunguti puing-puing ponselnya yang hancur.Sedari awal, dirinya yang berniat membuat pria itu marah, tetapi justru saat ini dirinyalah yang dibuat marah oleh pria itu. Amanda marah hinga rasanya ingin mengamuk.Tidak terbayang sebelumnya bahwa pria itu akan semarah ini. Dalam pikirannya saat ia memberitahukan kepada pria itu bahwa dirinya memiliki kekasih yang dicintai, setidaknya ia mendapat satu tamparan atau mahakarya memar seperti tempo hari, tetapi ternyata dirinya salah, pria itu justru membuat ponselnya yang berharga menjadi seenggok sampah yang tidak bermanfaat sama sekali.Amanda siap jika pria itu ingin menyakiti fisiknya, tetapi untuk ponselnya ia sangat tidak terima karena ponsel itu benar-benar berharga untuknya. Segala sesuatu yang sangat penting tersimpan rapi di sana, tetapi sekarang benda itu sudah tidak ada.Setelah kalimat terakhirnya, pria itu entah pergi ke mana meninggalkan dirinya sendiri di kamar. Amanda tidak peduli, ia j
Rendra mengemudikan kendaraannya menuju kediaman Amanda demi menuruti perintah ibunya yang meminta ia untuk membujuk istrinya itu. Dalam hati ia merutuki mengapa Amanda pulang ke rumah orang tuanya tanpa izin.Dirinya mengerti bahwa ponsel gadis itu sudah hancur, tetapi paling tidak gadis itu pulang terlebih dahulu dan meminta izin secara langsung bahwa dirinya ingin menginap di rumah orang tuanya. Bukan justru pergi tanpa izin dan membuat semua orang khawatir terutama mamanya.Tadi dirinya juga sempat khawatir sekaligus bingung bagaimana cara menemukan gadis itu sementara tidak ada ponsel yang bisa dihubungi. Ia tidak berpikir kalau ternyata istrinya tersebut pulang ke rumah orang tuanya, ia justru berpikir bahwa Amanda pergi bersama kekasihnya.Syukur kini semua sudah tahu di mana keberadaan Amanda.Gadis itu yang membuat kesalahan, ia juga yang harus membujuk dan meminta maaf kepadanya. Sungguh sangat menyebalkan, tetapi mau bagaimana lagi, sepertinya
“Kapan kamu akan pulang?” tanya Marissa seraya merapikan kembali meja makan yang berantakan selepas dipakai.Sudah lima hari sejak kedatangan Amanda ke rumah untuk pertama kalinya lagi dan Amanda masih belum kembali pulang ke rumah keluarga suaminya walau suaminya sering kali menjemput. Entah apa yang ada di dalam pikiran putrinya itu, ia sudah capek menasihati Amanda supaya cepat pulang, dirinya sudah merasa tidak enak kepada keluarga besannya kalau Amanda tidak kunjung kembali.Detik itu juga, Amanda menatap wanita yang melahirkannya dengan tatapan sedikit sinis, sedikit tidak terima mendengar nada pengusiran darinya. “Nggak seneng ya aku tinggal di sini?”“Bukan begitu!” balas Marissa langsung seraya mendelik, kekeras kepalaan putrinya tersebut sungguh sangat memancing emosinya. “Kamu kan sudah menikah, nggak sepatutnya kamu tinggal di sini terus, kasihan suami kamu!”“Biarin aja, dia udah besar, nggak akan nangis walau aku tinggalin lima tahun!”“Ya memang tidak akan menangis, tap